Jejak sejarah batik malang tidak ada yang mengungkap secara eksplisit tentang awal mula kemunculan batik serta budaya Batik Malang, namun jika kita merujuk pada berbagai macam kegiatan upacara tradisional pada abad ke XIX, akan banyak ditemui para pria dan wanita menggunakan medhang koro (hiasan kepala; udeng atau sewek) dengan motif batik sidomukti. Jika kita cermati bersama, bisa jadi kegiatan membatik ini merupakan budaya yang ditularkan oleh kerajaan mataram kuno saat menguasai kerajaan singosari pada tahun 1222 M.
Motif batik malang yang menjadi ciri khas tersebut dibuat berdasarkan ilustrasi candi-candi hindu peninggalan Kerajaan Kanjuruhan dari abad ketujuh. Salah satu motif batik malang yang paling populer diantara motif batik lainnya yaitu motif batik bunga teratai. Motif batik tersebut mempunyai komposisi perpaduan motif diantaranya, Mahkota, gambar Tugu Malang, Rumbai Singa, Arca, Bunga Teratai, sulur-sulur juga isen-isen berbentuk belah ketupat
Dilihat dari teknik pembuatan batik, maka industri Batik Lintang termasuk kategori industri yang masih bersifat tradisional karena lebih banyak menggunakan tenaga manusia, baik dalam proses produksi maupun pemasarannya. Keberadaan usaha batik yang berpusat di desa Ngijo Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang ini memiliki pekerja kurang lebih sebanyak 16 orang. Dengan semakin berkembangnya industri Batik Lintang maka diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah lebih banyak, sehingga dapat membantu mengurangi jumlah pengangguran dan akan berdampak pada meningkatkannya penghasilan masyarakat sekitar
Bu Ita, pemilik Batik Lintang menyatakan beliau memiliki treatment dan sistem khusus dalam memperlakukan pegawainya, yakni sistem kekeluargaan. Beliau menyatakan alasan beliau menggunakan sistem kekeluargaan dalam mengelola bisnis nya adalah karena hal tersebut mempermudah Bu Ita untuk melakukan quality control. Industri yang mengandalkan tenaga manusia terutama batik tulis tidak dapat terhindar dari human error. Dipilihnya sistem kerja ini juga berpengaruh pada loyalitas serta kejujuran karyawan.
Pemilik memaparkan bahwa tidak jarang terjadi human error dalam proses pembuatan batik seperti salah goresan saat mencanting atau ada lilin yang menetes di luar pola. Karyawan harus melaporkan setiap detail yang terjadi selama proses pengerjaan kepada pemilik untuk menjaga kualitas batik serta kepercayaan para customer. Oleh karena itu, hubungan yang terbuka antara pekerja dan pemilik menjadi salah satu kunci utama agar kedua belah pihak tahu apa saja yang terjadi selama proses produksi batik tulis.
Pemilik juga memaparkan jarang terjadi hambatan komunikasi antar pekerja karena frekuensi bertemu yang lumayan sering walaupun kadang pemilik harus pergi keluar kota selama beberapa hari. Namun hal tersebut tidak menjadi kendala dalam komunikasi maupun quality control. Hambatan yang dialami oleh Industri Pabrik Lintang adalah hilangnya sebagian pekerja pada saat pandemi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H