Lihat ke Halaman Asli

Dita Widodo

Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

Belajar Mengajar Menulis (1)

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sahabat serupa mutiara yang kita miliki. Kadang keberadaannya adalah bilangan yang menggenapkan. Kehadiran nya seringkali tepat pada saat kita membutuhkannya. Entah sekadar berbagi cerita, atau bertukar ilmu dan informasi.

Selasa, 30 April 2013 saya kedatangan seorang sahabat yang kini menekuni profesi sebagai pengajar, atau istilah bekennya trainer, untuk bidang yang berbasis komunikasi  yang lebih ngetrend dengan nama Public Speaking. Dari basis ilmu komunikasi kemudian ia memperluas keilmuan di bidang hipnoterapi /hypnosis. Dari racikan keilmuan berbasis komunikasi dan hypnosis itulah, kemudian tercipta modul-modul yang biasa dikenal sebagai training for trainer, mind and body soul, stress manajemen dst.

Beberapa waktu lalu saya memang pernah berujar padanya “Om, kurasa tak perlu menunggu menjadi hebat untuk mau berbagi. Tulisanku memang juga masih amat sederhana, masih ala kadarnya. Tapi setidaknya aku telah memulai menulis hampir setiap hari, dan ternyata menulis mendatangkan berbagai manfaat  yang aku rasakan. Ada energi besar yang kudapatkan ketika selesai menulis dan mempublikasikannya. Ada kepuasan batin ketika virus kebaikan telah ditebarkan. Ada rasa bahagia ketika mendapatkan satu dari sekian ratus orang pembaca merasa terbangun dari tidur panjangnya ketika sebuah kisah kubagikan. Ada beberapa orang yang merasa mendapat manfaat dari apa yang kita sampaikan. Dan dari menulis kudapatkan teman dari berbagai belahan bumi yang tentu amat membahagiakan.

Di era tekhnologi seperti sekarang ini, menulis adalah juga salah satu cara cerdas untuk menggandakan kebaikan bilamana kita mau memanfaatkannya. Dalam waktu yang sama, dalam ruangan yang tak terbatas oleh satuan bernama jarak, si pembaca akan menyerap informasi yang kita sampaikan secara merata.

Maka dari itu, aku sangat ingin bisa mengajak sebanyak mungkin orang untuk mau menulis. Terutama generasi muda yang mempunyai energi berlimpah. Menulis juga membantu mengatur pola pikir sehingga memungkinkan mereka untuk dapat membuat perencanaan masa depannya dengan lebih terstruktur.  Artinya, menulis juga amat baik untuk pendidikan karakter dan pengembangan diri seseorang. Sekarang yang kubutuhkan adalah, aku perlu menguasai teknik yang baik, semacam metode experiental learning yang kau aplikasikan. Semoga kelak aku bisa ikut jadi pengajar volunteer di kelas-kelas gratis di perkumpulan remaja, atau panti-panti seperti yang kau selenggarakan sekarang ini ”

Ia pun segera menjawab “Oke Mbak. Nanti coba kita atur waktu untuk itu. Sebenarnya, aku juga merasa perlu belajar menulis. Banyak yang ingin bisa kutuliskan, tapi aku juga kadang seperti buntu, mau mengawalinya dari mana. Hehehe…”

***

Maka, hari itu kami sepakat untuk berbagi. Dengan ia mengajari saya mengajar, maka dengan sendirinya ia pun sesungguhnya langsung mendapatkan trik-trik menulis yang saya sampaikan.

Maka inilah trik-trik mengajar yang saya dapatkan dari rekan saya SH, yang akrab saya panggil Om Boy.

1.Presentasi/ mengajar meliputi 3 unsur  yaitu : 1. Informasi 2. Fun ( sesuatu yang menggembirakan) 3. Bersifat mempengaruhi.

2.Dalam penyampaian materi sebaiknya kita pecah menjadi 3 sesi : 1. Ice Breaking 2. Content 3. Closing Power.

-Ice Breaking disebut juga dengan conditioning.

Bisa diisi dengan perkenalan diri, sekilas tentang masa kecil, asal usul nama diri, atau apa pun yang disampaikan dengan relax, fun, lucu atau sesuatu yang mengkondisikan peserta menjadi nyaman dan siap untuk menerima materi yang akan kita sampaikan. Ini juga bisa diisi dengan pemutaran film documenter yang akan mengajak peserta memasuki area topic yang kita inginkan.

Rupanya inilah teknik yang juga dilakukan oleh Bang Ahmad Fuadi saat menyampaikan materi. Sebuah film dokumentasi dimulai dari gambar menara-menara tinggi di dunia. Lalu alur mundur cuplikan film Negeri 5 Menara dimana Alif Fikri dan teman-temannya berbincang tentang cita-cita masa depan di bawah menara Pondok Madani, pesantren tempat mereka menimba ilmu. Lalu beberapa dokumentasi AF sebagai wartawan Voice of America, lalu foto berlatar menara-menara pencakar langit  di dunia.

Setelah pemutaran film tersebut, AF menyampaikan sedikit ulasan, bahwa dengan menulis telah mengantarkannya keliling 30 negara di dunia. Sebuah hal yang mustahil dilakukan untuk seorang anak desa dengan berbagai keterbatasan materi di masa kecil hingga remajanya.

Trainer lain, Pak Prof. Rhenald Kasali pun rupanya menggunakan tekhnik serupa. Sebuah film documenter tentang seorang anak kecil asal China yang digembleng oleh orang tuanya dalam berlatih olah raga sejenis angkat besi. Tampak si anak menangis-nangis dan menjalankannya dengan terpaksa. Ada rasa miris melihat pemaksaan belajar seperti itu tentunya. Tapi di akhir cerita, si anak tersebut meraih kejuaraan tingkat dunia, menjadi olahragawan yang amat terkenal dan ia menyungging sebuah senyuman, penuh rasa syukur dan bangga.

Kita tentu tak perlu copy paste dengan mendidik secara keras dan penuh paksaan bagi anak-anak. Namun fakta itu cukup menjelaskan bahwa kadang kita perlu memaksakan diri untuk belajar agar dapat menguasai sebuah ketrampilan/ilmu, termasuk menulis.

Kita bisa membuat ice breaking khas kita. Tak perlu menunggu keliling 30 negara untuk dapat memberi arti akan kehadiran kita di sebuah ruang kelas. Dengan perkenalan diri, sedikit asal usul dengan tetap menjaga rendah hati yang tak terjerumus pada rendah diri, peserta akan meyakini bahwa kita adalah orang yang mereka ingin dan harapkan untuk berad a di hadapan mereka.

-Content :

Metode interaktif dengan melemparkan pada peserta tentang definisi, fungsi atau hal-hal berkaitan dengan menulis dapat menjadi pilihan untuk masuk ke materi inti.

Dalam hal mengomentari jawaban yang aneka ragam pastinya, hindarkan diri dari kalimat menyalahkan/menghakimi meski kita tahu bahwa jawaban tersebut keliru.

Contoh :

Rekan-rekan apa sudah bisa menulis? Ya, pasti Anda semua di sini sudah bisa menulis sedari SD bahkan TK, dan hingga sekarang ini terbiasa menulis. Setiap hari bahkan hampir setiap kita adalah penulis sms pastinya.  Dompet tertinggal di rumah mungkin tidak sampai membuat kita galau, tapi jika handphone yang tertinggal, hidup kita seharian sepertinya terasa berantakan. Benar??

Nah, menulis itu sesungguhnya sudah kita lakukan sehari-hari. Menulis sms, menulis bon, menulis email dst.  Sekarang coba teman-teman tuliskan, apa definisi menulis menurut Anda? Dan mengapa kita perlu menulis??

Dst…

Dalam content ini, tentu amat banyak materi yang bisa kita sampaikan. Dari mulai membahas aneka jenis tulisan/ karangan : diskripsi, narasi, argumentasi, eksposisi. Termasuk menetapkan misi besar dalam menulis. Seseorang akan mendapatkan energi terbesarnya manakala ia mempunyai misi atau tujuan.

Dan berbagai teknik pembuatan judul, aneka ragam sumber yang dapat menjadi tulisan ( pengalaman diri, membaca karya orang lain, mendengarkan cerita, melihat film, kisah hidup, cerita perjalanan dst ).

Satu hal yang diingatkan oleh sahabat saya adalah :

Kita mungkin mempunyai segudang informasi atau materi. Tapi ingat, kita tidak perlu berambisi mengeluarkan semuanya dalam satu sesi, karena tak semua informasi akan diserap secara sempurna.  Ibarat menuangkan air, kita akan menuangkannya sedikit demi sedikit, bukan air dalam satu ember kita gelontorkan semua…hehehe”

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline