Lihat ke Halaman Asli

Diva Shitarani

Universitas Airlangga

Kontroversi Keselamatan Pekerja Imigran di Qatar dalam World Cup 2022

Diperbarui: 25 Maret 2023   18:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Qatar adalah sebuah negara yang berada di Timur Tengah, dimana letaknya berada di semenanjung kecil di Jazirah Arab, berbatasan langsung dengan Arab Saudi dan Teluk Persia. Negara ini memiliki luas yang sangat kecil dan daratannya dipenuhi dengan gurun pasir, meskipun begitu bawah tanahnya memiliki sumber daya minyak bumi yang sangat besar. Nama Qatar pada akhir-akhir ini mencuat dan semakin dikenal oleh masyarakat internasional. Tidak lain, hal tersebut karena Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia ke-22 tahun 2022 yang berlangsung pada 20 November 2022 hinga 18 Desember 2022, menjadikannya sebagai negara pertama diselenggarakannya Piala Dunia di kawasan Timur Tengah. Tentunya pusat perhatian masyarakat dunia menyoroti Qatar sebagai penyelenggara festival bola terbesar di dunia di Qatar tersebut. Namun, dibalik kemegahan dan suksesnya acara berlangsung, ternyata terdapat banyak kontroversi di baliknya. Salah satu kontroversi yang cukup disorot dunia internasional selama persiapan hingga penyelenggaraan Piala Dunia di Qatar 2022 ini adalah tentang pekerja imigran yang turut serta bekerja dalam penyelenggaraan Piala Dunia ini.

Dalam persiapan Piala Dunia, pemerintah Qatar diperkirakan menyiapkan dana sebesar $300 miliar untuk membangun Doha, yaitu ibu kota Qatar dengan beberapa fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Hal tersebut ditandai dengan pembangunan secara masif stadion dengan fasilitas unggul, dan hotel dengan bintang berkelas bagi para pemain bola dan wisatawan yang berkunjung untuk menginap bersiap diri menikmati pertandingan yang diselenggarakan. Namun dibalik kemegahan Piala Dunia yang dipertontonkan dan dinikmati oleh seluruh dunia, banyak pekerja imigran yang berperan di belakang layar. Pekerja imigran yang ada di Qatar menurut Kementerian Pembangunan Administrasi Doha, Ketenagakerjaan dan Urusan Sosial diperkirakan mencapai sekitar 2,1 juta manusia. Jumlah ini hampir menyamai total penduduk negara Qatar yang hanya berpenduduk sekitar 3 juta orang. Selain itu, setelah diumumkannya Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia, populasinya membengkak hingga hampir 40%. Hal tersebut karena didorong oleh permintaan di industri konstruksi dalam pembangunan serta renovasi persiapan Piala Dunia. Sejak saat ini pula, banyak imigran yang datang berbondong-bondong ke Qatar untuk menjadi pekerja. Namun semenjak ini juga, Qatar menghadapi banyak berita mengenai bahwa pekerja imigran yang bekerja di Qatar tidak diperlakukan sesuai dengan hak asasi manusia hingga mengalami kematian.

Sebelum membahas lebih jauh, perlu kita lihat kembali ke belakang bagaimana regulasi serta kebijakan Qatar dalam mengatur pekerja imigran. Dikutip dari halaman International Labour Organizational (ILO), pekerja di Qatar sebelumnya memerlukan izin dari majikan mereka untuk berganti pekerjaan, dimana hal ini menjadi pemicu utama yang membuat pekerja terlalu bergantung pada majikan mereka dan menciptakan situasi adanya eksploitasi terhadap tenaga kerja. Namun, telah terdapat perubahan sistem pada tahun 2020 dimana saat ini pekerja imigran di Qatar dapat berganti pekerjaan kapan saja mengikuti periode pemberitahuan hingga dua bulan. Bahkan, para pekerja imigran ini tidak memerlukan izin meninggalkan negara yang harus disetujui oleh majikannya. Sejak itu, lebih dari 350.000 permintaan untuk pergantian pekerjaan telah disetujui dalam dua tahun terakhir. Tentunya hal ini berimplikasi terhadap perkembangan perekonomian Qatar secara keseluruhan. Perubahan ini juga diharapkan dalam mengurangi kerentanan migran terhadap kerja paksa akibat kontrol dari majikan yang terlalu berlebihan dan tidak manusiawi.

Namun banyak pekerja masih menghadapi rintangan untuk meninggalkan pekerjaan dan pindah ke pekerjaan baru. Hal tersebut karena masih susahnya mengurus pencabutan izin tinggal pekerja imigran dan juga terdapat kesempatan bagi para majikan mengajukan tuduhan palsu bahwasanya pekerja imigran tersebut melarikan diri, meninggalkan kewajibannya, dan membawa lari sejumlah harta. Pemerintah Qatar telah mengambil beberapa langkah untuk menanggulangi peristiwa yang merugikan pekerja imigran yang ada. Meskipun beberapa langkah yang telah diadaptasi dan di implementasikan untuk melindungi pekerja imigran bekerja, tetapi ternyata masih banyak pekerja imigran yang memiliki masalah dengan gaji mereka. Dimana, terlalu banyak pekerja imigran yang harus menunggu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun hingga pekerja imigran menerima hal mereka. Dengan ini, pemerintah Qatar juga telah menegakkan hukuman bagi para majikan yang tidak membayar pekerja imigran mereka secara tegak dan ketat. Pemerintah harus mempertimbangkan biaya hidup sebagai upah minimum, seperti yang telah dilakukan Qatar's Minimum Wage Commission yang telah berkonsultasi dengan perwakilan pekerja imigran secara berkala untuk meninjau dan mengusulkan penyesuaian upah minimum.

Lalu mengapa Piala Dunia 2022 yang diselenggarakan di Qatar menunai kontroversi yang sangat besar? Hal tersebut karena banyaknya laporan mengenai cedera dan kematian terkait pekerjaan dalam persiapan Piala Dunia, sehingga menimbulkan pertanyaan seputar jumlah sebenarnya dari kecelakaan kerja di negara ini dan apakah para pekerja imigran tidak terlindungi? Dikutip dari halaman The Guardian, lebih dari 6.500 pekerja imigran yang bekerja di Qatar yang berasal dari India, Pakistan, Bangladesh, Nepal, dan Sri Lanka meninggal semenjak diumumkannya Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia. Dengan begitu, sekitar 12 pekerja imigran setiap minggunya meninggal sejak tahun 2010 dimana Qatar diumumkan menjadi tuan rumah Piala Dunia. Data dari India, Bangladesh, Nepal, dan Sri Lanka menyatakan bahwa terdapat 5.927 kematian terhadap pekerja migran di Qatar pada tahun 2011 hingga 2020. Kedutaan Pakistan di Qatar juga melaporkan bahwa lebih dari 824 kematian pekerja asal Pakistan sejak tahun 2010 hingga 2020. Angka kematian yang sebenarnya diprediksi lebih tinggi karena belum memasukkan beberapa negara yang juga mengirimkan pekerja imigran ke Qatar untuk persiapan Piala Dunia seperti Filipina dan Kenya.

Pemerintah Qatar mengatakan bahwa jumlah kematian yang tidak mereka perdebatkan karena mereka meninggal secara alami setelah tinggal dan mencari pekerjaan di Qatar selama bertahun-tahun. Pemerintah Qatar juga mengatakan bahwa hanya 20 persen dari pekerja imigran yang bekerja di bidang konstruksi, dimana pekerjaan konstruksi bagi pekerja imigran hanya menyumbang kurang dari 10 persen kematian dalam kelompok pekerjaan ini. Pemerintah Qatar menambahkan bahwa semua warga negara maupun warga negara asing memiliki aksis perawatan kelas satu secara gratis dan telah terjadi penurunan angka kematian dalam pekerja imigran selama dekade terakhir berkat reformasi kesehatan dan keselamatan pada sistem tenaga kerja. Meskipun begitu, pernyataan tersebut tidak menutup fakta bahwa banyak pekerja imigran yang meninggal semenjak Qatar terpilih menjadi penyelenggara Piala Dunia 2022. Kontroversi yang ada harus diikuti investigasi lebih mendalam. International Labour Organizational (ILO) juga menyatakan bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk sepenuhnya menerapkan dan menegakkan reformasi pekerja imigran di Qatar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline