Lihat ke Halaman Asli

Dita Widodo

Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

Menghadapi Stroke dengan Senyum dan Tawa

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Astaghfirullah....Pak Sr yang masih muda dan segar bisa kena stroke? Ya Allah,...kasihan keluarganya juga...Istrinya tidak bekerja, anak-anak pasti masih banyak perlu biaya. Semoga segera pulih ya Pak....” demikian komentar saya saat mendengar suami mengabarkan tentang sahabatnya, yang mempunyai profesi sebagai konsultan perusahaan kelapa sawit.

Kadang dunia memang terasa sempit. Belasan tahun yang lalu, Pak Sr adalah anak kost di rumah salah seorang kakak saya. Pak Sr dikenal sebagai anak kost dengan segudang catatan kebaikan pribadi dan karakter dalam kehidupan sehari-hari. Maka setelah menikah/ lulus jadi anak kost pun hubungan mereka, anak-ibu/bapak kost berlangsung sangat baik layaknya kerabat dekat. Sekali waktu Pak Sr masih menyempatkan mampir bersilaturahim.

Perihal Pak Sr adalah mantan anak kost, baru saya ketahui belakangan setelah beliau berkunjung ke kediaman kami.

Pertemuan suami dengan Pak Sr dalam konteks pekerjaan mempunyai frekuensi yang cukup tinggi sehingga menaikkan predikat kenalan ke beberapa tingkat lebih tinggi, yang kemudian saya maknai sebagai persahabatan. Terlebih setelah menyadari, beliau adalah bagian dari keluarga kami di masa lalu...:)

Berita tentang stroke-nya itu disampaikan oleh Pak Sr sendiri melalui telepon, karena sudah sekitar 3 bulan kami memang tidak saling berkabar. Awalnya praduga kami, beliau sedang mempunyai kesibukan yang cukup tinggi dalam menyelesaikan proyek-proyek besarnya.

Stroke itu pekerjaan malaikat yang ndak tuntas Mas...” Demikian Pak Sr mengawali kisah bagaimana ia bisa terserang stroke saat di kamar mandi. Nada bicaranya benar-benar mengundang tawa siapapun yang mendengarnya.

Tentu gurauan itu menjadi lelucon yang langka. Bagaimana mungkin beliau menceritakan tentang sakit yang sangat menakutkan bagi sebagian besar kita dengan sesantai itu?

Sekarang saya tahu kenapa seringnya orang stroke itu kok ya jatuhnya di kamar mandi. Karena tekanan darah manusia di titik tertinggi saat bangun tidur  Mas....Dan sebagian besar kita, bangun tidur ya langsung ke kamar mandi...

Saat kondisi tekanan darah di titik tertinggi, itu rentan terhadap terganggu/terhentinya pasokan darah ke otak. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah akan menimbulkan reaksi biokimia dan menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan jaringan itu. Dan semakin lama pertolongan, maka kerusakan jaringan bisa makin luas...Makin lama pemulihannya. Lha badan saya aja masih mati sebelah begini rasanya....”

Suami saya manggut-manggut mendengarkan pemaparan pasien yang masih berbaring di tempat tidur itu. Kisah detail tentang penyakit dan usaha serta terapi-terapi yang telah dijalankan selama 3 bulan terakhir, mengalir bak sebuah dongeng yang diceritakan tanpa beban. Terlihat sekali ia sangat siap menghadapi cobaan yang bagi orang lain bisa diklasifikasikan sebagai ujian ”tingkat advance”

”Dan pertolongan pertama yang bisa dilakukan, saat kita stroke itu adalah dengan mengeluarkan darah dengan beberapa tusukan, seperti di jari-jari misalnya...” demikian imbuhnya, yang kami sendiri belum tahu persis apakah benar secara medis demikian.

Menyimak kisah hidup Pak Sr memang sudah unik dari dulunya. Beliau tidak hanya berprofesi sebagai konsultan kelapa sawit, namun juga telah puluhan bisnis secara paralel dijalani. Dan jangan dianggap semua sukses, banyak juga yang akhirnya setelah setahun dua tahun dijalani kemudian diputuskan ditutup. Dengan banyak catatan tentunya.

Kami pasti akan terkaget-kaget mendengar kepindahannya ke suatu daerah beberapa waktu lalu untuk mengurusi pengolahan kotoran sapi, jika belum mengetahui riwayat lengkap hidupnya. Berbagai manuver bisnis yang dilakukan, yang ia sendiri pernah mengatakan ”Istri dan anak-anak hidup dengan nahkoda seperti saya ya awalnya seperti saya bawa naik tornado di Dufan. Kadang kaget-kaget...ya karena keseringan kaget jadi lama-lama biasa

Dari dulu saya ndak pernah jadi orang gajian Mas....Semenjak saya bekerja dan gaji saya di luaran sudah terlanjur tinggi, saya justru mengambil jalan lain. Untuk menjadi orang luar biasa, kita tidak bisa menempuh cara-cara biasa. Orang yang ndak biasa itu harus siap kerja ndak pakai digaji. Dan selama ini saya lebih suka mengelola 70% dana orang lain, saya dapat 30%-nya, dan hidup saya merdeka

Demikian ungkapnya suatu ketika. Menyimak keberanian mengambil resiko, dan berbagai langkah serta pemikiran yang out of the box, adalah aplikasi dari berbagai buku motivasi yang tampak di depan mata. Sebuah pemandangan paling menarik yang selalu membangkitkan gairah hidup, semangat juang dst.

Saya menderita insomnia dari dulu. Rata-rata saya tidur 3 -4 jam dalam sehari. Itu dah cukup buat saya. Jadi daripada saya melek ndak ada gunanya, ya mendingan waktunya buat belajar apa saja. Sisanya ya buat kerjalah” demikian ujarnya polos.

Kami mengenal Pak Sr sebagai pribadi menarik dan unik. Pembawaannya sangat bersahaja. Bicaranya apa adanya, dan semua gerak geriknya natural. Termasuk saat berkunjung ke tempat kami, tak sungkan-sungkan beliau ke dapur mencari sendok atau perlengkapan makan sendiri tanpa mau diladeni / dilayani. Tak ada kesan tidak sopan, karena pembawaannya yang santai dan membumi.

Stroke yang dideritanya jelas cobaan yang bukan main-main. Banyak harta benda yang didapatkan semasa sehat, termasuk beberapa kendaraan yang disewakan amblas sebagai biaya pengobatan dan terapi.

Mungkin karena semangat juang dan semangat hidup yang sangat tinggi, berangsur-angsur kesehatannya pulih. Sekian banyak aset yang telah terjual tak disesalinya. Ia meyakini bahwa jika Allah menghendaki harta titipannya diambil, maka akan dengan sangat mudah itu dilakukan. Termasuk apa yang telah menimpanya.

Kini, komputer satu-satunya miliknya menjadi modal untuk bangkit. Dengan bantuan tongkat, ia tetap jalan kesana-kemari dengan satu-satunya kendaraan yang tersisa.

Jika ia masih bisa menggaji driver untuk mengantarnya bekerja, mungkin itulah aset lain yang masih dimiliki. Yang pasti, setiap ketemu, senyum dan tawa tak berkurang seperti sebelumnya. Terlihat raut wajah sumringah tanpa beban yang memaksa kami membiarkan ia menenteng tas kerja dengan tertatih-tatih. Karena kami yakin, belas kasihan hanya akan menyinggung perasaannya.

Kabar baik terbarunya, beliau telah menghitung 4 proyek pembangunan pabrik kelapa sawit bernilai di atas 50 milyar. Juga telah memenangkan tender pengadaan lampu LED sebanyak 21.000 pcs di sebuah grup perusahaan multi nasional.

Bagi kami sebagai pengamat, 4 dari proyek itu di atas kertas pasti ada yang goal dan Pak Sr tinggal menuai panen berupa fee konsultan yang entah berapa persen kami tidak tahu secara persis.

Tentang lampu LED pun tinggal menunggu kontrak yang sedang diproses.

Semua itu diusahakan dengan sebelah kakinya yang maaf....”masih pincang”...Dengan kondisi tubuh yang sangat jauh dari normal. Tentu akan berbeda ceritanya jika Pak Sr ambruk tubuh dan jiwanya saat cobaan berat menimpa setahun yang lalu. Mungkin namanya sudah akan dilupakan orang, sebagai pakar di bidang industri kelapa sawit.

Inilah sebuah kisah nyata, bahwa energi positif, berbaik sangka pada Sang Pencipta, dan semangat hidup adalah penolong bagi manusia.

Tak seorang pun dapat ”mematikan dan menghancurkan” kita sebelum kematian yang sesungguhnya...selama seseorang meyakini bahwa Allah tak pernah memberikan cobaan melebihi kapasitas hambaNya.

Sebuah karya tak kan pernah dapat dibatasi oleh rapuhnya tubuh dan kekangan tebalnya jeruji....Pikiran diri dan hatilah yang justru menjadi penghalang utama.

Seberapa besar rizki yang dititipkan olehNya bukanlah ukuran untuk memartabatkan manusia. Namun sikap kita melewati segala ujian dan cobaan, dan memaknai hidup itulah yang menjadikan seseorang berbeda.

Semoga hidup dan ketegaran Pak Sr menjadi cambuk bagi kita semua untuk ”malu” jika masih berani mengeluh dan menyalahkan ketidakberuntungan yang menghampiri. Karena kesehatan yang kita miliki hari ini adalah harta tak ternilai yang menjadi modal terbesar. Untuk dapat mengolah rasa, meningkatkan karsa dan cipta...dalam melanjutkan perjuangan, mengisi hari-hari yang akan kita lewati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline