Lihat ke Halaman Asli

Divanya Vinanda

Mahasiswi S1 Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Airlangga

Kegiatan Literasi Sastra pada Tingkat Sekolah Dasar

Diperbarui: 19 Juni 2024   11:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia memiliki tingkat literasi yang tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Fakta ini berdasarkan berbagai penelitian yang menyatakan hal serupa sehingga dapat dikonklusikan jumlah presentase tingkat literasi di Indonesia adalah 0,001%. Jumlah tersebut mengartikan bahwa dari seribu orang Indonesia, hanya satu orang saja yang gemar dan rajin membaca. 

Hal ini sangat memprihatinkan terutama ketika mengetahui lebih lanjut sebagian besar masyarakat Indonesia yang 'melek huruf' berada di daerah perkotaan. Beberapa daerah terpencil seperti di pelosok desa memiliki angka 'melek huruf' yang cenderung lebih kecil sehingga tingkat literasi pun selaras dengan data tersebut. 

Dalam mengupayakan peningkatan literasi di Indonesia, pemerintah menciptakan program wajib belajar selama dua belas tahun yang kemudian melahirkan jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK. Hadirnya program tersebut didasari oleh salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat literasi di Indonesia yakni pemerataan pendidikan.

Pada kegiatan belajar-mengajar, pendidikan literasi diterapkan dengan kegiatan membaca rutin pada waktu-waktu tertentu. Hal ini dilakukan agar budaya membaca di kalangan siswa dan siswi dapat terbentuk sehingga meningkatkan minat baca mereka terhadap media baca. 

Agar para murid tidak merasa tertekan oleh kegiatan tersebut, maka mereka dibebaskan untuk membaca buku apa saja. Terkadang di beberapa sekolah, para murid diperbolehkan membawa buku bacaan dari rumah. Tetapi ada pula beberapa sekolah yang sudah menyiapkan buku bacaan di setiap kelas yang berasal dari donasi para murid. 

Tempat bacaan tersebut kemudian diberi nama "Sudut Baca" yang dengan harapan dapat memicu para murid untuk menciptakan kebiasaan membaca meskipun di luar kegiatan literasi yang diadakan pada waktu tertentu. 

Upaya ini cukup efektif dikarenakan para murid diberikan kebebasan untuk menciptakan lingkungan baca yang nyaman sehingga mereka tidak merasa bahwa kegiatan literasi tersebut merupakan suatu pemaksaan. Akan tetapi, meskipun fasilitas terkait literasi sudah diberikan, angka literasi di Indonesia belum menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Seiring berjalannya waktu, pemerintah melakukan perubahan terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Demi menunjang tingkat literasi di negeri ini, sastra mulai dimasukan ke dalam kurikulum anak sekolah. Fenomena ini menjadi buah bibir bagi masyarakat hingga para akademis. 

Selain bertujuan untuk meningkatkan kemampuan literasi, masuknya sastra ke dalam kurikulum pendidikan merupakan suatu upaya untuk memperkaya pengalaman belajar serta menumbuhkan apresiasi terhadap budaya dan sejarah melalui karya sastra. Ketika para siswa sudah terpapar oleh kurikulum tersebut maka harapannya mereka tidak hanya terampil dalam membaca dan menulis tetapi juga dapat berpikir kritis saat mendapati masalah yang ada di dalam karya sastra. 

Sikap empati juga turut diolah agar mampu memahami betapa kompleksnya kehidupan manusia yang sebenarnya. Selain itu, melalui karya sastra para murid juga diajarkan untuk mengenal berbagai sudut pandang dalam memahami berbagai macam cerminan dari kehidupan nyata.

Fenomena sastra masuk kurikulum tidak hanya disertai dengan harapan yang dicetuskan dalam kelebihannya mendidik anak bangsa dalam bidang membaca. Fenomena tersebut juga menciptakan kegamangan dalam pengimplementasiannya terhadap para murid sekolah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline