Lihat ke Halaman Asli

Dampak Pemanasan Global & Fenomena Pengasaman Laut Terhadap Terumbu Karang

Diperbarui: 1 November 2016   08:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ocean Accidification atau pengasaman laut adalah suatu fenomena dimana tingkat keasaman air laut berubah menjadi di bawah normal. Hal ini berhubungan dengan sifat fisik dan kimia laut itu sendiri, yang tentu saja berhubungan langsung dengan kondisi atmosfer. Penyebab utamanya adalah akibat terjadinya fenomena pemanasan global. Pengasaman laut ini merupakan isu utama perubahan iklim yang akan mengubah kehidupan di dunia akibat meningkatnya konsentrasi karbondioksida atmosfer yang terlarut dalam air laut dalam jumlah besar dan proses pelarutan yang sangat cepat akibat pengaruh dari peningkatan suhu. Sebagaimana telah diketahui secara luas, sumber pencemar karbon antropogenik sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (batu bara, minyak bumi dan gas alam). Produksi semen dan pembakaran hutan tropis memberi konstribusi terhadap jumlah emisi yang terakumulasi di atmosfer. Seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk beserta sarana dan prasarana yang dibutuhkannya termasuk berbagai jenis bangunan, jalan raya, penerangan dan transportasi, konversi lahan tidak dapat dihindari lagi. Dengan demikian tanpa pernah kita sadari pembangunan ekonomi telah mengurangi sedikit demi sedikit keseimbangan ekologi, dan hal ini berlangsung terus menerus tanpa ada yang dapat menentukan batasnya.

Perubahan iklim yang saat ini terjadi merupakan akumulasi dampak dari terganggunya keseimbangan ekologi. Gruber et al. (1996) memperhitungkan perairan laut mampu menyerap separuh emisi yang dilepaskan oleh pembakaran bahan bakar fosil di atmosfir sejak permulaan revolusi industri. Revelle & Suess (1957) yang merupakan penggagas pertama pengukuran karbon dioksida (CO2) di atmosfir wilayah Pasifik juga berpendapat bahwa CO2 yang tidak terserap oleh tumbuhan akan berakhir di lautan. Keadaan ini tentu saja akan merubah keseimbangan kimiawi air laut karena peningkatan kelarutan gas CO2 diprediksikan akan mampu menurunkan pH hingga 7,7. Tingkat keasaman air laut rata-rata adalah 8 – 8,5 (Kleypas et al. 2006). Berdasarkan kajian dari berbagai sumber yaitu Kleypas et al. (2006); The Royal Society (2005) dan IPCC (2001), secara skematik menemukan alur sebab-akibat fenomena perubahan iklim yang dipicu oleh meningkatnya aktivitas manusia, salah satu buktinya adalah perubahan tata guna lahan. Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca yang salah satunya adalah CO2 di atmosfir menyebabkan terjadinya pemerangkapan sinar ultra violet dan energi panas di lapisan troposfir. Selain membentuk selimut perangkap panas, gas CO2 juga menyebabkan gejala pengasaman pada perairan sebagai akibat meningkatnya adsorpsi gas CO2 dari atmosfir ke permukaan perairan

Pengasaman laut atau ocean acidification adalah istilah yang diberikan untuk proses turunnya kadar pH air laut yang kini tengah terjadi akibat penyerapan karbon dioksida di atmosfer yang dihasilkan dari kegiatan manusia (seperti penggunaan bahan bakar fosil). Menurut Jacobson (2005), pH di permukaan laut diperkirakan turun dari 8,25 menjadi 8,14 dari tahun 1751 hingga 2004. Pada siklus karbon alami, konsentrasi CO2 di atmosfer menggambarkan sebuah keseimbangan fluks antara lautan, daratan dan atmosfer. Perubahan fungsi lahan (land use change), penggunaan bahan bakar fosil, dan produksi semen mengakibatkan adanya sumber CO2 tambahan ke dalam atmosfer bumi. Sebagian CO2 tersebut diserap oleh tumbuhan di darat dan sebagian lainnya diserap oleh lautan. Ketika CO2 terlarut, dia akan bereaksi dengan air membentuk suatu kesetimbangan jenis ionik dan non-ionik yaitu: karbon dioksida yang terlarut bebas (CO2 (aq)), asam karbonat (H2CO3), bikarbonat (HCO3-), dan karbonat (CO3-). Perbandingan (rasio) dari jenis-jenis ini bergantung pada temperatur air laut dan alkalinitas (kapasitas penetralan asam dari sebuah larutan). Terlarutnya CO2 juga akan menyebabkan naiknya konsentrasi ion hidrogen(H+) di lautan, sehingga akan mengurangi pH lautan (ingat semakin rendah nilai pH, semakin asam sebuah larutan).

Menurut Orr et al. (2005), sejak dimulainya revolusi industri, pH lautan telah turun sebesar lebih kurang 0,1 satuan, dan diperkirakan akan terus turun hingga 0,3 – 0,4 satuan pada tahun 2100 akibat makin banyaknya gas CO2 akibat aktivitas manusia yang diserap. Meskipun penyerapan CO2 oleh lautan akan membantu memperbaiki efek iklim akibat emisi CO2, namun diyakini juga bahwa akan ada konsekuensi negatif terhadap organisme kerang-kerangan yang memanfaatkan kalsit dan aragonit dari kalsium karbonat untuk membentuk cangkang. Organisme ini berperan dalam rantai makanan di laut.

Pada kondisi normal, kalsit dan aragonit stabil di permukaan air karena ion karbonat berada pada kondisi sangat jenuh. Dengan turunnya pH air laut, konsentrasi ion karbonat ini juga akan turun, dan pada saat karbonat berada pada kondisi tak jenuh, struktur yang dibentuk dari kalsium karbonat menjadi rapuh dan akan mudah terpecah/terputus (dissolute). Hasil penelitian menunjukkan bahwa karang-karangan (Gattusoet al., 1998), algacoccolithophore (Riebesellet al., 2000) dan pteropods (Orret al., 2005) akan mengalami pengurangan kalsifikasi ataupeningkatan pemutusan (maksudnyadissolution) ketika terpapar oleh naiknya kadarCO2. Mekanisme Ocean Accidification : Ketika karbondioksida dari atmosfer diserap oleh laut terbentuklah asam karbonat (Persamaan 1). Asam karbonat segera terurai menjadi hidrogen karbonat (HCO3-) dan satu ion hidrogen (Persamaan 2). Penambahan karbon dioksida di atmosfer akan meningkatkan jumlah ion hidrogen dalam laut. Yang kemudian bereaksi dengan karbonat (CO3 2-) untuk membentuk lebih banyak ion bikarbonat (Persamaan 3), sehingga mengurangi konsentrasi ion karbonat dan kemampuan laut sebagai penyangga untuk menyerap perubahan pH.

(Persamaan 1) CO2 (g) + H2O ↔ H2CO3

(Persamaan 2) H2CO3 ↔ [H+] + HCO3-

(Persamaan 3) 2[H+] + CO3 2-↔ [H+] + HCO3-

Hubungan Pengasaman Laut dan Terumbu Karang

Hubungan ocean acidification dengan terumbu karang terletak pada konsentrasi CO2 yang meningkat, yang akan menyebabkan perubahan skala besar pada organisme yang menggunakan kalsit dan organisme bukan pembentuk kapur. Hal ini erat kaitannya dengan siklus fotosintsesi dan respirasi yang dilakukan oleh terumbu karang. Tentunya, sebagai salah satu konsumen dan produsen karbon di lautan, terumbu karang merupakan salah satu organisme yang termasuk dalam korban dari efek peningkatan unsur karbon.

Ketika terjadi peningkatan asam di perairan laut maka akan perubahan kondisi jenuh kalsium terumbu karang. Dalam kasus ini kemampuan hewan karang untuk membentuk kerangka (kalsifikasi) akan menurun. Karang akan mempertahankan saturasi tinggi pada saat melakukan proses kalsifikasi. Akan tetapi, Pada pH rendah, proses ini akan menbutuhkan energi yang lebih tinggi lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline