Lihat ke Halaman Asli

Dita Widodo

Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

Kebun Binatang Ragunan Layak Belajar dari Taman Safari Indonesia

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13984243511740503156

[caption id="attachment_333380" align="aligncenter" width="624" caption="Suasana pengunjung di Taman Margasatwa Ragunan (TMR), Jakarta, Selasa (17/5/2011). Di pengujung libur panjang kali ini, pengelola TMR menghadirkan atraksi elang dan parade satwa untuk menyedot pengunjung. Puluhan ribu pengunjung memadati tempat liburan ini | Ilustrasi/ Kompasiana (KONTAN/Muradi) "][/caption]

Tulisan seorang rekan Kompasiner ; Bp. Sigit Priadi yang berjudul : Pembaharuan Bonbin Gembrialoka dan Memori Masa Lalu cukup mengajak setiap kita yang memiliki kenangan rekreasi dengan sahabat, kerabat dan saudara di masa lalu dapat sejenak bernostalgia. Ya, karena sebuah benda atau tempat yang memiliki nilai kesejarahan akan memiliki daya tarik tersendiri untuk kita nikmati.

Namun sebagai seorang yang memilih menjalankan usaha di bidang Travel Organizer sesungguhnya ada beberapa catatan yang ingin saya coba tuangkan di sini. Sudah cukup lama saya memendam berbagai tanda tanya besar, jika tidak untuk diartikan sebagai sebuah kekecewaan terkait pengelolaan tempat rekreasi di Indonesia. Terutama mereka yang dibawah pengelolaan pemerintah yang adalah Departemen Pariwisata maupun Pemerintah Daerahnya.

Menilik foto-foto Bonbin Gembiraloka yang belum terlihat ‘wajah baru' atau pembangunan/perawatan yang signifikan, saya menjadi teringat sederet tempat-tempat wisata lainnya. Sebut saja Keraton Jogjakarta, yang tak pernah sepi kunjungan, pun tidak maksimal perawatannya jika kita bandingkan dengan bagaimana negera-negara tetangga mengelola dengan apik tempat wisatanya, bahkan sekadar fasilitas umum ‘gratis'-annya. Besi-besi pagar yang berada di halaman depan keraton tampak tua dan berdebu. Bandingkan dengan besi-besi stainless sebagai sandaran/tempat duduk di halte-halte bis negara tetangga yang amat licin, bersih dan terawat, misalnya. Padahal menurut hemat saya, meskipun tampak kuno, jika diberikan perhatian lebih serius, saya yakin Keraton Jogja akan selalu terlihat cantik, antik dan asri.

Tentu banyak sekali tempat wisata yang dikelola pemerintah daerah yang terkesan ‘asal-asalan' dalam hal perawatan dan pengelolaan. Bahkan label bau maaf ‘pesing' seolah menjadi ciri-ciri banyak tempat wisata di sini. Meski di sela-sela keprihatinan itu selalu ada kabar baik juga. Semisal Monas - Monumen Nasional, kini nyaris telah lepas dari label tersebut karena pembenahan pengelolaan yang telah dilakukan beberapa tahun terakhir.

Terkait dengan pengelolaan rekreasi pemerintah vs swasta, kali ini mari menengok secara khusus Kebun Binatang Ragunan. Bandingkan dengan Taman Safari Indonesia, yang kurang lebih memiliki karakter sejenis. Kebun Binatang Ragunan memang sudah ada sedikit perbaikan dalam pengelolaan, meski pun menurut saya masih jauh dari maksimal.

Secara letak geografis, sebenarnya Kebun Binatang Ragunan mempunyai segudang kelebihan dan daya tarik bagi para wisatawan. Di antaranya, lokasinya di dalam kota Jakarta, pastinya cukup mudah dijangkau dari sisi jarak dan biaya. Pun tidak perlu sebegitu beratnya menembus macetnya jalan puncak untuk sampai di sana.

Tentu semua orang akan menghubungkan kaitannya harga tiket dengan kelengkapan satwa, tampilan, sarana dan prasana serta kualitas sebuah tempat hiburan. Karena pendapatan penjualan tiket adalah salah satu sumber pendanaan bagi pengelolaan tempat rekreasi yang bersangkutan. Bandingkan harga tiket wisata regular Taman Safari Indonesia usia 5 tahun ke atas senilai Rp. 100.000,- dan 1-5 tahun senilai Rp. 90.000,-. Dengan penawaran tambahan 17 permainan terusan senilai Rp. 60.000,-/ orang di luar HTM. HTM Ragunan Rp. 5.000,- yang berarti senilai 5% saja jika dibandingkan dengan HTM Taman Safari Indonesia.

Menurut saya, pemerintah sudah selayaknya meninjau ulang, tentang pengelolaan tempat rekreasi semacam Ragunan tersebut. Mengambil data tahun 2012 (Sumber Tempo.Co - 25 Agustus 2012), bahwa rata-rata jumlah pengunjung obyek wisata Ragunan adalah 10.000,- orang per hari. Dengan harga tiket Rp. 5.000,- maka pendapatan tiket senilai hanya Rp. 50.000.000,- saja.

Sebagai pengamat amatir sangat yakin bahwa dengan menaikkan HTM Rp.50.000,- perorang, dan meningkatkan pelayanan berupa penataan ulang secara keseluruhan baik penambahan arena bermain, perbaikan fasilitas umum, penambahan jenis satwa lokal dan manca negara, dibarengi dengan promosi wisata yang cukup gencar akan menjadikan Ragunan menjadi satu obyek wisata yang paling diminati.

Jumlah pengunjung hingga 2x lipat di atas kertas saya yakin akan terlampaui. Sehingga jika kita hitung 50.000,- x 20.000 pengunjung,  maka akan didapatkan angka cukup fantastis yang adalah Rp. 1.000.000.000,-/hari. Dari dana itulah yang harus mampu dikelola dengan baik untuk pengembangan dari waktu ke waktu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline