Lihat ke Halaman Asli

Gus Dur, Pejuang Harmonisasi Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Diperbarui: 12 November 2021   01:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gus Dur, siapa yang tidak kenal dengan nama tersebut. Tidak hanya pada kalangan NU, nama Gus Dur juga dikenal oleh seluruh warga Indonesia. Selain terkenal karena pernah menjabat sebagai presiden RI ke-empat setelah B. J. Habibi, Gus Dur juga dikenal sebagai salah satu tokoh muslim Indonesia yang pemikirannya sangat kritis dan terbuka. Selain itu, beliau juga sosok dengan selera humor yang unik. Bahkan tak jarang celetukan Gus Dur mengenai suatu hal menjadi kenyataan.

Nama lengkap Gus Dur adalah K.H. Abdurrahman Wahid. Cucu dari K. H. Hasyim Asyari—pendiri Nahdlatul Ulama (NU)—ini lahir di Jombang, pada tanggal 4 Agustus 1940. Meskipun memiliki garis keturunan langsung dengan pendiri NU, Gus Dur dengan santai mengakui bahwasannya beliau juga keturunan TiongHoa dari Tan Kim Han yang setelah diteliti oleh Louis Charles Damais—seorang peneliti asal Perancis—diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini.

Pada masa kepemimpinannya, Gus Dur telah menyelesaikan satu konflik yang berkenaan dengan kerukunan umat beragama, yakni masalah diskriminasi terhadap etnis TiongHoa. Menurut Gus Dur yang memiliki pemikiran pluralis, TiongHoa juga salah satu bagian dari bangsa Indonesia yang berhak mendapat hak yang sama dengan warga negara Indonesia yang lain. Oleh sebab itu, melalui keputusan presiden (Keppres) Nomor 6 tahun 2000 akhirnya etnis TiongHoa bisa merayakan imlek secara terbuka dan bebas.

Berawal dari hal tersebut kita bisa tahu, bahwasannya Gus Dur juga memiliki peran yang cukup besar dalam membangun keharmonisan dalam keberagaman umat beragama di Indonesia. Pemikirannya yang pluralis menjadi salah satu penyebab Gus Dur menjadi tokoh yang ikut andil dalam keharmonisan umat beragama di Indonesia.

Pluralis atau plurslisme itu sendiri adalah sebuah paham yang menghargai adanya perbedaan dalam suatu masyarakat dan tetap memperbolehkan kelompok yang berbeda mempertahankan budayanya masing-masing. Jika diperhatikan, paham pluralisme ini sangat cocok dengan Bangsa Indonesia yang memiliki suku, agama, ras, dan antargolongan yang beragam. Meski terlihat cocok, paham pluralisme juga mendapat respon yang berbeda-beda dari setiaap orang maupun tokoh terkemuka.

Bagi Gus Dur yang disebut sebagai Bapak Pluralisme oleh Presiden ke-lima Bapak Susilo Bambang Yudhoyono pada saat pemakamannya, diluar dari pemahaman mengenai pluralisme ini, toleransi adalah yang paling utama. Menurut beliau, toleransi bukan hanya sekadar tenggang rasa atau menghormati, melainkan harus diwujudkan dengan rasa saling pengertian yang pada akhirnya nanti menyebabkan rasa saling memiliki. Sedangkan toleransi dalam beragama bukan hanya mengarah pada pengakuan dan penghormatan, tetapi juga penerimaan atas perbedaan agama dan status sosial.

Bicara mengenai kerukunan keberagamaan memang tidak pernah bisa terhindar dari kata toleransi. Tanpa Gus Dur pun sebenarnya Indonesia sudah memiliki landasan untuk menjadi negara yang penuh dengan toleransi. Melihat banyaknya perbedaan yang terdapat di Indonesia, mulai dari budaya, bahasa, suku, ras, etnis, dan lain sebagainya, sebenarnya Indonesia bisa dibilang cukup berhasil dalam memabangun negara dengan toleransi yang tinggi. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah semboyan dan pancasila yang menjadi dasar negara.

Meski demikian, terkadang pengaplikasian tidak lebih mudah daripada teori atau kalimat-kalimat yang mudah diucapkan. Gus Dur sebagai tokoh agama sekaligus tokoh politik memandang toleransi dari sudut pandang yang berbeda. Gus Dur meyakini bahwasannya perbedaan yang terdapat di Indonesia maupun muka bumi ini juga sudah takdir atau ketetapan Allah. Beliau meyakini hal ini dengan berlandaskan Q.S Yunus : 99.

ولوشاء ربك لامن من في لارض  كلهم جميعا افانتم تكره النس حتي يكونوا مؤمنين(99)

Artinya            :

“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi, apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman?” (Q. S. Yunus : 99)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline