Lihat ke Halaman Asli

Jejaknesia (Div Naritha)

I Tell Stories Trough The Lens

Mr Chan Suhu Keturunan India

Diperbarui: 15 Januari 2021   07:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Berawal dari penderitaan hidup semasa kecil, dia menjadi tertarik mencari makna hidup. Dia tertarik untuk mencari jawaban, apa yang harus dia perbuat dalam hidupnya di dunia.Usahanya ini menuntun dirinya untuk mendalami budaya Timur Purba, terutama budaya Tiongkok Purba yang memang dari kecil di tekuni nya

Mr Chan, yang mempunyai nama asli Siwa Chandra keturunan bangsa India berusia kurang lebih 50 tahun, Beliau menekuni Feng Shui aliran kompas dan bentuk serta Ilmu astrologi china sejak tahun 1988 hingga sekarang secara otodidak. Baginya Feng Shui adalah ilmu logika (bukan klenik) dengan nafas budaya dan bahasa masa lalu sehingga harus diterjemahkan dengan cara yang bijak.

Mr. Chan memulai praktik Feng Shui dan Bangunan sejak tahun 1990. Baginya Feng Shui adalah pengetahuan yang bisa dipelajari dan dijabarkan dengan logika. Bukan dengan mistik yang menyesatkan. Beliau juga ahli di Numorology dan ahli di pembuatan nama hingga perkawinan.

Rasa tidak puasnya terhadap ulah para suhu yang mengaku ahli hong sui mendorong Mr.Chan untuk mendalami ilmu Feng Shui itu sendiri langsung dari sumbernya, yaitu budaya Tiongkok Purba. Usaha ini di dukung dengan kepandaiannya berbahasa  Mandarin, baik lisan maupun tulis. Naskah-naskah dia lalap habis. Agar tidak terjebak pada praktik-praktik persuhuan.

Mr.Chan tidak demikian saja menelan mentah-mentah pengetahuan feng shui yang dia peroleh dari naskah-naskah berbahasa Mandarin tersebut. Dia mengolah pengetahuan tersebut dengan melakukan suatu penelitian terhadap hasil implementasi dari teori-teori tersebut. "jadi pengetahuan teoris yang saya peroleh dari naskah-naskah tersebut saya implementasikan dalam praktik pada sejumlah kasus. Nah dari hasil implementasi ini saya jadi tahu mana yang betul, mana yang salah dan sebagainya sehingga saya memperoleh pengetahuan empiris. Memang kebenarannya tidak bisa mutlak, karena saya percaya yang mutlak itu milik Tuhan. Kalau mencapai 70 persen benar, sudah cukup empiris sekali." tegasnya




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline