Lihat ke Halaman Asli

Ditya Mubtadiin

@ditya_mub28

Memahami Penampilan Gasly di Red Bull yang Tidak Bagus-bagus Amat

Diperbarui: 27 Juni 2019   10:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pierre Gasly, GP Prancis 2019 - sumber: Motorsport Images

Setiap orang selalu kesulitan dan membutuhkan adaptasi ketika menempati tempat kerja yang baru, bukan? Begitu pula dengan pembalap F1 yang pindah dari satu tim ke tim lainnya, apalagi dengan pengalaman yang bisa dibilang minim. Itulah gambaran dari Pierre Gasly musim ini.

Musim lalu, dia memulai debut musim penuhnya di F1 (musim 2017 sudah debut balapan) bersama Toro Rosso sebagai pembalap akademi Red Bull yang sudah pasti mengincar kursi di tim utama. Musim ini, dia mendapat kesempatan untuk membalap di kursi tim Red Bull, salah satu dari tiga tim besar di F1.

Seperti gambaran pada paragraf kedua, Gasly kesulitan dalam memberikan penampilan terbaiknya di Red Bull. Lebih tepatnya, di bawah ekspektasi publik. Padahal sudah melakoni ronde kedelapan, namun hasil positif tak kunjung menghampiri.

Sejauh ini, pembalap Prancis ini tak mampu menembus 4 besar ketika menyelesaikan balapan. Finis terbaiknya ada di GP Monako lalu, dimana dia menyentuh garis finis di urutan kelima ditambah raihan fastest lap.

Sebenarnya apa yang dialami Pierre Gasly ini bisa dibilang cukup wajar, apalagi dalam dunia balap beserta segala kompleksitasnya. Gasly yang baru "naik kelas" dari masa belajarnya di Toro Rosso ke Red Bull sebagai tim utama, tentu saja seperti yang dituliskan pada paragraf pertama akan sulit dan butuh adaptasi.

Hal itu sebenarnya sudah diwanti-wanti oleh bos tim Toro Rosso, Franz Tost musim lalu. Dimana dia mengatakan bahwa Gasly jelas akan kesulitan pada periode awalnya di Red Bull. Terlebih ini bukan tim papan tengah yang biasa ditempati pembalap debutan untuk belajar seperti Toro Rosso. Tapi, ini adalah Red Bull dengan reputasinya yang pernah dominasi F1 musim 2010-2013 dengan segudang trofi.

Dengan reputasi Red Bull sebagai penantang baris depan bersama Ferrari dan Mercedes, tentu sudah memberi tekanan tersendiri pada diri Pierre Gasly. Dan itu normal. Ya, sudah pasti, siapa yang tidak tertekan membalap dengan salah satu tim besar di F1?

Jika bicara masalah tekanan, pasti semua pembalap juga merasakan tekanan (kecuali mungkin duoa Williams, karena tempat finis mereka selalu sama, hehe). Tetapi, tekanan yang diterima oleh Gasly, sepertinya agak berbeda dengan pembalap kebanyakan, mengingat ini adalah musim pertamanya di Red Bull.

Mulai dari tekanan media yang terus menerus menanyakan performa dirinya ketika balapan yang tidak bagus-bagus amat, kemudian rumor ini itu yang mengecap penampilan Gasly sebagai penampilan yang di bawah standar untuk tim sekelas Red Bull. Lalu tekanan dari penggemar yang sudah berekspektasi tinggi terhadap Gasly.

Bicara soal tekanan dari penggemar, bisa dibilang tekanannya cukup besar mengingat ekspektasi yang dibebankan kepada Gasly cukup besar. Ketika pertama kali diumumkan saat nama Pierre Gasly akan menggantikan Daniel Ricciardo untuk dampingi Max Verstappen, reaksi para penggemar saat itu adalah ini akan menjadi duet maut.

Hal ini dikarenakan pada musim sebelumnya, musim 2018, dimana Gasly lakoni musim penuh pertamanya di F1 bersama Toro Rosso-Honda, dia berhasil mencuri perhatian para penggemar F1 dengan penampilan apik nan heroiknya pada GP Bahrain, dimana dia berhasil finis di posisi keempat, finis terbaiknya sampai saat ini yang sayangnya belum bisa dia ulangi bersama Red Bull.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline