Lihat ke Halaman Asli

Dita Widodo

Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

Sejarah Ka'bah – Resensi Buku

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13776243531179111473

[caption id="attachment_274872" align="aligncenter" width="424" caption="Sejarah Ka"][/caption]

Penulis                                : Prof. Dr. Ali Husni Al-Kharbuthli

( Guru Besar Sejarah Islam di ‘Ain Shams University, Kairo, Mesir)

Penerbit                             : Turos – Khasanah Pustaka Islam

Jumlah Halaman               : 361 halaman

Segala puji bagi Allah sebanyak tinta yang menuliskan kalimatNya. Sungguh sesak oleh haru, merinding sebab takjub, dan tunduk pada keagunganNya ketika kami membaca lembar demi lembar buku berjudul “Sejarah Kabah – Kisah Rumah Suci yang Tak Lapuk Dimakan Zaman” ini.

Membaca buku ini seperti melihat sebuah film sejarah yang tak hanya penuh dinamika tapi juga kaya makna” – Nur Cholis, Pengamat Timur Tengah di TV One

“Jangan pernah melupakan sejarah! Di buku ini kita menemukan pentingnya sejarah dalam Islam, khususnya sejarah Ka’bah yang menjadi kiblat umat Islam dunia. Semoga buku ini menjadi pelita di tengah-tengah umat yang buta akan sejarah.”-KH.Hasan Abdullah Sahal, Pimpinan Pondok Modern Gontor, Ponorogo

Subhanallah,…Buku buah tangan Syekh Ali Husni Al-Kharbuthli ini membuka di antara keagungan dan kemuliaan rumah-Nya. Bacalah sahabatku fillah! –“ Dai dan Pimpinan Majelis Dzikir Az-Zikra

‘Saya doakan yang membaca buku ini termotivasi berdoa dan berangkat umrah dan haji. Bahkan yang hanya melihat judul dan covernya. Secara, jika timbul keinginan dan keyakinan, insyaAllah ada jalan dari Allah untuk sampai ke Ka’bah-Nya” – Ustadz Yusuf Mansur, Dai dan Pimpinan Pondok Pesantren DAarul Qur’an.

Dan sederet testimoni para tokoh dan orang-orang yang dikenal masyarakat luas jujur saja menjadi pertimbangan awal kami mengambil buku Sejarah Kabah itu di Gramedia, beberapa hari lalu.

Penasaran. Benarkah isinya kan terwakili oleh komentar-komentar yang tertulis di lembar belakang?

Dan ternyata setelah membacanya, sungguh kami harus mengamininya. Bahasa nan ringan, naratif dan didukung referensi/ bukti-bukti pendukung yang lebih dari cukup, kisah sejarah itu tersaji dengan segar dan menarik. Maka ketika mata membaca dan membuka halaman demi halaman, terasa sulit untuk menghentikannya. Buku ini bak novel yang mengundang candu untuk terus mengikuti kisah di halaman berikutnya, bab selanjutnya.

Sebagai seseorang yang terlahir dalam keluarga muslim, barangkali, kami adalah satu dari sekian muslim kebanyakan. Menjalankan kewajiban utama dalam beragama adalah faktor kebiasaan sedari kecil. Menuntut ilmu dunia menjadi porsi yang lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan berikutnya yaitu ilmu untuk akhirat. Sejarah Islam, termasuk sejarah Ka'bah pun masuk ke dalam memori sekadarnya saja. Informasi itu seputar pembangunan Ka'bah oleh Nabi Ibrahim as dibantu putranya Ismail. Tentang Abdul Muttalib, kakek Nabi Muhammad yang adalah pemelihara Ka'bah. Tentang tentara bergajah yang dipimpin Abrahah dan berhasil digagalkan oleh Allah SWT dengan kedatangan sekelompok burung yang datang dari atas lautan bernama burung Ababil dan membinasakan Abrahah beserta mayoritas tentaranya. Burung-burung tersebut membawa batu panas yang kemudian menjadikan tentara dan gajah-gajah tunggangannya bak daun yang dimakan ulat sebagaimana diabadikan sejarahnya oleh Allah SWT di Surat Al Fil.

Dalam buku Sejarah Ka'bah, kisah yang dituturkan amat rinci dengan alur yang mudah dipahami. Banyak sekali informasi yang saya sangat yakin banyak umat Islam sendiri yang belum pernah mendengar sebelumnya. Berikut ini antara lain hal-hal yang amat perlu diketahui oleh umat muslim dalam rangka mempertebal keimanan pada Allah SWT, zat yang kita akui sebagai Tuhan Semesta Alam.

1.Baitul Makmur, Kabah pertama dibangun di langit, letaknya tepat di bawah Arsy-Nya

Di bagian awal buku ini, menceritakan Kabah sebelum Nabi Ibrahim AS. Kisah ini berawal ketika Allah SWT berfirman “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Maka mereka (malaikat ) berkata : “Mengapa Engkau hendak menciptakan (khalifah) di bumi itu orang yang membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”. Allah SWT murka mendengar jawaban itu dan Dia berpaling. Malaikat lalu lari menuju ‘Arsy ( singgasana ), mereka menengadah sambil memohon ampun karena ketakutan.

Mereka kemudian thawaf mengelilingi  “Arsy, sebanyak 7 kali, seperti thawaf haji di Ka’bah saat ini. Sambil thawaf, mereka berseru “Ya Allah kami datang menyambut panggilan-Mu, kami datang memohon ampunanMu, kami memohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu”.

Melihat hal itu, Allah menurunkan rahmatNya dan membuat sebuah rumah di bawah Arsy yaitu al-baitul makmur. Allah lalu berfirman “Thawaflah kamu mengelilingi rumah ini dan tinggalkanlah “Arsy”. Akhirnya, para malaikat itu thawaf mengelilingi baitul makmur dimana itu dirasa lebih mudah daripada mengelilingi Arsy.

2.Kabah pertama kali dibangun malaikat di bumi 2000 tahun sebelum Nabi Adam AS diturunkan.

Selanjutnya Allah memerintahkan malaikat yang berada di bumi untuk membangun sebuah bangunan serupa al-baitul ma’mur. Kemudian Ia memerintahkan mereka untuk thawaf mengelilingi bangunan iu sebagaimana thawafnya para malaikat di langit mengelilingi baitul ma’mur.

Jadi disimpulkan bahwa malaikat telah membangun kabah 2000 tahun sebelum Nabi Ibrahim AS. Itulah sebabnya ketika Nabi Adam AS melakukan haji di Kabah, malaikat berkata : “Semoga hajimu mabrur wahai Adam. Kami telah melakukannya 2000 tahun sebelum engkau diciptakan.”

Dalam buku Ibnu Fadhlillah Al-Umari yang berjudul “Masalik al-Abshar” mengutip riwayat Abdullah bin Amru bin Ash’ yang menyatakan bahwa Ka’bah turun dari langit bersama Nabi Adam. Kemudian Allah berfirman : “Ketika rumahKu turun bersamamu, maka berthawaflah mengelilinginya, sebagaimana para malaikat mengelilingi Arsy-Ku”.

Maka Nabi Adam AS pun berthawaf mengelilinginya, demikian juga orang-orang mukmin yang hidup setelahnya. Hingga suatu hari, sebuah bencana banjir di masa Nabi Nuh AS datang, Allah mengangkat Ka’bah kembali ke langit agar tak tercemari dosa penduduk bumi. Ka’bah dimuliakan di langit.

Memang ada beberapa pendapat lain dari para sejarawan mengenai Kabah di zaman Nabi Adam. Namun kesemuanya berkesimpulan bahwa Nabi Adam AS melakukan thawaf mengelilingi Kabah dan diikuti oleh kaum muslimin beriktunya. Hingga datang banjir di masa Nabi Nuh AS, dan Ka’bah hilang ( diangkat oleh Allah ke langit ). Setelah peristiwa itu, lokasi Ka’bah tinggal berupa tanah tinggi yang berwarna merah. Sampai suatu ketika Allah memerintahkan Nabi Ibrahim AS dibantu Ismail untuk membangun Kabah di tempat mana Kabah pertama didirikan.

3.Ka’bah dibangun dari material yang berasal dari 5 gunung

Kisah tentang Hajar, istri Nabi Ibrahim yang berlari-lari mencarikan air untuk putranya Ismail ketika kehabisan bekal, mungkin setiap kita telah mendengar kisahnya berulang kali. Termasuk ketika datang pertolongan Allah dengan keluarnya mata air nan jernih dari tapak kaki Ismail yang ketika itu masih bayi saat sang Ibu berlari-lari dari 2 bukit, Shafa dan Marwa meminta pertolonganNya.

Namun kisah detail tentang bagaimana bangunan itu kemudian tegak berdiri dengan material dari 5 gunung yaitu Hira, Lubnan, al-Judi, Thursina dan Thurzetta, tentu adalah info menarik bagi kita.

Kita bisa membayangkan, bagaimana seorang Ibrahim yang hanya dibantu putranya Ismail bersusah payah mengumpulkan bahan bangunan dari kelima gunung, lalu menyusun, dan mengerjakan galian-galian, pastilah bukan pekerjaan mudah dan ringan. Namun nyata, keduanya melakukannya dengan sepenuh keyakinan, bahwa pilihan yang harus diambil adalah ; taat pada perintah Tuhan.

Pertanyaan masing-masing diri kita yang paling tepat adalah, adakah kita telah mampu berjuang menegakkan perintah Allah sebagaimana para pendahulu, manusia pilihan itu melakukannya?

Adakah mungkin kami yang lebih sering lalai untuk hanya sekadar berzikir mengingatNya dalam kesulitan dan kesenangan serta tunduk menjalankan perintah dan menjauhi larangan sesuai petunjuk yang telah dituliskanNya layak mengharap perjumpaan denganNya? Maka, pantaskah kita mengharap tempat terindah yang sama dengan mereka yang memiliki ketaqwaan teguh dan telah nyata teruji? Astaghfirullah……

Benar bahwa tak setiap muslim di dunia mampu menginjakkan kaki di bumi para nabi. Tak setiap kita mampu meski sekali saja merasakan dan menjadi saksi keagungan Allah di dunia nyata, yang tak terbantahkan. Namun setidaknya, membaca buku ini, semoga mampu membantu kita meningkatkan keimanan pada Allah SWT, sang penguasa jagad raya ini. Semoga dengan menyimak sejarah Ka’bah kita lebih mantap menundukkan hati di atas sajadah panjang dengan doa-doa yang lebih khusyuk dari sebelumnya. Semoga masih tersisa satu harap, semoga Allah memampukan sebanyak-banyak muslim, setiap mukmin untuk mengisi satu daftar tamu di rumahNya di sepanjang usia kami, dia, dan mereka. Tentu sebagai haji yang mabrur dan menjadikan pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Bukan sekadar untuk dapat mengatakan “I’ve been there” semata. Amien YRA.

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline