Lihat ke Halaman Asli

Dita Widodo

Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

Mengenang Cak Nur (Almarhum) – Jalan Hidup Seorang Visioner ( Bagian 2 )

Diperbarui: 5 Juli 2015   19:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di edisi tulisan sebelumnya, telah coba saya tuangkan sedikit kisah yang saya dapat dari buku Api Islam – Nurcholish Madjid, Jalan Hidup Seorang Visioner tulisan Ahmad Gaus AF.

Tentunya ini saya tulis semata-mata demi keinginan berbagi buat rekan-rekan yang belum sempat membacanya...:)

Di edisi lalu kita bisa sejenak menyimak masa kecil, dan masa perjuangan Nurcholish Madjid berjuang untuk bertahan di kota Metropolitan dimana tidak ada famili atau sanak saudara di sana. Sehingga ia terpaksa harus menumpang di tempat teman, kenalan, dan juga berpindah-pindah kost dengan kondisi cukup memprihatinkan.

Di masa itu, ternyata Jakarta telah menunjukkan kekejamannya. Namun dengan segala perjuangan yang teguh, membina hubungan silaturahim dengan banyak pihak, aktif berorganisasi, lambat laun, banyak kalangan mulai melihat potensi dan mengakui integritasnya, sebagai seorang pemuda yang patut diperhitungkan gagasan dan ide-idenya.

AM Fatwa yang pernah tinggal bersama Nurcholish mengatakan bahwa ia melihat sahabatnya itu gemar sekali membaca. Dimana pun berada, Nurcholis memanfaatkan waktu luangnya dengan membaca. Di kamar kost, di angkot, saat menunggu bus kota, hingga saat menunggu antrian di toilet pun Nurcholish mengisinya dengan membaca.

Pernikahan melalui Santri Connection

Menjelang berakhirnya masa kepemimpinan  Nurcholish di HMI berakhir tahun 1969, Nurcholish telah bertekad untuk menunaikan tugas hidupnya yang lain adalah : MENIKAH.

Saat itu, Nurcholish menginjak usia 30 tahun. Tiga tahun sebelumnya, ia telah meminta kepada gurunya di Gontor, Abudllah Mahfud untuk mencarikan teman hidup. Sang guru rupanya tinggal di rumah seorang aktivis Syarikat Islam dan pengusaha bioskop di Madiun, yang bernama H. Kasim. Nurcholish sendiri mengenal H. Kasim sebagai donatur PII, karena ia pun adalah aktivis PII.

”Ya nanti saya tanyakan pada H. Kasim, dia kan punya banyak anak perempuan”

demikian jawab sang guru menanggapi permintaan muridnya.

Pesan itu segera disampaikan ke H. Kasim yang langsung ditindaklanjuti dengan mengirimkan pasfoto seorang putrinya yang bernama Qomariyah kepada Nurcholish.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline