Lihat ke Halaman Asli

Dita Utami

ibu rumah tangga

Jelang Pilpres, Mari Kita Tetap Toleran dan Jaga Keragaman

Diperbarui: 14 April 2019   00:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Toleransi - nabilasubiyantoo.blogspot.com

Siapa yang tidak ingin hidup tenang, nyaman dan damai? Siapa yang tidak ingin hidup berdampingan dalam keragaman? Dan siapa yang ingin hidup dalam nuansa kebencian dan konflik? Dalam negara yang majemuk seperti Indonesia, perbedaan pandangan yang berpotensi memicu terjadinya konflik, bisa sangat terjadi kapan saja dan dimana saja. 

Apalagi ketika sentimen SARA sengaja dimunculkan melalui ujaran kebencian dan kebohongan, tidak hanya memicu terjadinya konflik, tapi juga menjauhkan tali silaturahmi. Kerukunan yang selama ini telah tercipta bisa jadi akan hancur berantakan, karena kita sudah tidak lagi saling menghargai dan menghormati.

Ketika memasuki tahun politik seperti sekarang ini, ujaran kebencian dan kebohongan nyatanya terus menguat. Sayangnya, tingkat literasi masyarakat kita saat ini masih belum sepenuhnya merata. Budaya baca masih menjadi tradisi sebagian orang saja.  Akibat ketika mereka membaca berita bohong, mereka langsung mempercayainya tanpa melakukan verifikasi. Ketika mereka menerima informasi berisi ujaran kebencian, mereka langsung mempercayainya. Jikahal ini terus terjadi, tentu akan sangat menyedihkan.

Ironisnya, jelang pelaksanaan pilpres, peredaran ujaran kebencian dan kebohongan tidak mereda, tapi justru semakin menguat. Sikap toleransi antar sesama, terus memudar berganti dengan sikap saling menyerang, saling mencari kesalahan, dan saling menebar kebencian. Perilaku semacam ini dilakukan dari remaja hingga dewasa. Dari kalangan masyarakat biasa hingga oknum elit politik. Masyarakat terus diprovokasi agar keramahan masyarakat berubah menjadi kemarahan. Ketika kemarahan terus dibiarkan mengendalikan, maka masyarakat akan berubah menjadi masyarakat 'sumbu pendek' yang cepat marah tanpa melakukan cek ricek terlebih dulu.

Para pendiri negeri ini, sudah membuat kesepakatan yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945. Bahwa Indonesia adalah negara majemuk, yang mengakui banyak agama. Meski dalam perkembangannya Indonesia berkembang menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, bukan berarti Indonesia disebut sebagai negara Islam. Bukan. Indonesia telah disepakati menjadi negara kesatuan, yang mengakui berbagai macam keragaman yang ada di dalamnya, termasuk keragaman dalam berkeyakinan.

Keanekaragaman suku, budaya, bahasa dan keyakinan di Indonesia ini, ibarat seperti warna-warni bunga dalam sebuah taman. Warna-warni itu akan terasa indah, jika kita semua merawatnya. Jika kita bisa merawat keanekaragaman suku, budaya, bahasa dan keyakinan tersebut, tentu Indonesia akan menjadi negara yang sangat indah. Dan jika kita bisa menjaga keindahan itu, maka keanekaragaman masyarakat akan terjaga hingga generasi berikutnya.

Ayo kita sambut pemilu pada 17 April mendatang dengan suka cita. Jangan merawat kebencian, tapi rawatlah sikap saling menghargai dan menghormati. Toleransi antar sesama harus terus kita jaga. Dengan menjaga itu, maka pemimpin yang lahir diharapkan adalah pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline