Lihat ke Halaman Asli

Dismas Kwirinus

-Laetus sum laudari me abs te, a laudato viro-

Dilema Menjadi Buruh di Perusahaan

Diperbarui: 12 Oktober 2020   09:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ruber.id

Para pekerja dan buruh di Indonesia mengalami kondisi yang sangat sulit dalam kehidupan mereka. Di masa pandemi covid-19 terjadi cukup banyak pemulangan tenaga kerja atau bahkan pemutusan hubungan kerja terhadap para buruh dan pekerja yang bekerja di perusahaan-perusahaan besar. Di satu sisi mereka harus menerima kenyataan ini tapi di sisi lain mereka juga harus bertahan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 

Ditambah lagi dengan pengesahan UU cipta kerja pada tanggal 5 Oktober lalu para buruh seakan-akan menghadapi badai cobaan hidup yang semakin mempersulit keadaan. 

Dilema menjadi buruh di perusahaan seakan-akan dipertegas oleh kedua kondisi ini. Bagaimanakah kenyataan ini dihadapi oleh masyarakat yang hidup di perkotaan dan di pedesaan? Apakah ada upaya-upaya mereka untuk bertahan?

Kenyataan menunjukkan bahwa sentral-sentral ekonomi atau pusat-pusat industri pada umumnya dibangun dan didirikan di perkotaan. Sedangkan orang yang kebanyakan tinggal di pedesaan, jarang mendapat kesempatan kerja pada sentral-sentral ekonomi tadi. 

Mereka tinggal jauh dari perkotaan dan kurang berpengalaman, kalaupun ada yang mendapat kesempatan, jumlahnya sedikit. Kesempatan orang kota lebih terbuka lebar untuk masuk pasaran kerja dibandingkan dengan orang di pedalaman yang berasal dari desa.

Walaupun demikian mereka haus akan pengalaman dan sudah "jenuh" hidup di desa tetap nekad mau bekerja di perusahaan sebagai buruh kasar yang tidak memerlukan keahlian atau keterampilan khusus.

Mereka dengan senang hati bekerja sebagai buruh kasar asalkan halal. Untuk menjadi "orang penting" di salah satu perusahaan, mereka tidak punya bakat. 

Kebanyakan anak muda sekarang lebih senang bekerja di perusahaan-perusahaan besar. Pada umumnya mereka menganggap bahwa bekerja di perusahaan lebih bergengsi dari pada bekerja di kebun atau ladang.

Kalau diamati secara teliti, sesungguhnya sistem atau bentuk perekonomian masyarakat sangatlah bergantung pada tempat tinggalnya. Mereka yang tinggal di perkotaan, sosial-ekonomunya sudah mirip atau dipengaruhi oleh sosial ekonomi barat. Kehidupannya pun sudah membaur. Lapangan pekerjaan yang mereka masuki sudah sangat beragam.

Melihat lahan pekerjaan yang mereka masuki sudah sangat bervariasi, maka dapatlah dikatakan bahwa tingkat perekonomian mereka yang tinggal di perkotaan lebih baik. 

Mereka sudah berani bersaing dan menyesuaikan diri dengan kelompok lain. Sedangkan perekonomiaan mereka yang tinggal di pedesaan, masih sangat sederhana, hampir tidak terlihat tingkat-tingkat sosial ekonomi yang mencolok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline