Mengenal Kartu Indonesia Pintar (KIP-K) yang merupakan salah satu progam pemerintah yang di distribusikan kepada masyarakat kurang mampu yang memenuhi syarat dengan tujuan agar masyarakat yang kurang mampu dapat mendapatkan pendidikan di jenjang lebih lanjut. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2020 tentang Program Indonesia Pintar (Permendikbud 10/2020), KIP-K merupakan salah satu bentuk dari Program Indonesia Pintar (PIP). Program ini dijalankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Pendidikan Tinggi) yang menjelaskan bahwa pemerintah wajib memastikan kesempatan yang sama dalam pendidikan bagi seluruh warga negaranya. Tujuan dari KIP-K ini adalah untuk memberikan bantuan biaya perkuliahan kepada anak-anak dengan kompetensi akademik dari keluarga yang memiliki kendala ekonomi atau kurang mampu. Selain bantuan biaya kuliah, penerima KIP-K juga akan mendapatkan bantuan biaya hidup per bulan sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Tentu syarat untuk menerima KIP-K ini pun terhitung ketat. Mahasiswa yang mendaftar harus dapat membuktikan diri mereka sebagai keluarga miskin atau rentan miskin atau kurang mampu. Menurut pedoman pendaftaran KIP-K oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pembuktian ini dilakukan dengan mengumpulkan berkas kepemilikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan/atau bukti terdaftar ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan/atau termasuk kelompok masyarakat miskin maksimal desil 3 (tiga) pada Data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE) dan/atau mahasiswa dari panti sosial atau panti asuhan. Jika tidak memenuhi salah satu dari empat syarat di atas, mahasiswa dapat membuat bukti keluarga miskin dalam bentuk Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau bukti pendapatan kotor gabungan orang tua/wali. Namun, terlepas dari ketatnya persyaratan yang sudah ditetapkan, KIP-K ini masih sering kali tersalurkan kepada orang yang tergolong mampu.
Hal tersebut bisa terjadi karena beberapa alasan, diantaranya mudahnya mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang tentu dapat dimanipulasi di beberapa tempat, terlebih lagi untuk saat ini pengisian pendaftaran KIP-K diisi dan diverifikasi oleh calon penerika KIP-K itu sendiri secara langsung melalui web yang tersedia. Selain kedua hal tersebut mengapa KIP-K saat ini tidak jarang salah sasaran karena tidak adanya survei secara langsung dari data yang sudah dilampirkan oleh calon penerima KIP-K langsung.
Tentu saja jika KIP-K didapatkan oleh orang yang salah sasaran maka dampaknya adalah calon penerima yang seharusnya mendapatkan bantuan tersebut tidak berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan kesempatan untuk memperbaiki taraf hidupnya juga semakin kecil. Salah satu kasus salah sasaran penerima KIP-K yang kini sedang hangat diperbincangkan di sosial media adalah viralnya kasus salah satu mahasiswa influencer yang menerima KIP-K. Kasus ini mulai menjadi perbincangan ketika suatu akun di media sosial membagikan kekecewaannya terhadap seorang mahasiswi penerima KIP-K dari salah satu universitas di Semarang. KIP-K yang sepatutnya diterima oleh mahasiswa dengan keterbatasan finansial justru diberikan kepada mahasiswi yang kerap membagikan gaya hidup yang mewah di akun media sosialnya. Gaya hidup yang dibagikan termasuk foto-foto gadget kepunyaannya yang bernilai puluhan juta rupiah serta barang-barang branded lain yang ia miliki.
Melihat tindakan tersebut, banyak warganet yang menyalurkan amarahnya dengan berkomentar maupun melakukan hal lainnya. Mereka berpendapat bahwa KIP-K yang dimiliki mahasiswi tersebut merupakan hak orang lain yang jauh lebih membutuhkan, dibandingkan dirinya yang sudah sangat berkecukupan. Merespon kecaman dari masyarakat, mahasiswi tersebut akhirnya mengundurkan diri dari program KIP-K yang diterimanya dan melakukan klarifikasi di akun pribadinya.
Melihat salah satu kasus tersebut dapat dijadikan sebagai contoh bawasannya KIP-K tidak dipungkiri memiliki peluang untuk dicurangi atau salah sasaran. Masyarakat berharap pemerintah dapat memperbaiki system penerimaan dengan system yang lebih baik agar hal serupa tidak terjadi karena dampak dari hal ini sangat besar dan langsung dirasakan bagi calon penerima KIP-K yang benar-benar membutuhkan bantuan pemerintah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H