Lihat ke Halaman Asli

Dita Wahyuni

Perempuan

Pentingnya Manajemen Risiko Pertambangan pada Kegiatan Blasting (Peledakan)

Diperbarui: 30 Mei 2021   07:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kehadiran usaha pertambangan saat ini berperan penting untuk kemajuan pembangunan di suatu daerah. Pertambangan merupakan suatu kegiatan pengambilan endpan bahan galian berharga dan bernilai ekonomis dari dalam kulit bumi, baik secara mekanis maupun manual. Usaha pertambangan merupakan kegiatan dengan yang risiko tinggi terjadinya suatu kecelakaan. 

Industri pertambangan yang pesat tanpa disertai upaya penanganan efek samping penerapan teknologi akan menimbulkan berbagai masalah keselamatan kerja. Oleh karena itu sangat dibutuhkan upaya pencegahan dan penanganan serta penerapan keselamatan dan kesehatan kerja pada semua sektor kegiatan produksi terutama dalam bidang pertambangan yang dilakukan secara berkelanjutan (Ghaisani, 2014 dan Simbolon, 2015).

Kegiatan pertambangan berperan penting dalam pembangunan nasional kerena pertambangan terlihat jelas dimana pertambangan menjadi salah satu sumber penerimaan Negara, berkontribusi dalam pembangunan daerah, dan sebagainya. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang muncul diarea pertambangan seperti adanya potensi bahaya dan keselamatan kerja seperti tertimpa, kebakaran dan ledakan serta potensi bahaya kesehatan kerja seperti paparan debu mineral yang data menyebabkan silicosis atau paparan kebisingan yang berasal dari pengoperasian alat kerja yang mengakibatkan pekrja dapat mengalami penurunan daya kerja. 

Debu yang ada di area pertambangan sebagai akibat dari proses penambangan seperti drilling dan balsting. Proses drilling merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum proses blasting. Sedangkan proses blasting  merupakan proses pengggalian lubang bukaan untuk diisi dengan bahan peledak dengan cara pemboran untuk selanjutnya dilakukan proses blasting (Ghaisani, 2014 dan Ramadhan, 2019).

Blasting dilakukan dalam kegiatan pertambangan bertujuan untuk menghancurkan batuan dari batuan induk. Kegiatan ini dianggap mempunyai risiko tinggi terjadinya suatu kecelakaan namun bukan berarti kegiatan tersebut tidak dapat dikontrol. Proses pengontrolan dapat dimulai dari proses pengangkutan bahan peledak hingga inspeksi hasil peledakan. Bedasarkan penelitian dari USMine Safety and Health Administration tahun 2011 mengkategorikan empat kecelakaan kerja yang berhubungan dengan peledakan yaitu keselamatan dan keamanan lokasi peledakan, flying rock, premature blast, misfire (Ghaisani, 2014).

Kasus kecelakaan kerja pernah terjadi dalam blasting yang diakibatkan oleh  flying rock. Kasus tersebut merupakan salah satu bukti bahwa kecelakaan kerja di dalam proses blasting mempunyai risiko terhadap K3 sehingga diperlukan kegiatan identifikasi bahaya dan penilaian risiko pada proses blasting yang diketahui tingkat risiko dari bahaya yang telah teridentifikasi sehingga risiko tersebut dapat dikendalikan dengan baik. Kegiatan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko merupakan bagian dari manajemen risiko pada tahap perencanaan sehingga sangat penting sebagai alat untuk melindungi perusahaan terhadap kejadian merugikan dan sebagai upaya preventif  untuk melindungi tenaga kerja dari kecelakan kerja (Ghaisani, 2014).

Manajemen risiko merupakan faktor penting dalam aktivitas kegiatan yang ada di bidang pertambangan. Manajemen risiko sebagai upaya atau proses sistematis untuk merencanakan, mengidentifikasi, pengontrolan dan meminimalkan risiko yang dapat terjadi pada suatu proyek. Penerapan manajemen risiko dalam perusahaan untuk menjaga dan melindungi perusahaan dari risiko-risiko yang mungkin terjadi sehingga kegiatan usaha dalam suatu perusahaan dapat berjalan sesuai dengan yang ditetapkan. Risiko dapat terjadi pada semua proyek dan tidak bias diabaikan atau dihilangkan namun risiko dapat diminimalisir, dipindahkan dan dapat dikontrol (Ramadhan, 2019 dan Sari, 2019).

Sesuai pernyataan OHSAS 18001, setiap organisasi harus menetapkan prosedur mengenai identifikasi bahaya. Kegiatan identifikasi bahaya merupakan tahap pertama dalam manajemen risiko untuk mengetahui masalah K3 yang ada dalam proses kerja di perusahaan. Hasil identifikasi bahaya menjadi masukan utama dalam menyusun rencana kerja untuk mengendalikan dan mencegah suatu kerjadian yang tidak diinginkan dari keberadaan bahaya. Identifikasi bahaya pada proses blasting dapat dilakukan dengan metode JSA (Job Safety Analysis) yaitu mengidentifikasi bahaya dan menguraikan tahapan aktifitas yang dilakukan di dalam suatu pekerjaan agar dapat mengetahui bahaya apa saja terkait proses blasting di mulai dari pengangkutan bahan peledak hingga inspeksi hasil peledakan (Ghaisani, 2014).

Setiap bahaya yang ada pada proses kegiatan blasting dilihat risiko bahayanya lalu menilai risiko tersebut untuk menentukan tingkat risiko. Setiap perusahaan telah menetapkan dan menerapkan lima jenis pengendalian dalam HIRADC (Hazard, Identification, Risk Assesment and Determining Control) sesuai dengan OHSAS 18001 dengan urutan eliminasi, subtitusi, rekayasa teknik, administrasi dan alat pelindung diri. Manajemen risiko pada kegiatan blasting sangat penting karena bertujuan untuk meminimalisasi kecelakaan kerja (Herwandi, 2015).

Ada beberpa jenis bahaya yang terdapat pada saat kegiatan blasting yaitu seperti getaran, flying rock, over break, kontak dengan ANFO, tehirup debu, terkena butiran batuan, terhirup gas beracun dan kekurangan oksingen, misfire, bising, muncul air tambang, tertimpa batuan, ergonomic, terpeleset dan lain sebagainya. Untuk pengendalian yang dapat dilakukan yaitu seperti mengunakan alat pelindung diri, rekayasa teknik, administrasi dan sebagainya (Ghaisani, 2014).

Dengan demikian manajemen risiko sangat diupayakan atau sangat diperlukan pada kegiatan pertambangan untuk merencanakan, mengidentifikasi, pengntrolan dan meminimalkan risiko yang terjadi. ada beberpaa tahapan dari manajemen risiko dimulai dari persiapan, yang merupakan tahap awal untuk melakukan manajemen risiko. Yang telibat yaitu ruang lingkup kegiatan, personil, penentuan risiko, prosedur dan lain-lain. Kemudian ada identifikasi bahaya tahapan ini merupakan tahapan mengidentifikasi risiko bahaya yang terjadi pada kegiatan. Selanjutnya ada analisa risiko dimana cara melihat kemungkinan risiko terjadi dan besarnya kerugian atau dampak yang ditimbulkan. Kemudian ada evaluasi risiko setelah dilakukannya identifikasi, analisa dan implementasi manajemen risiko maka selanjutnya hal yang penting dilakukan adalah dilakukan monitoring dari tahap identifikasi sampai implementasi. Dan terakhir yaitu pengendalian risiko dimana jika evaluasi risiko tidak dapat diterima maka harus dilakukan upaya pengendalian risiko agar tidak menimbulkan kecelakaan dan kerugian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline