Lihat ke Halaman Asli

Dita Widodo

Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

Kenapa Harus Budi?

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kaki-kaki kecilku menapak jalan setapak,
Menyentuh rumput basah oleh udara yang mengembun tadi malam,
Berjalan lincah, sesekali berlari riang menyambut mentari yang datang,
Mereguk secawan ilmu yang terhidang di hadapan,
Racikan ibu guru nan lembut penuh kasih sayang,

Ini Budi,
Ini Ibu Budi,
Wati kakak Budi,
Iwan adik Budi,

Belum genap akalku tuk mengolah kata,
Sekadar mencoba mengucapkannya,
Dan melekatkan huruf demi huruf di selembar memori yang ada

Kenapa Budi? Mengapa Budi?
Kucoba mencerna makna,
Seiring rumpun bambu yang bergerak mencapai angkasa,
Dan bertumbuhnya benih ilmu yang hari kemarin tersemai di ladang subur kami,

Akal budi,
Budi pekerti,
Budi daya,
Budi luhur,
Budi sejati,
Hati budi,
Budi bicara

Sebaik-baik keteladanan perilaku yang perlahan ditanam,
Bekal hidup terkokoh yang mereka sematkan,
Kesahajaan sosok yang kini kusebut ‘maha guru’
Kini di lipatan waktu biarlah kukenang namamu,
Kulangitkan doa-doa terbaik untuk benih terbaik yang kau semai di kedalaman jiwa,
Mengakar dan lalu bersenyawa dalam darah dan nafasku,

Berbahagialah,
Kelak engkau pantas menuai panen raya,
Dan seluruh penghuni langit kan menyambutmu dengan riuh rendah penuh suka cita




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline