Lihat ke Halaman Asli

Kita Indonesia karena Tidak Sama

Diperbarui: 23 Oktober 2017   20:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Indonesia adalah sebuah negara majemuk. Indonesia adalah sebuah negara yang penuh keanekaragaman budaya, bahasa, suku, dan sebagainya. Indonesia adalah sebuah negara heterogen.

Kalimat-kalimat ini sering sekali dipampang di berbagai media, mulai dari poster hingga buku pelajaran. Tujuan dari kalimat ini jelas untuk memberikan informasi bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang penuh perbedaan, dan perbadaan ini adalah suatu hal yang harus dibanggakan. Mengapa?

Sebab jutaan perbedaan di Indonesia adalah identitas dari Indonesia sendiri.

Indonesia adalah sebuah negara yang luas. Ibu Pertiwi kita tediri atas 17.540 pulau dan memiliki luas total 1.904.569 km2---jelas sekali bahwa negara ini jauh dari kata 'kecil'. Dengan besarnya wilayah Indonesia, tidak heran bahwa banyak sekali hal yang ditampung di dalamnya---baik itu sumber daya alam, kebudayaan, dan lain-lain. Jadi, melihat luas daerah Indonesia yang merupakan negara maritime terbesar di dunia, maka tidak heran banyak sekali perbedaan yang ada di dalamnya.

Kemudian, menurut sensus BPD pada tahun 2010, terdapat 1.340 suku bangsa di Indonesia. Hal ini memberikan Indonesia sebuah predikat sebagai 'negara dengan suku bangsa terbanyak', bersama dengan 'negara dengan bahasa daerah terbanyak'. Apakah ini sebuah hinaan? Tidak. Ini adalah sebuah rekor positif yang diraih oleh Indonesia. Rekor ini tidak akan mungkin diraih jika seandainya Indonesia merupakan negara yang cenderung homogen dan tidak semajemuk ini.

Perbedaan yang dimiliki Indonesia terbukti merupakan sesuatu yang menjadi salah satu dari banyak daya tarik yang ditawarkan kepada dunia. Warna-warni budaya yang diberikan oleh Sang Zamrud Khatulistiwa adalah sesuatu yang amat menggiurkan bagi mereka. Kemajemukan Indonesia merupakan harta yang tak dapat dinilai harganya.

Para pahlawan yang memperjuangkan berdirinya Republik Indonesia pun menyadari ini. Mereka tentu tidak akan meletakan sila ke-3 Pancasila secara sembarangan. "Persatuan Indonesia" menjadi salah satu dasar negara kita untuk suatu alasan. Hal ini pun berlaku untuk "Bhineka Tunggal Ika". Tulisan yang berarti "Walaupun berbeda-beda tetap satu jua," diletakan di simbol negara kita bukan sebagai hiasan atau peramai saja.

Mereka adalah harapan. Pancasila dan semboyan negara kita adalah sebuah harapan yang diberikan para pahlawan kepada kita. Harapan agar Indonesia yang penuh perbedaan ini bisa saling menguatkan, bukan saling memisahkan diri. Sebab sejarah telah membuktikan, Indonesia akan kehilangan identitasnya dan hancur begitu ia tidak bersatu.

Perlawanan kedaerahan yang tak pernah kunjung berhasil mengusir kolonialisme dan imperialisme dari bumi kita merupakan hasil dari saat Indonesia masih menganggap perbedaan adalah pemisah, bukan penghubung. Akan sangat gawat jika kita kembali ke masa itu. Di zaman sekarang ini, banyak sekali senjata terselubung yang tak akan bisa dilawan dengan bambu runcing atau senjata semodern apapun. Senjata-senjata terselubung ini ada di mana-mana dan sangat pandai dalam menampakan dirinya sebagai sesuatu yang menggiurkan. Salah satu dari mereka bernama individualisme.

Pikiran yang menekankan kepentingan diri sendiri adalah yang paling utama---pikiran semacam ini adalah sebuah bentuk egoisme yang kerap kita temukan di zaman modern ini. Keinginan untuk menang sendiri, baik untuk diri sendiri atau golongan, pun juga telah tumbuh di Indonesia. Sementara, pada kenyataannya hal inilah yang mengancam persatuan di Indonesia.

Bagi negara heterogen seperti Indonesia, mementingkan kepentingan golongan di atas persatuan adalah hal yang tabu. Hal ini dapat memecah belah Indonesia, menghancurkan RI, dan membawa banyak hal negatif lainnya. Salah satu dari banyak hal negatif tersebut adalah peperangan dna beragam konflik politik. Kemungkinan terburuk adalah bubarnya Indonesia. Apabila pembubaran NKRI terjadi akibat perpecahan antar suku, dapat terlahir negara-negara kecil yang bersifat homogen---dengan kata lain, matilah keragaman budaya yang dikagumi oleh dunia internasional. Ini, sesungguhnya, tak ada bedanya dengan membunuh Indonesia dan daya tarik utamanya.  Akan tetapi jika kita menghilangkan sifat egois kita baik terhadap pribadi maupun kelompok maka persatuan kita akan terjamin. Kita dapat menjaga Indonesia dan keaneka ragamannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline