Lihat ke Halaman Asli

Dani Iskandar

Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Work From Home, Tantangan Baru PNS

Diperbarui: 25 Maret 2020   16:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan karyawan perusahaan lainnya lebih kurang sudah seminggu ini melakukan kegiatan Work From Home (WFH) atau bekerja dari rumah sesuai dengan imbauan Presiden Joko Widodo pada hari Minggu tanggal 15 Maret 2020 guna mencegah penyebaran infeksi Covid-19 yang semakin masif. Presiden mengimbau masyarakat untuk tetap tenang, tidak panik, melakukan social distancing atau menjaga jarak dan tetap produktif selama melakukan kegiatan terpusat di rumah yaitu bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan ibadah dari rumah.

Bagi kebanyakan PNS, WFH merupakan hal baru. Bagaimana mereka harus bekerja dari rumah karena selama ini kinerja mereka diukur dari absensi kehadirannya di kantor, penugasan dari atasan langsung, mempersiapkan dan mengadakan rapat secara tatap muka. Namun, bagi sebagian instansi yang telah menerapkan teknologi informasi/digital, kegiatan kantor sebagian besar sudah mengandalkan teknologi dan internet.

Pekerjaan dilakukan dengan remote system. Absensi bisa dari mana saja, rapat secara video conference dan penggunaan cloud computing atau penggunaan aplikasi kantor secara bersamaan yang dapat diakses pegawai dari mana saja. Penggunaan email, wa group, aplikasi yang paperless (tanpa kertas) sudah menjadi kegiatan sehari-hari.

Kita juga sering mengalami keluhan ketika listrik mati dan genset tidak bisa dioperasikan, otomatis kegiatan kantor mengalami gangguan, karena semua tergantung dari koneksi jaringan internet yang membutuhkan listrik.

Wacana WFH
Wacana WFH bukanlah hal baru. Pada 8 Agustus 2019, BKN dan Kemenpan RB mewacanakan Flexible Working Arrangement istilahnya saat itu atau bekerja dari rumah bagi PNS. Tahun 2024 diprediksi bahwa PNS sudah bisa bekerja dari rumah, bekerja dengan teknologi digital dan 50% PNS menguasai teknologi informasi/digital.

Adapun syarat terlaksananya WFH ini adalah adanya payung hukum/peraturan, tersedianya aplikasi virtual office, koneksi internet, target kerja/produktivitas, adanya Standar Operasi dan Prosedur (SOP) dan yang pasti diterima oleh masyarakat. Namun WFH bukan diperuntukkan untuk Petugas Layanan Dasar atau yang membutuhkan kehadiran fisik seperti pendidikan dan kesehatan.

Menpan-RB saat itu, Syafruddin menyatakan bahwa wacana PNS bisa bekerja di rumah muncul setelah melihat perkembangan teknologi. Dengan memanfaatkan teknologi, orang bisa bekerja di mana saja dan kapan saja. Masyarakat jangan menyamaratakan wacana ini dengan cara para milenial membangun perusahaan rintisan atau start up. Saat ini, banyak wirausaha muda yang membangun bisnis tanpa kantor. Mereka setiap hari bisa bekerja di mana pun seperti rumah, coworking space atau kafe.

Menurutnya, jika wacana ini diterapkan, bukan berarti ASN bisa kerja terus-menerus tanpa masuk kantor, tapi untuk memudahkan pekerjaan serta reward bagi pegawai yang berprestasi saja. Dia mencontohkan dirinya yang tidak harus berada di kantor hingga malam. Cukup dengan membawa sisa pekerjaan ke rumah, itu sudah bisa disebut bekerja dari rumah.

Lebih lanjut, Syafruddin menjelaskan, sistem reward dengan kerja di rumah yang dianut negara tetangga, contohnya Australia. Di negara tersebut, pegawai yang berprestasi boleh bekerja di rumah setiap hari Rabu.

Sejalan dengan wacana WFH tersebut, dilakukan pula penyederhanaan birokrasi yang menjadi salah satu fokus dari lima program prioritas Kabinet Indonesia Maju. Nantinya, penyederhanaan birokrasi akan menjadi dua level eselon saja, serta mengganti Jabatan Administrasi (Eselon III) dan Pengawas (Eselon IV) dengan Jabatan Fungsional (JF) yang menghargai  keahlian dan kompetensi.

Presiden Jokowi mengatakan pemangkasan ini dilakukan agar terjadi percepatan dalam memutuskan perubahan dunia yang begitu cepat. Jokowi menginginkan eselon III dan IV digantikan dengan kecerdasan buatan atau Artificial Intellingent (AI) alias robot. Sehingga jika muncul sebuah kecepatan, akan muncul perubahan budaya kerja dan kultur baru. Namun semua perubahan ini yang paling penting adalah tidak mengganggu income gaji yang tadi dipotong. Tidak akan menurunkan pendapatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline