Semua beranjak dari kebodohan manusia. Bangsa ini telah – menuju – gagal, hanya karena gagal – tidak mampu – mengendalikan asap. Jangankan asap, api saja yang menjadi sumber asap tidak mampu ditahan untuk tidak dipantikkan. Undang-undang, peraturan, bahkan pelaku culas oknum-oknum kebodohan, itu semua yang menyebabkan api terpantik, hutan hijau terbakar, dan asap pun menyelimuti langit Indonesia dan mencekik setiap kita pada akhirnya.
Semua beranjak dari kesalahan manusia. Ketika akal tidak dioptimalkan dengan sempurna, ketika faktor ekonomis menjadi hitungan logis akal para pembuat keputusan, ketika jalan pintas yang dipilih dan malas untuk mensintesis lebih jauh faedah / mudharatnya, ketika kita semua berorientasi hasil dan menghalalkan berbagai macam cara dalam berproses; api pun digunakan untuk mendulang dollar, tanpa peduli apa yang akan terjadi. Para pembakar hutan, si pembuat keputusan, si penyetuju perundang-undangan, mereka tetap mampu membeli oksigen, dimana ketika rakyat jelata sedang tercekik gas karbon yang sangat menyesakkan dada.
Semua beranjak dari khilaf manusia. Ketika langit biru pun, api – malah dengan bangganya – terus dipantikkan. Sebagian orang bahkan dengan angkuh bediri di garda terdepan untuk membela rokok. Sebagian orang bahkan berusaha membuat dalil-dalil tak logis mengenai rokok. Mereka Membela sesuatu yang sebenarnya melemahkan bangsa ini, melemahkan negara ini, melemahkan individu-individu yang seharusnya menjadi individu-individu yang sangat kuat dan mampu memimpin dunia. Membela sesuatu yang sebenarnya secara hakikat pun sedang membakar habis kualitas sumber daya bangsa besar ini. Jadi tidak salah, jika ada gelombang yang mengatakan bahwa seharusnya bangsa ini telah masuk status darurat asap, termasuk asap rokok.
Asap – sebenarnya – adalah tanda, bahwa ada api yang terpantikkan. Asap – hakikatnya – adalah tanda, bahwa kita salah kelola. Asap – sesungguhnya – adalah tanda, bahwa kita salah mengambil keputusan. Segera matikan api itu. Segera matikan si pemantik api tersebut. Segera ubah tapak jalan kita, ikhlaskan bahwa kita harus mengubah cara eksekusi dan implementasi berkehidupan kita, berkehidupan bangsa ini.
Tidak ada kata lain, kembalilah kita kepada khitah kebenaran, bukan ke jalan yang aneh-aneh yang kadang menyesatkan. Akuilah bahwa negara ini salah urus. Akuilah bahwa kita semua khilaf. Akuilah bahwa kita semua telah memilih jalan dan cara yang bukan jalan dan cara yang seharusnya kita gunakan. Akuilah bahwa kita gagal, bahkan hanya untuk menghalau asap. Karena kita semua adalah fakir, karena kita semua adalah bodoh, karena kita semua adalah lemah, karena kita semua adalah kurang... Akuilah, dan kembalilah kejalan lurusNYA. Ya Rabb, ampuni kami... [dnu]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H