Malam itu kami bahagia sekali. Perjalanan dalam grab itu sangat bahagia. Meskipun singkat, yaah paling sekitar 15 menit dari rumah ke Warung Sate Padang yang kami tuju, namun nuansa yang kami dapatkan itu sangat ceria, tidak biasanya. Apa sebab? Sopirnya gokil haha. Masih muda. Tapi saat buka pintu sambutannya sudah berbeda.
Dilanjutkan dengan kekonyolannya, dia bertanya ini itu, bisa lewat sana sini tidak. Jelas! Ternyata sopir grabnya tinggal sekitar 20an kilo dari tempat tinggal kami. Jelas dia tidak mengenal wilayah sekitar kami. Apa yang menyebabkan kami sangat ceria, bahagia, tertawa sepanjang perjalanan?
Karena sopirnya tukang cerita. Dia banyak bertanya. Tetapi yang bikin kami tertawa itu karena dialeknya, logatnya sangat Medan sekali. Suaranya keras, ketawanya menggelegar, mobil pun menjadi ramai suasananya.
Tadinya kami sempat mau membatalkan mobilnya karena dari gps terlihat mobil tidak bergerak. Ternyata sopir tersebut nongkrong di sebuah hotel tempat temannya bekerja dan menggunakan wifi hotel tersebut. Ketika dia jalan menuju rumah kami, koneksi wifi pun terputus sehingga kami pikir dia tidak bergerak. Ini orang makan dulu, macet, atau apa, pun tidak menghubungi. Ketika dihubungi tidak menjawab. Tau-tau dia sudah berada diujung gang. Gokil.
Kejadian heboh terjadi saat sampai di Warung Sate Padang. Di perjalanan dia nanya, satenya enak ya bang. Enak saya bilang. Ada sate padang, ada sate kacang (sate bumbu kacang kalau di jawa). Satenya ada daging sapi, ayam dan kerang. Ukurannya besar-besar. Sopir grab ini pun heboh, wah enak sekali itu, ada kerang, besar pula!
Dia pun seperti ikut larut dengan penjelasan kami. Ketika kami tawari ikut makan, dia masih mau balik ketemu temannya tadi. Sambil teriak, "Selamat Makan ya Pak, Bu, Selamat Menikmati, Terima kasih ya, Lain kali saya makan disini" wah ramai sekali. Biasanya naik taksi online ya biasa saja, paling ngobrol biasa gak seramai ini hehe.
Emosi yang Menular
Hikmah cerita di atas. Kami pun sebelum makan sudah terkontaminasi kebahagiaan si abang grab tadi. Tersenyum. Tertawa. Bahagia. Efek percakapan, canda tawa sekitar 10-15 menit itu sangat berasa di kejadian berikut-berikutnya. Kami pun berasa tambah nikmat makan malamnya. Cerita-cerita sambil makan pun berlanjut ke cerita-cerita yang senang-senang, bahagia.
Ternyata Bahagia itu Menular. Bahagia itu adalah bagian dari emosi. Bahagia, senang, gembira merupakan perasaan ceria yang dialami seseorang. Lawannya adalah sedih, marah, kesal, takut, dan hal-hal yang membuat seseorang itu Tidak Nyaman dan Bahagia.
Jelas bahwa ketika seseorang itu bahagia, maka bawaannya pun akan senang dimana-mana. Tidak Beban. Plong. Fresh. Hormonnya membuat seseorang itu bersemangat melakukan apa pun, gak beban, happy. Efeknya orang yang berhubungan dengan dirinya pun ikut merasakan kesenangan yang ia rasakan. Kebalikannya juga demikian.
Saat lebaran semua orang berbahagia, tidak hanya umat muslim, yang tidak Islam pun merasakan kebahagiaannya. Selama bulan puasa, semua jenis makanan dijajakan. Banyak diskon departemen store. Libur panjang. Dan yang pasti bisa makan kembali setelah sebulan berpuasa, mudik dan kumpul keluarga. Semua happy. Bahagia.
Sebaliknya, ketika seorang guru Matematika killer masuk ke ruangan. Keadaan mencekam pun menyelimuti kelas. 5 menit berlalu rasanya bagai 1 jam. Ketika nama disebut, dipanggil, seorang murid maju ke depan untuk menyelsaikan soal yang diberikan Sang Guru. Keringat pun bercucuran. Siswa lain pun deg-degan. Who's next. Absen atas atau bawah. Bangku kiri atau kanan. Laki-laki atau perempuan. Semua berdoa agar tidak ditunjuk yang berikutnya. Ketika bel berbunyi. Ketakutan pun sirna. Hore.