Perawat merupakan salah satu profesi yang memberikan pelayanan di bidang pelayanan kesehatan. Di antara tenaga kesehatan lainnya, perawatlah yang lebih sering berhadapan dan berinteraksi secara langsung dengan klien.
Dalam memberikan asuhan keperawatan baik kepada klien, keluarga, maupun masyarakat tentunya seorang perawat harus bersikap profesional serta menjunjung tinggi kode etik sesuai standar keperawatan yang ada sebagai bentuk tanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya. Penerapan kode etik juga sangat berpengaruh terhadap nilai kepuasan klien dan keluarganya kepada perawat.
Namun, saat ini ditemukan beberapa kasus akibat kurangnya penerapan kode etik keperawatan. Hal tersebut akhirnya menimbulkan konflik serta kesalahpahaman klien kepada perawat (Nasir & Purnomo, 2019). Mereka berpikiran bahwa perawat bisa saja melakukan pelecehan ketika melaksanakan asuhan keperawatan.
Dalam KBBI, pelecehan berarti tindakan menghina, menista, atau memandang rendah seseorang. Perawat atau tenaga kesehatan lain yang melakukan pelecehan berarti mereka telah melanggar kode etik profesi, sumpah profesi, pelanggaran pidana, dan UU Perlindungan Konsumen (CR-25, 2018).
Kasus tuduhan pelecehan perawat pada klien salah satunya ditemukan di Surabaya. Perawat berinisial ZA yang bekerja di Rumah Sakit National Hospital Surabaya dituduh melecehkan pasien bernama Widya. ZA dilaporkan meraba payudara pasien padahal saat itu dirinya hanya hendak melepas dan mengambil alat medis yang terletak di sekitar payudara pasien (Qodar, N., 2018).
Hal serupa pun terjadi di Puskesmas Tanete Kecamatan Bulukumpa, Sulawesi Selatan. Seorang perawat berinisial SL dituduh mencium dan melecehkan pasien wanita.
Perawat SL mengaku bahwa malam itu ES mengalami demam tinggi dan tidak ada anggota keluarga yang mendampingi sehingga dirinya yang meletakkan kompres di kepala ES (Heri, 2021).
Kasus-kasus di atas dapat terjadi karena kurangnya penerapan prinsip etik dalam tindakan yang dilakukan perawat. Etik keperawatan yang menjadi acuan bagi setiap perawat untuk selalu berfokus pada klien dalam setiap pemberian asuhan keperawatan memiliki delapan prinsip yang harus diperhatikan dan diterapkan. Prinsip-prinsip tersebut terdiri dari autonomy, beneficence, justice, nonmaleficence, accountability, confidentiality, fidelity, dan veracity (UAA, 2019).
Berdasarkan hasil survei terkait penerapan prinsip etik dalam salah satu jurnal yang ditulis oleh Ilkafah (2021), kasus-kasus tuduhan pelecehan perawat pada klien dapat terjadi karena perawat tidak menerapkan prinsip otonomi (autonomy), yaitu informed consent. Informed consent atau pemberian informasi oleh perawat kepada klien sebelum pemberian tindakan keperawatan sangat penting karena setiap klien memiliki hak untuk mengetahui tindakan medis yang didapatkannya dari perawat baik manfaat maupun risiko.
Selain itu, kasus tuduhan pelecehan perawat pada klien juga dapat terjadi karena perawat tidak menerapkan prinsip etik beneficence, yaitu mengedukasi. Pemberian edukasi kepada klien dan keluarga tentu sangat penting guna menambah pengetahuan yang mereka miliki mengenai tindakan-tindakan medis yang dilakukan perawat. Tindakan-tindakan perawat yang telah disebutkan seperti informed consent dan pemberian edukasi juga sangat penting untuk menghindari serta menghilangkan kesalahpahaman klien kepada perawat.
Dari banyaknya kasus tuduhan pelecehan perawat pada klien yang terjadi, akhirnya timbul mindset masyarakat yang berpikiran bahwa perawat mengambil kesempatan untuk melakukan pelecehan pada klien pada saat bertindak memberikan asuhan keperawatan. Hal tersebut tentunya dapat merugikan perawat maupun instansi tempat ia bekerja. Perawat jadi dipandang berperilaku tidak sopan dan buruk oleh klien sehingga membuat klien ragu dengan keahlian serta sikap profesional yang dimiliki perawat.