Lihat ke Halaman Asli

Filosofi Nihilism dalam Film Joker

Diperbarui: 13 Desember 2022   21:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

"Joker" merupakan film psychological thriller yang dirilis pada 4 Oktober 2019. Film yang disutradarai oleh Todd Phillips bersetting di tahun 1981. Film ini termasuk film yang sukses baik di pasaran maupun dibidang penghargaan. 

Pada ajang Academy Awards saja, dari 11 nominasi yang, film "Joker" berhasil meraih dua Piala Oscar. Joaquin Phoenix yang memerankan karakter Joker berhasil memenangkan kategori Aktor Utama Terbaik dan Hildur Gunadttir memenangkan kategori Musik Scoring Orisinal Terbaik. 

Joaquin Phoenix juga berhasil memboyong pengharagaan sebagai Aktor Terbaik dalam ajang British Academy Film Awards (BAFTA), Broadcast Film Critics Association Awards, Golden Globes, dan Screen Actors Guild Awards. 

Tidak hanya itu, film karya Todd Phillips ini menjadi film rating R atau dewasa dengan pendapatan tertinggi sepanjang masa berhasil mengalahkan pemegang rekor sebelumnya. Namun sebelum lanjut ke pembahasan saya akan jabarkan terlebih dahulu apa itu Nihilisme menurut Nietzsche dan apa hubungannya dengan film Joker.

Nihilisme adalah keyakinan bahwa semua nilai tidak berdasar dan tidak ada yang dapat diketahui atau dikomunikasikan. Nihilisme sering dikaitkan dengan pesimisme, ekstrimisme, dan skeptisisme radikal yang mengutuk keberadaan. Seorang nihilis sejati tidak akan percaya pada apa pun, tidak memiliki loyalitas, dan tidak memiliki tujuan selain, mungkin, dorongan untuk menghancurkan. 

Nihilisme paling sering dikaitkan dengan filsuf Jerman, Friedrich Nietzsche yang berpendapat bahwa efek korosifnya pada akhirnya akan menghancurkan semua keyakinan moral, agama, dan metafisik dan memicu krisis terbesar dalam sejarah manusia. 

Pada abad ke-20, tema-tema nihilistik, kegagalan epistemologis, penghancuran nilai, dan ketiadaan tujuan kosmis telah menyibukkan para seniman, kritikus sosial, dan filsuf. 

Pertengahan abad, misalnya, para eksistensialis membantu mempopulerkan prinsip nihilisme dalam upaya mereka untuk menumpulkan potensi destruktifnya. Pada akhir abad ini, keputusasaan eksistensial sebagai tanggapan terhadap nihilisme digantikan oleh sikap acuh tak acuh, yang sering dikaitkan dengan antifondasionalisme.

Sudah lebih dari satu abad sejak Nietzsche mengeksplorasi nihilisme dan implikasinya terhadap peradaban. Seperti yang dia prediksi, dampak nihilisme pada budaya dan nilai-nilai abad ke-20 telah meluas, teror apokaliptiknya memunculkan suasana kesuraman dan banyak kecemasan, kemarahan, dan teror. Teror itulah yang diterapkan oleh Arthur Fleck dalam film Joker. 

Lebih tepatnya Arthur Fleck menerapkan Filosofi Moral Nihilism dalam hidupnya. Ada scene dimana  Arthur Fleck ini bilang "Humor itu subjektif, kau bisa berpendapat aku lucu sedangkan orang lain bisa berpendapat aku tidak lucu" sama seperti moral, ada yang bilang moral kita baik ada juga yang bilang buruk. 

Persepsi baik dan buruk dan tiap orang itu berbeda-beda karena setiap orang menciptakan baik dan buruknya sendiri. Seperti perlakuan yang didapat oleh Joker atau Arthur Fleck dalam film ini. Di awal film kita diperlihatkan dia dibully, ditindas, bahkan dikeroyok hingga babak belur di sebuah kereta. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline