Kebudayaan adalah keseluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1980:193).
Kebudayaan itu perlu dipelajari agar manusia mampu mengenal diri dan eksistensinya sebagai manusia. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk yang berbudaya homo culturalis.
Kebudayaan yang merupakan hasil cipta manusia tercerimin dalam bahasa, kesenian, religi dan mitos (Koentjaraningrat, 1980:104). Semua hal tersebut merupakan perwujudan karya manusia. Kebudayaan perlu diwariskan dan diteruskan agar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak punah.
Setiap budaya memiliki keunikannya masing-masing dan jika keunikan kebudayaan itu dipelajari dan ditelaah lebih mendalam, maka tentu ada nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Demikian halnya dengan budaya Dayak Desa yang merupakan salah satu dari kebudayaan nasional memiliki keunikan yang perlu digali dan dieksplorasi.
Ada begitu banyak keunikan dalam budaya Dayak Desa. Salah satu contohnya adalah simbol dan motif khas pada pakaian adat Dayak Desa. Selain itu, orang Dayak Desa biasanya mengadakan ritual nyengkelan baju adat sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Puyang Gana.
Pada tanggal 25 September 2020 di Dusun Tapang Sambas dan Tapang Kemayau, Kabupaten Sekadau mengadakan ritual nyengkelan baju adat. Acara adat ini dihadiri oleh para pejabat daerah Kabupaten Sekadau, pejabat desa Tapang Semadak, Temenggung adat, para tetua adat dan masyarakat dayak Desa di Tapang Sambas dan Tapang Kemayau. Ritual nyengkelan baju adat ini tentu memiliki nilai positif bagi orang Dayak Desa.
Maksud dari nyengkelan baju adat ini tidak lain ialah untuk madah (memberi tahu) Sang Penguasa Bumi. Dalam ritual ini dipanjatkan "doa" kepada Puyang Gana karena bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat baju adat itu berasal dari bumi, alam dan hutan.
Jika baju adat sudah disengkelan maka baju adat itu bukan sekedar baju, tetapi baju yang memiliki nilai mistis. Orang Desa memiliki keyakinan akan Yang Tertinggi karena itu mereka selalu mengadakan ritual nyengkelan. Mereka berterima kasih dan bersyukur kepada Yang Tertinggi karena dari-Nya berasal bahan-bahan alamiah yang mereka butuhkan untuk membuat pakaian adat.
Dalam kehidupan konkret, manusia tidak secara pasif begitu saja menyerap alam, tetapi ia berusaha mengubahnya menjadi sarana yang berguna untuk mengembangkan jati dirinya. Manusia, dalam membentuk, mengungkapkan, merepresentasikan dan mengembangkan jati dirinya selalu mengunakan tanda-tanda atau simbol-simbol.
Manusia dapat pula disebut makhluk simbol. Semua tingkah laku manusia mempunyai nilai simbolik, demikian pendapat Ernst Cassiner bahwa manusia adalah "Animal Symbolicum" (Cassirer, 1987:104)). Manusia tidak pernah menemukan, melihat dan mengenal dunia secara langsung, tetapi melalui berbagai simbol. Sedangkan filsuf Mircea Eliade berpendapat bahwa manusia adalah "homo simbolicus" (Bakker, 1984:48).
Simbol-simbol memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia Dayak. Mereka menggunakan simbol-simbol untuk mengungkapkan kepercayaan akan Yang Tertinggi. Yang Tertinggi itu tidak dapat didekati secara langsung, karena sifatnya yang Transenden. Sedangkan manusia adalah makhluk temporal yang terikat dalam ruang dan waktu.