Situasi Pandemi Covid-19 yang muncul di Indonesia sejak tahun 2020 lalu telah membawa perubahan yang besar bagi kehidupan manusia. Aturan bekerja dirumah, belajar dari rumah, sampai beribadah dirumah saja menjadi salah satu upaya pencegahan virus Covid-19 saat ini. Perubahan aktivitas dan pola kehidupan seseorang pun terus terjadi. Aktivitas manusia yang biasa dilakukan secara tatap muka, sekarang berubah menjadi daring.
Berbagai fenomena baru pun muncul, salah satunya kekerasan berbasis gender di ranah digital. Mayoritas kasus kekerasan berbasis gender di ranah digital berbentuk revenge porn atau pornografi balas dendam. Revenge porn merupakan penyebaran gambar ataupun video tidak senonoh secara daring tanpa persetujuan kedua belah pihak. Biasanya korban dari kasus revenge porn ini adalah para perempuan remaja dan dewasa yang menjalin hubungan percintaan yang tidak sehat. Dengan adanya kasus seperti ini seakan-akan perempuan tidak mempunyai ruang aman untuk berekpresi.
Disamping kekerasan berbasis gender secara daring, berbagai kekerasan lain seperti kekerasan seksual terjadi ke para perempuan di Indonesia. Berdasarkan laporan kasus yang diterima Komnas Perempuan sejak tahun 2020 lalu, selama pandemi Covid-19 berlangsung terdapat sejumlah peningkatan kasus kekerasan seksual yang terjadi. Sampai bulan Juni 2021 tercatat ada sekitar 2.592 kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan Indonesia. Selain itu di bulan Oktober tahun 2021 ini Komnas Perempuan kembali menerima pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan sekitar 4.200 lebih. Ketua Komnas Perempuan menyatakan bahwa pandemi Covid-19 memberikan dampak baru dalam permasalahan keluarga dan hubungan seseorang. Maka dapat dikatakan bahwa Covid-19 yang terjadi ternyata tidak mengurangi berbagai kekerasan terhadap perempuan.
Salah satu contoh kasus kekerasan berbasis gender yang terjadi akhir tahun 2021 ini ialah kasus dugaan pelecehan seksual di Kampus. Kampus yang seharusnya menjadi tempat aman untuk menempuh pendidikan, berubah menjadi tempat yang menyeramkan terutama bagi para mahasiswi. Hal ini tentunya dikarenakan oleh perbuatan beberapa oknum yang tidak memiliki hati nurani.
Seperti yang terjadi di Universitas Sriwijaya, terdapat dugaan kasus pelecehan seksual oleh dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sriwijaya yang melecehkan beberapa mahasiswinya. Kasus pelecehan ini diawali pada 26 September 2021 dari unggahan anonim seorang mahasiswi di media sosial Unsrifess. Dan pada 6 Desember 2021, petugas Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumsel menahan dosen yang diduga melakukan pelecehan seksual usai melakukan beberapa pemeriksaan. Dosen berinisial AR tersebut akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswinya.
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 sebagai Solusi Pencegahan dan Penangan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi
Pada 31 Agustus 2021 lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim telah meresmikan aturan baru yaitu Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penangan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Tujuan dari adanya peraturan menteri ini adalah memberikan perlindungan terhadap seluruh bentuk kekerasan yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi, khususnya kekerasan seksual. Kekerasan seksual di sini mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, bahkan melalui media sosial. Meski menyebabkan kontroversi dan pro kontra dari berbagai pihak, sejatinya Permendikbud PPKS dirancang untuk mencegah kekerasan seksual di perguruan tinggi yang memang seharusnya dicegah.
Dalam kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Universitas Sriwijaya sebelumnya, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) Unsri membawa Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 sebagai landasan dalam penanganan kasus dugaan pelecehan seksual oleh dosen ini. Yang mana dalam Permendikbud No. 30 Tahun 2021 pasal 10 dijelaskan bahwa apabila terdapat laporan kekerasan seksual, perguruan tinggi wajib melakukan penanganan kekerasan sesksual melalui; pendampingan, perlindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban. Hal ini tentunya sangat membantu korban dengan menghilangkan segala kegelisahan apabila ingin melaporkan kasus pelecehan seksual.
Pendekatan Pembangunan Manusia dalam Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021
Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam sebuah laporannya "Global Human Development Report" memperkenalkan konsep tentang "Pembangunan Manusia (Human Development)" sebagai paradigma baru model pembangunan. Menurut UNDP, pembangunan manusia ini dirumuskan sebagai perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the choices of people), yang dapat dilihat sebagai proses upaya ke arah "perluasan pilihan" dan sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut.
Dalam hal ini konsep pembangunan manusia menekankan pada perluasan pilihan masyarakan untuk hidup penuh dengan kebebasan dan bermartabat. Pembangunan manusia juga dilihat sebagai pembangunan kemampuan manusia melalui pengetahuan, keterampilan, dan kesehatan. Bukan semata-mata hanya untuk pemenuhan harta dan uang, tujuan dari pembangunan ini adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan produktif.