Lihat ke Halaman Asli

Diva Handayani

mahasiswa baru

Pemberontakan Petani di Kemusu Tahun 1985

Diperbarui: 1 November 2022   13:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bagaimana pemberontakan petani di Kemusu tahun 1985—1993

Tanah merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia, meskipun tanah dianggap bukan suatu kebutuhan primer, tetapi peran tanah bagi kehidupan manusia sangatlah penting meski kehadirannya acapkali sering tidak dianggap. Tanah bersahabat baik dengan para petani tentunya petani haruslah memiliki tanah garapan untuk bisa bekerja sekalipun tanah yang dikerjakan bukanlah milik pribadi, melaikan milik seseorang.

Namun, tetap saja tanah dan petani ialah simbol dari kehidupan bermasyarakat yang kita ketahui petani menanam padi dan padi yang diperoleh para petani itulah yang nantinya mengalami proses panjang sehingga menjadikannya beras yang sering masyarakat Indonesia konsumsi. 

Sayangnya sering kali penggusuran-penggusuran tanah milik para petani terus diberlangsungkan untuk banyak kepentingan konstruksi meski kadang konpensasi yang diterima tidaklah seberapa, tanah-tanah yang digusur tadi sering kali dijadikan gedung-gedung tinggi pencakar langit,waduk,  hunian mewah, juga tak jarang dijadikan sebuah kawasan industri. Hal inilah yang acapkali membuat pemberontakan petani muncul tidak terelakkan.

Sama halnya dengan para petani di Kecamatan Kemusu, Boyolali yang akhirnya sudah tidak mempercayai lagi birokrasi pemerintahan pada saat itu (1985).
Pada mulanya, latar belakang pemberontakan petani di Kemusu ini didasari oleh pembangunan Waduk Kedungombo, ialah salah satu proyek pengelolaan dari DAS(Daerah Aliran Sungai) di wilayah Jawa Tengah.

Sebenarnya, banyak manfaat yang terancang dari pembangunan Waduk Kedungombo ini, beberapa diantaranya ialah meningkatkan pengamanan dan pengendalian banjir untuk melindungi daerah pertanian, perindustrian, dan pemukiman warga, Meningkatkan penyediaan air irigasi
dan pembuatan jaringan suplesinya
termasuk pengembangan jaringan irigasi
tersier juga  Meningkatkan penyedian air dan tenaga
listrik untuk daerah-daerah perindustrian
dan pemukiman serta meningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah proyek.

Faktor lainnya yang menyebabkan pemberontakan petani di Kemusu Boyolali ini ialah Faktor Objektif Struktural, tentu hal ini berkaitan dengan struktur kekuasaan. Masalah yang terus menurut berlangsung akibat pembangunan Waduk Kedungombo ini tak lain disebabkan oleh kinerja birokrasi. Birokrasi yang seharusnya menjadi penengah atau perantara bagi Pemerintah selaku pelaku pembangunan dan para petani selaku objek dari pembangunan. Birokrasi malah menjadi penguasa atas proyek pembangunan tersebut hingga menjadi otoritas dan melupakan memanusiakan manusia atau yang sering kita sebut manusiawi.

 Dalam hal ini para petani Kemusu, sangat dirugikan mulai dari aspirasi para petani tidak dihiraukan, serta harus tunduk terhadap birokrasi secara paksa. Hal ini terjadi mengenai masalah biaya ganti rugi pembebasan tanah.
Hal ini juga dilakukan secara angkuh oleh para birokrasi dan militer sehingga membuat para petani Kemusu marah.
Para militer pun ikut membantu birokrasi dalam menghadapi petani Kemusu, sehingga petani Kemusu merasa direndahkan kedudukannya. Para militer membantu birokrasi mengamankan proyek, menjadikan  militer tidak bersahabat dengan petani.

Adapula keangkuhan lainnya ialah arogansi kekuasaan hal ini banyak tidak disenangi para petani di Kemusu sebab adanya tindakan politik kekuasaan melalui aparat
Birokrasi yang menekan para petani, memaksa petani dalam hal pembebasan tanah
Pendekatan yang tidak simpatik juga menjadi faktor marahnya para petani di Kemusu
Media massa pada saat itu pun, memberikan informasi-informasi yang tidak benar terkait para petani di Kemusu dan memojokkan para petani

Sebab lainnya ialah faktor subjektifitas Masyarakat.
Masyarakat Kemusu, acapkali menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan yang melekat pada diri mereka sehingga  membuat mereka benar-benar mempertahankan tanah-tanah mereka. Para petani Kemusu pun mempertahankan tanah-tanah mereka karena menganggap tanah tersebut merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang yang harus dijaga sampai kapan pun tanpa terkecuali. Pendataan pengosongan tanah  yang secara mendadak membuat para petani Kemusu sangat kebingungan apalagi dengan konpensasi yang mereka dapatkan sangatlah murah, yakni RP 250.00 rupiah saja per meter persegi.

Proyek pembangunan Waduk Kedungombo juga membuat para petani khawatir akan putusnya hubungan kekerabatan yang selama ini terjalin dengan baik di dalam masyarakat. Hal ini membuat lapisan tinggi di masyarakat dalam tatanan sosial pun ikut mengkhawatirkan tentang proyek pembangunan Waduk yang bisa membuat rusaknya kekerabatan di kalangan masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline