Lihat ke Halaman Asli

Bolehkah Berwakaf dengan Uang dan Saham?

Diperbarui: 11 Juni 2021   10:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tentunya kita sudah tidak asing lagi mendengar atau melihat istilah wakaf. Contohnya, mungkin kita pernah melihat tulisan "Tanah ini adalah Tanah Wakaf" atau mungkin "Masjid ini dibangun dan diwakafkan oleh" nah, dengan melihat tulisan tulisan tersebut, lalu sebenarnya wakaf itu apa sih? Lalu bagaimana hukumnya untuk berwakaf uang dan saham?

Wakaf secara bahasa berarti menahan dari kepindahan kepemilikan. Berasal dari kata waqafa -- yaqifu -- waqfan. sedangkan wakaf menurut istilah syari adalah suatu ungkapan yang mengandung penahanan harta miliknya kepada orang lain atau lembaga dengan cara menyerahkan suatu benda yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan.

Selama ini yang sering kita jumpai adalah wakaf dalam hal tanah atau bangunan seperti masjid. Namun ahir ahir ini kita menjumpai bahwa terdapat ketentuan dan kebolehan untuk berwakaf uang dan saham. Dengan hal ini apakah memang wakaf uang dan saham itu diperbolehkan?

 Wakaf uang dan saham merupakan bentuk alternatif wakaf yang populer dikaji dimasa modern. Bentuk wakaf ini sebenarnya telah ada sejak abad ke-7 yaitu pada masa Imam Zuhri, lalu populer kembali dimasa modern awal tahun 2000-an melalui Social Islamic Bank Limited (SIBIL).

 Dalam Pasal 16 ayat 3 UU No,41/2004 Tentang Wakaf disebutkan bahwa uang dan surat berharga termasuk kedalam jenis harta bergerak, dan wakaf benda bergerak menurut pandangan empat mazhab memiliki perbedaan pendapat. Diantara empat mazhab utama tersebut, hanya mazhab Hanafi sajalah yang melarang adanya praktek wakaf benda bergerak. Hal ini karena mazhab Hanafi berpendapat bahwa hanya benda tak bergerak, khususnya tanah dan bangunan, umur ekonomisnya sangat lama sehingga dianggap memiliki sifat kekal. Sementara untuk benda bergerak itu akan lebih cepat mengalami kerusakan, oleh karenanya maka dianggap tidak kekal.

Sementara ketiga mazhab lainnya yaitu mazhab Syafi'i, Hambali dan Maliki secara umum memperbolehkan adanya praktek wakaf tersebut. Pendapat untuk membolehkan berwakaf uang dari Ketiga mazhab tersebut berlandaskan bahwa kekekalan suatu harta wakaf tidak semata terletak pada zatnya saja, melainkan juga pada pada kekekalan manfaatnya. Sehingga ketika suatu saat harta wakaf tersebut rusak zatnya, dapat diganti dengan harta baru yang mampu memberikan manfaat yang sama, meskipun benda tersebut bukanlah benda asli yang diwakafkan. Proses tersebut disebut sebagai proses istibdal.

Ketentuan untuk wakaf saham sendiri menurut Fatwa Dewan Syariah nasional MUI diantaranya:

1. Saham yang diwakafkan adalah saham syariah.

2. Saham yang diwakafkan itu hukumnya jelas objek dan nilainya. yang dimaksudkan yaitu misalnya mewakafkan berapa lembar saham, nilainya, dan termasuk apakah yang diwakafkan itu sahamnya atau hanya manfaat (benefit) sahamnya, masing-masing memiliki konsekuensi hukumnya.

3. Sejak saham diwakafkan, maka saham tersebut menjadi milik mustahik yang dikuasakan kepada nazir untuk dikelola, sehingga menghasilkan manfaat yang diperuntukkan bagi mustahik.

4. Istibdal terhadap saham jika nanti selesai masa investasinya. Yang dimaksud adalah mengubah aset wakaf dengan cara dijual atau ditukar dengan aset lain sebagai pengganti karena ada maslahat wakaf.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline