DIVIA AYU PRIHATINA
Prodi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta
Diviaap30@gmail.com
PENDAHULUAN
Pada masa modern ini, berbagai negara di dunia sedang menghadapi perubahan besar yang disebut The Great Reset oleh World Economic Forum akibat dua hal, yaitu revolusi digital dan pandemi Covid-19. Perubahan tersebut mengubah struktur sosial dan ekonomi masyarakat yang semula masyarakat informasi menjadi masyarakat automasi. Dalam ekonomi neoliberal masyarakat automasi, dengan munculnya kapitalisme digital, komoditas baru, data pribadi, muncul dalam praktik transaksi jual beli.
Kapitalisme digital menjebak masyarakat dalam ekonomi pasif dan bergantung pada algoritma, yang baru terungkap melalui pandemi, ketika berbagai aspek kehidupan manusia, sosial, ekonomi dan politik, diimplementasikan melalui teknologi komunikasi digital. Tentunya dengan pesatnya perkembangan teknologi di era digital ini, banyak sekali perubahan, tantangan dan gejolak dalam kehidupan sosial masyarakat dan bangsa, yang seringkali tidak disadari oleh masyarakat umum.
Kehadiran media digital atau media online sudah tergambar pada peristiwa setengah abad lalu dengan kehadiran televisi. Schramm, Lyle dan Parker (1961) menjelaskan bahwa kehadiran tetevisi mampu mengurangi waktu bermain, tidur, membaca dan menonton film di Amerika. Begitu pun yang terjadi di Inggris, Norwegia dan di Jepang. Gejala displacement effect disampaikan Joice Crammond, sebagai: "the reorganization of activities which take place with the introduction of television, some activities may be cut down and other abandoned entirely to make time for viewing" (reorganisasi kegiatan yang terjadi karena kehadiran televisi yaitu beberapa kegiatan dikurangi dan sebagian dihentikan sama sekali karena waktunya digunakan untuk menonton televisi) (Kuswarno, 2015:52).
Perilaku masyarakat Indonesia dalam menggunakan digital mobile terutama untuk media sosial, kemudian hiburan, informasi umum, e-mail, permainan/game, belanja dan pencarian lokal. Dapat disimpulkan bahwa masyakarat Indonesia menggunakan mobile phone pada umumnya ketika mereka merasa menyendiri. Akan tetapi mereka akan cenderung menggunakan mobile phone ketika di tempat tidur, ketika sedang menunggu seseorang atau sesuatu, ketika sedang menonton TV, ketika sedang bersama keluarga, ketika sedang berkendara, ketika sedang rapat atau kuliah, dan ketika sedang di kamar mandi. Oleh sebab itu, masyarakat Indonesia adalah "very social and chatty market", sebagai penikmat obrolan online, walaupun hanya melalui instant messaging. Obrolan online seringkali lebih bersifat fatis. Kata dan kalimat serta dialog singkat, seringkali tidak fokus dan tidak essensial yang seringkali berfungsi hanya menjaga relasi sosial.
Di samping itu, perhatian sosiologi terhadap fenomena sosial seperti masyarakat digital ini tidak semata-mata membuat deskripsi, atau merentang perbedaan dan persamaan karakteristik fenomena sosial yang berkembang, akan tetapi juga memperlihatkan tendensi-tendensi atau kecenderungan-kecenderungan yang terjadi. Dimana sosiologi mampu menerangkan dan menafsirkan apa yang ada di balik fenomena sosial tersebut berdasarkan teori atau penelitian, dan tidak memberikan penilaian berdasarkan baik dan buruk pada sebuah tindakan sosial.
Sehingga, tindakan sosial tertentu yang bagi orang awam terasa aneh, tidak wajar atau menyimpang, melalui sosiologi dapat menjadi sesuatu yang menarik, dan dapat ditelusuri kemunculannya dengan menggunakan berbagai sudut pandang. Hal ini merupakan bukti obyektivitas sosiologi sebagai sebuah ilmu. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Sosiologi juga sering kali dipahami sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari jaringan hubungan antara manusia dalam masyarakat. Sedangkan secara luas Sosiologi dipahami sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat, mempelajari masyarakat sebagai kompleksitas yang di dalamnya terdapat beragam kekuatan kekuatan sosial, hubungan sosial, sosialisasi, jaringan sosial, lapisan-lapisan sosial, lembaga, struktur sosial dan berbagai persoalan sosial di antaranya penyimpangan sosial dan konflik sosial.
Dengan mempertanyakan kejadian atau fenomena sosial (ontologi) dan mengetahui mengapa fenomena sosial tersebut terjadi (epistimologi), maka sosiologi telah membuktikan dirinya sebagai ilmu pengetahuan sebagaimana cabang ilmu pengetahuan lainnya.