Lihat ke Halaman Asli

Diva Fisya Anafri

Mahasiswa Universitas Mercu Buana

Diskursus Jeremy Bentham's Hedonistic Calculus dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

Diperbarui: 15 Desember 2023   03:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Pribadi 1 - Cover

Perkenalkan nama saya, Diva Fisya Anafri, Mahasiswa S1 Akuntansi dengan NIM, 43222010010, saat ini saya adalah mahasiwa semester 3 di Univeristas Mercu Buana. Pada kesempatan kali ini saya akan menulis artikel tentang "Diskursus Jeremy Bentham's Hedonistic Calculus dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia". Sebagai tugas mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi & Etik UMB, dengan dosen pengampu  Prof. Dr. Apollo Daito, M.Si.Ak.
Negara Indonesia adalah negara hukum, sudah sepatutnya sebagai negara hukum, negara ini melindungi seluruh rakyatnya. Sebagaimana terdapat pada Undang Undang Dasar tahun 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia pada aline ke IV yang berbunyi ".

Untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia......". Artinya seluruh rakyat Indonesia berhak untuk mendapatkan Kedamaian, Kententraman, Keamanan dan terhindar dari macam tindak kriminalitas. Semua hal itu berhak didapatkan tanpa membeda bedakan Ras, Suku, maupun Budaya, sesuai yang ada pada sila kelima Negara Kesatuan Repunlik Indonesia, yang berbunyi "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Namun apakah pengimplementasiannya sudah diterapkan dengan baik dinegara ini?, Penulis rasa pengimplementasiannya belum diterapkan secara baik, karena pada kenyataannya. Masih banyak rakyat kecil di Indonesia yang masih sengsara.

Dengan aparat hukum yang ada, diharapkan penegakan hukum dapat ditangani, akan tetapi jika penegakan hukum tidak ditangani dengan baik maka tidak menutup kemungkinan bahwa tindak kejahatan akan semakin merajalela, salah satunya tindak kejahatan kasus korupsi. Kasus korupsi di negara ini seolah olah sudah menjadi "Budaya" bagi para pemimpin di negeri ini. Tidak semua pemimpin banyak juga pemimpin yang masih bersikap jujur, namun mayoritasnya jika seseorang sudah memimpin sesuatu, tak lama lagi ia pasti akan melakukan tindakan korupsi.

Korupsi dapat diartikan sebagai perbuatan melenceng dari tugas dan penyelewengan uang negara atau perusahaan demi keuntungan pribadi atau pihak lain. Konsekuensi dari tindakan korupsi dapat merugikan ekonomi negara, mengancam demokrasi, dan menghambat kesejahteraan umum. Pemerintah telah berusaha keras untuk menyelesaikan kasus korupsi melalui berbagai kebijakan yang bertujuan memberantas korupsi. Meskipun demikian, masih terdapat banyak kasus korupsi yang tidak mendapatkan penanganan serius dan kompleks.

Korupsi merupakan tantangan serius yang perlu diatasi guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat. Berbagai laporan mengenai korupsi yang terus muncul setiap hari melalui media massa, baik cetak maupun elektronik, menunjukkan adanya peningkatan dan evolusi dalam model-model korupsi. Meskipun lembaga-lembaga anti-korupsi telah didirikan, namun tampaknya mereka belum cukup efektif untuk menghentikan praktek-praktek yang merugikan ini.
Peraturan perundang-undangan, sebagai bagian integral dari politik hukum yang dibuat oleh pemerintah, terkadang diabaikan dan kehilangan maknanya jika tidak disertai dengan komitmen serius untuk mengimplementasikan aturan hukum yang ada. Politik hukum hanya memiliki dampak yang terbatas tanpa adanya upaya pemulihan terhadap pelaku tindakan korupsi atau pelanggar hukum. Kejadian semacam ini menegaskan bahwa politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih dari sekadar pencapaian tren umum yang tengah berlangsung, tanpa adanya tekad nyata untuk menegakkan aturan yang telah ditetapkan.

Dari uraian materi diatas, mari kita kaitkan dengan pemikiran teori seorang filsuf bernama Jeremy Bentham
Jeremy Bentham, seorang filsuf, pengacara, dan ekonom asal Inggris, tetap terkenal dengan teori utilitarianismenya yang modern hingga saat ini. Lahir di London, Bentham menempuh pendidikan di Oxford, dan kemudian memenuhi syarat sebagai seorang pengacara di kota tersebut. Filsuf empiris di bidang moralitas dan politik, pengaruh Bentham semakin diakui dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Aksioma mendasar filosofinya, "The Greatest Happiness of the Greatest Number" (kebahagiaan terbesar dari jumlah terbesar), menjadi ukuran kebaikan dan kejahatan.

Jeremy Bentham, yang juga dikenal sebagai ahli teori filsafat hukum Anglo-Amerika dan seorang radikal politik, mewakili gagasan-gagasan yang mempengaruhi perkembangan negara kesejahteraan. Pandangannya mendukung kebebasan pribadi dan ekonomi, pemisahan gereja dan negara, kebebasan berekspresi, kesetaraan bagi perempuan, dan hak untuk bercerai. Dalam esai yang tidak diterbitkan, dia bahkan mengemukakan pandangannya terkait dekriminalisasi tindakan homoseksual.
Jeremy Bentham lahir pada tahun 1748 di London, hidup pada periode perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang signifikan, serta mengalami dampak dari revolusi Perancis dan Amerika yang memperkenalkannya pada ide-ide filosofisnya. Terpengaruh oleh ajaran David Hume, Bentham meyakini bahwa segala sesuatu yang berguna akan membawa kebahagiaan. Bagi Bentham, hakikat kebahagiaan adalah hidup tanpa suka dan duka.

Sejak masa kecilnya, Bentham telah menunjukkan minat pada studi dan bahasa Latin sebelum mencapai usia tiga tahun. Pendidikannya berlanjut di Westminster School dan Queen's College, Oxford, dengan fokus pada studi hukum. Jeremy Bentham, seorang filsuf dan reformator sosial pada abad ke-18, dikenal karena memperkenalkan konsep utilitarianisme yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan sebesar mungkin bagi sebanyak mungkin orang. "Hedonistic Calculus" adalah salah satu elemen utama dalam pemikiran Bentham, suatu metode untuk mengukur tingkat kebahagiaan dan penderitaan yang diakibatkan oleh tindakan tertentu. Dalam konteks fenomena kejahatan korupsi di Indonesia, pemikiran Bentham memberikan wawasan yang berharga tentang cara memahami, menganalisis, dan potensial mengatasi permasalahan tersebut.

Setelah mengenal biografi seorang filsuf bernama Jeremy Bentham. Selanjutnya mari kita kaitkan fenomena korupsi di Indonesia dengan teori yang ia kemukakan, yaitu teori Hedonistic Calculus.
Apa itu (What?) dari teori Hedonistic  Calculus akan kita bahas terlebih dahulu.

Gambar Pribadi 2 - What

Hedonistic Calculus, sebuah konsep yang diperkenalkan oleh filsuf Utilitarianisme, Jeremy Bentham, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan moral dengan mengukur dan menilai kebahagiaan atau kesenangan. Beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam konsep ini mencakup intensitas kesenangan atau penderitaan, durasi pengalaman, kepastian kebahagiaan atau penderitaan, kemungkinan pengalaman serupa di masa depan, kesesuaian dengan nilai-nilai sosial, dan kemampuan untuk mengontrol pengalaman tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline