Lihat ke Halaman Asli

Nadhira Anindita Ralena

Panggil saya Dita atau Ralen

Catatan Malam Tahun Baru dari RS Darurat COVID-19 di Jakarta

Diperbarui: 3 Januari 2021   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, keadaan di RS Darurat Covid-19 Jakarta. (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA via KOMPAS.com)

Siang itu hujan mengguyuri langit Jakarta. Rintikan air hujan membasahi jubah hazmat kami sembari kami melaju ke ruangan penugasan kami. Saya ditugaskan di IGD hari itu.

Padat, penuh, gambaran di IGD hari itu. Gambaran itu sudah tidak asing di wajah kami, sudah biasa toh. Namun bagi saya hari itu tampak berbeda.

Penumpukkan pasien baru dengan keadaan umum baik dan stabil di bagian triase memang kerap terjadi di siang hari, namun penumpukkan pasien di dalam IGD dengan status observasi yang disematkan pada seluruh pasien? Malam tahun baru ini memang berbeda.

Tidak ada satu tempat tidur pun tidak terisi. Satu pasien dengan desaturasi (penurunan saturasi oksigen) datang? Tidak masalah. Satu bed lagi masih dapat diselipkan.

Namun dua pasien desaturasi baru kembali datang? Kami terpaksa menyesuaikan kursi dengan posisi bersandar di dinding untuk pasien observasi yang membutuhkan oksigen.

Pukul 18.00 pasien baru terus berhilir datang. Di saat kami baru saja menyelesaikan status pasien-pasien yang masih membutuhkan observasi di IGD karena ruang intensif juga penuh, pasien baru yang membutuhkan observasi lainnya datang.

Seorang laki-laki datang dengan saturasi oksigen 65%, hanya mengeluh sesak. Sesak sedikit katanya. Kami pun mencoba memberikan masker oksigen, namun oksigen hanya mentok di 85% - Normalnya saturasi oksigen manusia berkisar 95-100%.

Betul, itulah kejamnya infeksi ini. Setengah jam kemudian pasien mengeluh “lapar” dan kami pun memberikan pasien makan sambil terpasang oksigen. Pasien santai, dokternya yang panik.

Saat semua orang bersama keluarga merayakan pergantian tahun, 8 jam kami lalu dalam baju hazmat bersama para pasien. Saat orang menikmati makanan tahun baru dan apapun barbeque bentuknya, kami memastikan semua terkontrol dan terawat dengan baik.

Sedih, iya. Capek, lebih. Tapi kami lebih sedih melihat banyak yang tidak peduli bahkan lengah akan protokol kesehatan. Kami berjuang, lelah, penuh peluh, kadang jenuh, tapi yang di luar “hepi-hepi” lupa adanya pandemi.

Saat letupan petasan dan kembang api kami lihat dan dengar sayup dari tempat kami berperang dengan infeksi ini. Kami hanya bisa berdoa, agar semua taat dan semakin waspada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline