Lihat ke Halaman Asli

Diva Hanifa H

UIN Sunan Kalijaga

Membedah Buku Religiusitas dari Layar Kaca: "Belum Ada Keseimbangan dalam TV Terkait Umat Beragama!"

Diperbarui: 13 Juni 2023   07:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: dokumentasi Zulaihatul Asfia

Hari Senin (12/6/23) siang hari ini, UIN Sunan Kalijaga mengadakan acara bedah buku yang berlokasi di Conference Room Lt. 1 UIN Sunan Kalijaga. Acara ini membahas tentang buku berjudul "Religiusitas dari Layar Kaca (Potret Program Siaran Religi di Televisi Indonesia)". Acara ini mengundang pembahas yang kompeten dibidangnya, mulai dari Komisioner KPI Pusat, Amin Shabana, sampai dosen-dosen berprestasi UIN Sunan Kalijaga dan Universitas Ahmad Dahlan. Acara ini juga dihadiri oleh Ketua KPI Pusat, Ubaidillah yang memberi kata sambutan bersama dengan Dekan FISHUM UIN Sunan Kalijaga yaitu Dr. Mochamad Sodik, M.Si.

Buku ini ditulis oleh Alip Yog Kunandar, Harmonis, Ph.D, dan Dr. Bono Setyo. Alip Yog Kunandar dan Dr. Bono Setyo saat ini merupakan dosen jurusan Ilmu Komunikasi di UIN Sunan Kalijaga sedangkan Harmonis, Ph.D merupakan dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Para penulis buku ini berusaha mengembangkan dimensi dari buku ini melalui segala aspek. Terlebih lagi pada saat ini hampir semua stasiun televisi memiliki program religi sehingga penulisan buku ini sangat relevan dengan fenomena yang nyata terjadi di pertelevisian Indonesia saat ini. Mulai dari stasiun televisi swasta sampai milik negara semuanya menyajikan siaran program religi.

Walaupun program religi sangat menjamur di Indonesia, para penulis merasa program religi yang ada lebih mengusung kepada laba dan konten ketimbang tujuan religinya itu sendiri. Banyak sekali program religi saat ini yang melalui seleksi apakah isu yang akan disampaikan akan mudah disukai khalayak atau tidak. Khalayak banyak menyukai isu yang malah sering disampaikan berulang-ulang dan cenderung dangkal seperti misalnya isu rumah tangga. Program religi yang ada lebih mengutamakan hiburan ketimbang pendalaman akan agama itu sendiri.

Buku ini menyuarakan isu tentang keberimbangan dari program religi antar agama baik agama mayoritas maupun minoritas. Tak bisa dipungkiri acara religi yang banyak berseliweran di televisi Indoesia saat ini hanya mencakup ajaran agama-agama mayoritas. 

Agama minoritas atau yang lebih marjinal tidak memiliki tontonan religi representasi agama yang mereka anut. Buku ini juga menyuarakan tentang isu-isu kesetaraan gender yang tidak banyak dibahas dalam program religi. Tak hanya itu, sertifikasi dari pengisi acara tersebut juga menjadi pembahasan buku ini.

Penulis menginginkan untuk tercovernya kelompok agama marjinal yang tidak memiliki tontonan religi agama yang mereka anut. Acara religi bernuansa Islam merupakan hal yang sangat biasa berseliweran hampir setiap pagi atau setiap hari dalam televisi. Acara religi bernuansa Kristen juga ditayangkan oleh beberapa stasiun televisi setiap sabtu atau minggu. 

Agama-agama besar dengan pengikut yang lebih banyak ini mendapatkan tayangan agamis sedangkan agama dengan pengikut lebih kecil di Indonesia tidak memiliki tontonan berbau agama mereka. Penulis melibatkan kelompok non-muslim yang berasal dari agama tidak sebesar Islam agar kajian dari buku ini dapat mewakili kelompok lain. Hal ini dikarenakan belum adanya keberimbangan acara religi dalam pertelevisian Indonesia.

Belum lagi acara-acara religi yang bermunculan terkadang malah menghadirkan selebriti sebagai pengisi acara. Selebriti-selebriti yang baru hijrah ini tak jarang mendapatkan panggilan dengan titel agama seperti ustadz/ustadzah padahal kajian ilmunya masih kurang mendalam namun masyarakat menikmati tontonan seperti ini. 

Terlebih lagi menjelang momentum keagamaan seperti bulan Ramadhan, konten religi banyak berseliweran. Padahal hal ini dapat dikaitkan dengan teori post truth dimana jika agenda setting berhasil, masyarakat dapat menerima apapun yang 'ustadz/ustadzah' ini sampaikan atau lakukan walaupun tindakan yang dilakukan melanggar norma yang berlaku. Namun masyarakat akan tetap menyukainya dan seakan-akan apa yang disampaikan sepenuhnya benar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline