Netizen twitter land hari ini ramai memperbincangkan #17AprilPrabowoPresiden. Tagar tersebut terpantau menduduki jajaran trending topik Indonesia. Banyak dari netizen menyuarakan harapannya di tahun 2019 ini tampil sosok pemimpin baru yang menahkodai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada tagar tersebut juga ramai mengekspose kebijakan-kebijakan pemerintah yang salah arah, bahkan melemahkan kita dari segi ekonomi, terkait hutang negara yang kian melambung misalnya.
Salah satu netizen @KaswanMaulana1 menyoroti utang RI yang kian membengkap dengan mengutip pemberitaan dari media CNBC Indonesia. Website berita online tersebut mengabarkan bahwa utang Pemerintah pusat per Oktober 2018 tercatat sebesar Rp 4.478,57 triliun. Hal ini disebut didasarkan laporan APBN melalui konferensi pers realisasi APBN per Oktober 2018. Menurut data tersebut pemerintah telah menambah sebesar Rp 584,97 triliun.
Miris membaca laporan tersebut, membaca fakta bahwa utang Indonesia terus meningkat, bukannya malah berkurang. Jika kita lihat hari-hari ini, problem yang menyandera Indonesia bukan hanya soal lilitan hutang yang mencekik, tapi juga ancamana krisis di depan mata yang perlu diantisipasi dan harus ditanggulangi. Krisis yang mengancam Indonesia dating dari berbagai lini, mulai dari krisis air bersih, krisis energi dan bahan bakar, krisis pangan, krisis lahan, juga yang begitu dekat mengancam adalah krisis ekonomi yang diakibatkan hutang negara.
Soal krisis air bersih misalnya, banyak tempat air tanahnya mulai tak layak digunakan untuk keperluan sehari-hari, problemnya macam-macam mulai dari air tanahnya yang asin sampai keruh dan berbau . Indonesia juga harus mengantisipasi berkurangnya cadangan minyak dan gas bumi di Indonesia yang disebabkan oleh eksploitasi berlebihan, bahkan banyak penelita yang sudah dapat mengukur kapan cadangan itu benar-benar habis, dan ketika habis kita belum mampu menemukan energi alternatif baru.
Krisis pangan dan lahan juga menjadi ancaman serius bagi Indonesia, hal tersebut dapat kita lihat dari ketidakmampuannya negara ini memcukupi kebutuhan domestiknya, sehingga begitu banyak produk pangan yang mesti kita impor. Beras, jagung, singkong, kedelai, dan daging adalah sedikit contoh yang menunjukkan betapa tidak berdayanya kita dalam menanggulangi permasalahan pangan. Lahan pertanian kita pun semakin hari kian menyusut beralih fungsi, tanpa ada revitalisasi yang mampu menjaga keseimbangan lahan produksi untuk pertanian.
Pada kemandirian ekonomi pun neraca perdagangan kita mengalami defisit, sebab barang impor yang masuk jauh lebih banyak ketimbang barang yang kita hasilkan dan mampu untuk diekspor. Geliat ekonomi kita lesu, stimulus yang diberikan melalui pinjaman asing pun tak mampu mendongkrak gairah ekonomi kita.
Jika sudah dikepung ancaman krisis dari sana-sini bagaimana sikap kita selanjutnya? Hanya diam? Atau teriak menuntut keadilan? Sejatinya kita butuh perubahan di 2019 ini.
Sumber: