Kapal pesiar adalah kapal mewah yang digunakan untuk rekreasi atau pariwisata. Kapal ini biasanya memiliki fasilitas yang mewah dan lengkap seperti hotel berbintang. Oleh karena itu, kapal pesiar menjadi salah satu barang yang bernilai tinggi sehingga dapat digolongkan sebagai barang mewah. Setiap adanya barang mewah di Indonesia, pemerintah akan memberikan tarif pajak atas barang mewah atau yang dikenal PPnBM. PPnBM adalah jenis pajak yang dikenakan pada barang mewah kepada produsen saat memproduksi atau mengimpor barang tersebut untuk kegiatan usaha atau pekerjaannya. Hal ini berarti, segala barang mewah yang diimpor oleh importir atau pengusaha untuk memproduksi barang tersebut di dalam wilayah pabean akan dikenai satu kali pajak penjualan atas barang mewah.
Saat ini, Kementerian Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, telah membuat kebijakan baru berupa pembebasan pajak untuk kapal pesiar atau Yacht dari pengenaan Pajak penjualan barang mewah (PPnBM) sebesar 75%. Pembebasan ini maksudnya adalah pemerintah tidak akan mengenakan pajak barang mewah terhadap impor kapal pesiar atau Yacht yang secara khusus ditujukan untuk kegiatan pariwisata. Pembebasan ini telah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96/PMK.03/2021 tentang penetapan Jenis Barang Kena Pajak selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan terhadap barang mewah dan tata cara untuk pengecualian atas barang yang terkena PPnBM.
Sebelum adanya kebijakan ini, pembebasan untuk kapal Yacht dari pengenaan PPnBM hanya ditujukan untuk kapal Yacht yang fungsinya untuk kepentingan negara dan angkutan umum. Namun, Kementerian Keuangan, akhirnya membuat kebijakan baru untuk menambah jenis fungsi kapal Yacht yang akan dibebaskan dari pengenaan PPnBM, yaitu untuk kegiatan usaha pariwisata. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan potensi usaha pariwisata bahari di Indonesia sehingga Indonesia dapat mengembalikan gelar sebagai negara dengan destinasi wisata favorit bagi wisatawan kapal pesiar yang sebelumnya Indonesia pernah menjadi negara yang masuk dalam 10 negara paling banyak dikunjungi kapal pesiar di Asia pada tahun 2014.
Untuk mengaplikasikan kebijakan ini, ada beberapa peraturan yang wajib ditaati oleh pengusaha. Kapal pesiar yang dibeli oleh pengusaha untuk kepentingan negara atau angkutan umum, akan diberikan langsung kepada pengusaha atau wajib pajak tanpa harus melampirkan Surat Keterangan Bebas Pajak (SKB) PPnBM dalam golongan Barang Kena Pajak (BKP) mewah. Oleh karena itu, pemerintah memberikan fasilitas pembebasan PPN sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan kepada wajib pajak yang membeli kapal pesiar dengan tujuan kepentingan negara.
Pengusaha yang membeli kapal Yacht untuk tujuan kegiatan usaha pariwisata, juga akan dibebaskan dari pengenaan PPnBM. Untuk mendapatkan kebebasan tersebut, terdapat syarat yang harus dipenuhi pengusaha atau wajib pajak. Syarat tersebut adalah pengusaha harus menyertakan lampiran Surat Keterangan Bebas Pajak (SKB) PPnBM untuk setiap kali impor kapal dan sebelum pengajuan pemberitahuan pabean impor atau menerima penyerahan terhadap pembelian kapal pesiar. Jika wajib pajak tidak dapat melampirkan SKB PPnBM kepada Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, maka wajib pajak akan dikenai pajak terhadap pembelian barang mewah atau PPnBM sebesar 75%.
Kebijakan pembebasan pajak terhadap kapal pesiar ini tentu menimbulkan banyak sekali pertanyaan dari masyarakat. Salah satunya adalah apakah Indonesia tidak mengalami kerugian jika Indonesia kehilangan penerimaan perpajakan sebesar 75% dari pembelian kapal pesiar oleh pengusaha mengingat harga kapal pesiar sangatlah mahal sehingga sangatlah menguntungkan bagi Indonesia apabila dapat meraup penerimaan dari pengenaan pajak kapal pesiar.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, menyampaikan pendapatnya dari kebijakan ini. Menurutnya, kebijakan pembebasan itu sangat menguntungkan Indonesia karena penerimaan devisa yang dapat meningkat lebih pesat. Ia pun menuturkan bahwa dengan penetapan PPnBM untuk kapal pesiar, Indonesia menerima pemasukan devisa dari kapal pesiar sebesar Rp 9 miliar per tahun. Jika kebijakan pembebasan pajak kapal pesiar dihapus, maka Indonesia dapat meraup hingga Rp 6,2 triliun per tahun atau setara US$ 443 juta. Pemasukan yang diterima oleh Indonesia sebesar itu didapatkan dari biaya perawatan, bahan bakar, makanan, dan perawatan lainnya yang dilakukan di Indonesia.
Pendapat lainnya juga disampaikan oleh Menteri Pariwisata Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo, Arief Yahya. Melalui rapat usulan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, ia menyampaikan bahwa kebijakan pembebasan pajak terhadap kapal pesiar atau yacht akan membawa dampak yang baik bagi Indonesia berupa kenaikan penerimaan negara di bidang pariwisata. Kenaikan ini juga dapat menggantikan kerugian penerimaan negara di sektor perpajakan imbas dari penghapusan pajak atas penjualan barang mewah tersebut. Kenaikan penerimaan negara ini diprediksi dapat meningkat sebesar 5 kali lipat dari pendapatan awal.
Arief Yahya menambahkan bahwa dengan adanya kebijakan ini, Indonesia akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar juga. Hal ini dikarenakan kebijakan ini akan membuat banyak kapal pesiar atau yacht asing yang masuk ke wilayah Indonesia. Dengan demikian, penerimaan negara akan bertambah dengan adanya bea sandar untuk kapal yang berada di pelabuhan Indonesia dan kegiatan perawatan yang dilakukan di Indonesia. Arief Yahya memperhitungkan bahwa adanya kapal pesiar asing yang semakin banyak masuk ke Indonesia akan membuat Indonesia meraih pendapatan sebesar US$350 juta setiap tahunnya dari bea sandar dan perawatan tersebut.