Nama Abu Bakar Ba'asyir menjadi sontak menjadi spotlight saat mendapat pembebasan tak bersyarat dari Presiden RI Joko Widodo. Argumen kemanusia menjadi landasan Presiden RI membebaskan Abu Bakar Ba'asyir yang dihukum 15 tahun penjara dalam kasus terorisme. Hukum 15 tahun penjara dijatuhkan kepada Ba'asyir karen dirinya terbukti mendukung dan membiayai pelatihan paramiliter di Aceh dan keterlibatan dirinya dalam terorisme.
Secara hukum seharusnya Abu Bakar Ba'asyir baru bisa menghirup udara bebas pada 2023 nanti, tapi Presiden memiliki pandangan lain dan memberikan pengampunan tanpa syarat kepada Ba'asyir. Keputusan itu secara cepat menimbulkan polemik dan pro-kontra di tengah masyarakat. Banyak pihak menuding Jokowi coba menunggangi ombak melalui pembebasan Ba'asyir ini, kebijakan yang sarat dengan kepentingan politis. Jelas Jokowi motif mendulang suara sangat terlihat dari arus wacana yang baru saja diciptakan. Suara siapa? Melalui pembebasan Ba'asyir Jokowi sangat terihat ingin memperoleh simpati dari kalangan yang keras terhadap ideologi Pancasila dan NKRI. Benar orang-orang yang anti Pancasila.
Kaum anti Pancasila menjadi target selanjutnya oleh Jokowi untuk direbut suaranya. Hal ini dapat dilihat dengan lunaknya Jokowi pada Ba'asyir yang tidak ingin menandatangani kesepakatan untuk setia pada Pancasila. Melalui Yusril Ihza Mahendra, Ba'asyir mengatakan hanya mau setia kepada Tuhan, Allah SWT, dan tidak akan mematuhi aturan ataupun ideologi lain.
Langkah mundur Jokowi yang konsisten mengkampanyekan saya Pancasila. Hasrat politik mengendurkan integritas Jokowi. Ba'asyir yang menolak Pancasila dengan alasan agama Islam boleh jadi akan berbuah bumerang pada Jokowi, lantaran belum berapa lama ini dirinya baru saja menggebuk Ormas yang dikatakan anti Pancasila. Tapi sekarang dirinya justru memberi pembebasan tak besyarat pada orang yang anti Pancasila. Standard ganda telah diperlihatkan oleh Jokowi dalam mengambil kebijakan. Memang standard ganda adalah yang paling stabil, apalagi jika digunakan untuk mencari dukungan suara.
Apakah langkah Jokowi hanya untuk menarik perhatian kaum anti Pancasila saja? Sepertinya tidak sesederhana itu, jika kita melihat big picture pembebasan Ba'asyir adalah langkah yang dimainkan Jokowi untuk menyedot atensi Internasional, sehingga Jokowi dapat memainkan percaturan politik di kancah geopolitik global, yang berkaitannya terhadap penanganan terorisme. Pada penangkapan Ba'asyir kepentingan barat sangat kentara sekali pada saat itu, sebab barat sedang mempropagandakan perlawanan terhadap terorisme secara global. Amerika dan Australia menjadi negara yang paling nyaring suaranya dalam meneriakan perlawanan teroris di Indonesia. Dengan segala kemapuan kedua negara itu menggelontorkan bantuan terhadap NKRI untuk memerangi terorisme, juga melakukan operasi deradikalisasi untuk mereka yang terpapar paham radikal.
Banyak Negara Barat berpaling dari Jokowi karena mesranya hubungan dagang RI bersama China. Hal tersebut jelas merupakan kerugian bagi Jokowi dalam kontestasi pilpres 2019 ini, kehilangan dukungan Negara Barat. Melalui Ba'asyir Jokowi setidaknya mencoba mencari perhatian dengan rencana membebaskan orang yang paling ditakuti oleh Amerika dan Australia karena pengaruhnya pada kelompok radikal yang begitu kuat. Ba'asyir sepertinya ingin Jokowi jadikan alat tukar untuk menaikan posisi tawar dirinya di mata barat, juga memperoleh dukungan. Ba'asyir mejadi pintu pembuka untuk menundukan kaum-kaum radikal dan teroris. Jelas ini adalah tawaran yang cukup menggiurkan, jika memang benar Jokowi mampu meredam potensi militansi gerakan teroris melalui pembebasan Ba'asyir. Tapi jika tidak? Lagi-lagi simalakama yang akan Jokowi dapatkan.
Sekarang pun pasca munculnya pembebasan Ba'asyir kalangan internal pendukung Jokowi sudah mulai banyak yang menyampaikan protes, dan saling tuduh menuduh blunder mengenai sikap yang Yusril Ihza Mahendera dan perencanaan pembebasan Ba'asyir yang katanya tidak berkonsultasi dengan presiden. Sepertinya gelagat yang Jokowi ambil adalah salah langkah, maksud hati ingin mengambil simpati dan merebut suara, justru malah memecah soliditas antar internal pendukung. Akankan ini jadi pertanda kapal koalisi Jokowi justru akan tenggelam? Biarlah waktu yang menjawabnya.
Sumber:
https://tirto.id/yusril-abu-bakar-ba039asyir-tolak-tandatangan-setia-pada-pancasila-deJ9