Lihat ke Halaman Asli

Demi Anggaran, Rumah Sakit Korbankan Pasien

Diperbarui: 3 Januari 2019   13:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: lifestyle.okezone.com

Sehat itu mahal! Itulah kondisi faktual yang harus dihadapi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Rakyat tidak boleh sakit, mereka semua harus terus sehat, sebab jika mereka sakit maka beban anggaran kesehatan yang harus dibayarkan oleh pemerintah akan semakin banyak. Ironis, negara seharusnya memberikan pelayanan kesehatan terhadap rakyat justru absen untuk memenuhi kewajibannya itu.

Pemerintah pasti selalu punya dalih, bahwa mereka telah menunaikan kewajibannya dengan menyediakan mekanisme BPJS Kesehatan. Sebuah sistem penyelengara jaminan sosial kesehatan, sistem yang memastikan setiap rakyat mendapat perawatan ketika jatuh sakit.

Sayangnya BPJS Kesehatan hanya pemanis yang menciptakan efek placebo, seolah mebuat kita tenang mendapat jaminan kesehatan, tapi kenyataannya justru dimentahkan oleh rumah sakit saat kita mengetuk pintunya untuk meminta perawatan.

Terlalu banyak kasus untuk diceritakan bagaimana mirisnya kita mendengar pasien BPJS Kesehatan ditolak rumah sakit. Alasannya beragam, mulai dari kehabisan obat, tidak adanya tempat inap sampai kosongnya anggaran rumah sakit untuk merawat pasien BPJS.

Baru-baru ini kita tersentak mendengar praktek cuci darah RSCM yang dikatakan tidak steril sebab selang cuci darahnya dipakai berulang-ulang lintas pasien. Miris mendengarnya, padaha setiap pasien yang datang untuk cuci darah sejatinya  berharap darahnya dapat kembali bersih, tapi yang terjadi malah terkontaminasi. Memang biaya cuci darah tidaklah murah, tapi bukan berarti demi mengamankan anggaran BPJS Kesehatan yang tipis kesehatan pasien dijadikan taruhannya.

Terlalu banyak resiko yang mengancam kesehatan pasien cuci darah jika alat yang digunakan tidak steril apalagi sampai dilakukan lintas pasien, virus Hepatitis C misalnya. Diperkirakan ada sekitar 30-60 persen pasien penyakit ginjal kronik (PGK) yang melakukan cuci darah tertular virus hepatitis. 

Secara alami tubuh pasien cuci darah sudah tidak mampu lagi melakukan proses pembersihan darah yang disebabkan oleh rusaknya ginjal, sehingga dibutuhkan alat khusus untuk membantu pencucian darah tersebut. Jika alat pencuci darahanya saja sudah tidak bersih, dengan cara apalagi pasien tersebut membersihkan darahnya?

Nahas betul nasib pasien BPJS Kesehatan, sudahlah membayar premi bulanan, kesehatannya tak jua terjamin, bahkan dipertaruhkan dalam resiko. Pemerintah seharusnya lekas berbenah perbaiki BPJS Kesehatan. Jangan sampai karena persoalan anggaran, nyawa rakyat sampai berada di ujung tanduk.

Sumber: 1 2 3 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline