Membaca kisah Burlian dalam novel "Si Anak Spesial" karya Tere Liye sungguh menyegarkan. Kisah berlatar tanah Sumatera pada saat Muhammad Ali dan Maradona sedang berjaya ini sukses membuat saya tersenyum, tertawa, bahkan menangis haru saat membaca.
Buku ini menceritakan kisah masa kecil Burlian, Si Anak Spesial. Banyak kisah berharga yang bisa kita ambil hikmahnya seperti saat Burlian mencoba bolos sekolah sehingga esok harinya dihukum Mamak mencari kayu bakar di hutan seharian (dari pagi hingga magrib), kisah pohon sengon yang diajarkan langsung oleh Bapak dengan learning by doing dan kisah menunggu durian jatuh (menyadarkan kita akan betapa pentingnya pendidikan), atau kisah tentang Ahmad, si ringkih hitam yang jago bermain bola.
Buku ini juga menceritakan bagaimana senapan angin bisa membawa Burlian hingga hampir diterkam buaya. Bercerita tentang murid-murid kampung di sekitar Bukit Barisan yang umumnya berhenti sekolah saat kelas lima SD karena memilih pergi ke ladang membantu orang tua (menganggap ijazah tidak penting jika ujung-ujungnya hanya menjadi petani).
Bercerita tentang Pak Bin, seorang guru teladan dengan status honorer yang bahkan setelah 25 tahun mengabdi dan berkali-kali ikut tes PNS namun selalu berujung kegagalan hanya karena tak punya "uang" untuk mengantongi para panitia seleksi.
Kisah Burlian berlanjut saat proyek pemerintah membangun jalan raya yang dipimpin Nakamura-san menembus kampungnya. Kisah bahwa jalan-jalan yang dibangun tak pernah berujung. Dilanjut dengan kisah Burlian yang 'ngambek' karena Mamak batal membelikan sepeda sesuai janji. Hingga hatinya melunak usai mendengar cerita Bapak tentang kisah seorang Ibu dan rumah lebah (aslinya saya menangis saat membaca bagian ini).
Kisah pemilihan kampung, robohnya sekolah, rusa bertanduk, AMD (ABRI Masuk Desa) menjadi penutup kisah Burlian, si anak spesial. Ya, Burlian memang spesial karena ia mampu membela kehormatan temannya, mampu menyatukan kembali ayah (Nakamura) dan anak (Keiko) yang terpisah jarak, mampu menjalankan misi rahasia bersama Pak Bin agar temannya kembali sekolah, mampu mencari cara sehingga ia, Cin dan Munjib meraih juara pada lomba lari (dimana hadiahnya dapat membantu Munjib melanjutkan sekolah), dsb.
Cerita dalam buku ini cocok dibaca oleh siapa saja. Khususnya generasi muda dan bagi yang berjiwa muda atau bagi yang sekedar ingin bernostalgia dengan masa kecilnya.
Seperti biasa, Tere Liye menyuguhkan pengetahuan-pengetahuan sederhana yang bisa jadi 'pengetahuan baru' bagi pembacanya. Seperti di buku ini, Tere Liye mengenalkan istilah satuan panjang pal, berbagai macam tanaman yang ada di hutan (meski sebagian tak dijelaskan), SDSB (Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah), beberapa alat sederhana seperti bubu (untuk menangkap ikan), engkol, lampu canting, atau nama-nama hewan seperti bengkarung, simpai serta sedikit istilah-istilah Belanda dan Jepang.
Buku ini bisa kita nikmati sambil menyesap kopi di pagi hari atau menikmati secangkir teh di kala senja. Saat tengah terjebak traffic jam, di kala hujan mengguyur dan memerangkap kita di dalam rumah, sambil menunggu bis kota atau ojek online, sambil menunggu pesanan datang, sambil menunggu Mamak masak, atau seperti saya yang membaca buku di selasar rumah sambil ditemani kucing kesayangan :D Hehe...
Adanya kebijaksanaan, persahabatan, kekeluargaan, kasih sayang orang tua, pentingnya menjaga alam dan pentingnya pendidikan yang dihadirkan dalam buku ini, menjadikan "Si Anak Spesial" sangat layak dibaca. 9 dari 10. Selamat membaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H