Lihat ke Halaman Asli

Disa Nur Agnia Salsabilla

Mahasiswa S1 Bahasa dan Sastra Indonesia - Universitas Pendidikan Indonesia

Situasi Harmonisasi antara Tradisi dan Modernisasi Karakteristik Orang Sunda

Diperbarui: 29 Februari 2024   20:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

daihatsu.co.id

Berbicara orang Sunda, tidak akan pernah terlepas dari konteks budaya, sejarah, dan perkembangan sosial di tataran Sunda yang sangat lekat kaitannya dengan orang Sunda itu sendiri. 

Kemanapun orang Sunda pergi, karakternya dengan mudah mampu dikenali. Namun, apakah hal tersebut termasuk ke dalam pertentangan terhadap modernitas budaya lain? 

Orang Sunda sering kali mengimplementasikan kebudayaannya dalam bentuk tingkah laku, kebiasaan, dan etika sehari-hari, hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan tradisi mereka yang kaya. 

Kuatnya akar tradisi membuat orang Sunda secara tidak langsung tidak menyadari beberapa tingkah laku dan sifat yang sebenarnya bukanlah merupakan suatu hasil pendidikan, melainkan merupakan dampak paling terlihat dari keberhasilan tradisi Sunda untuk senantiasa melekatkan segala bentuk ajaran, etika, tingkah laku, dan kebiasaan sehari-hari yang senantiasa dijaga secara turun temurun.

Beberapa sifat yang turun menjadi sebuah kebiasaan yang senantiasa melekat tersebut dapat dibuktikan dengan beberapa contoh hal seperti kebiasaan mengonsumsi makanan mentah seperti sayur dan buah yang secara tidak langsung merupakan hasil pengimplementasian sifat cageur (sehat), meskipun hanya dianggap sebagai suatu kebiasaan dan rasanya sebagai pelengkap, rupanya kebiasaan tersebut merupakan sebuah tradisi orang Sunda dalam menjaga pola makan dan kesehatan. 

Menetapkan sesuatu sesuai dengan ketentuan yang ada, baik dalam hal agama maupun hukum yang berlaku, agama dan hukum merupakan landasan utama orang Sunda dalam bertindak, dan ini merupakah salah satu bentuk pengimplementasian sifat bener (benar). 

Lalu, orang Sunda juga senantiasa dianggap sebagai orang yang baik dalam bertuturkata, hal tersebut merupakan salah satu sifat bageur (baik) yang diimplementasikan dalam bentuk prilaku dan cara bicara yang baik dan muncul dari gerakan hati diri sendiri. Selain itu, terdapat tujuh sikap lain yang mencerminkan karakter orang Sunda yakni, Pinter (Pintar), menjadi pribadi yang pintar secara intelektual, kreatif, dan solutif; Singer (Mawas Diri), senantiasa mengavaluasi diri untuk menata kehidupan yang lebih baik; Teger (Tegar), jika dihadapkan pada kesulitan harus bersikap tabah dan sulutif; Pangger (Teguh Pendirian), berusaha meraih segala sesuatu yang telah dicita-citakan; Wanter (Berani), berani menegakkan keadilan dan kebenaran; dan Cangker (Kuat), melakukan setiap yang dikerjakan dengan sepenuh hati dan penuh dedikasi. Meskipun memiliki karakter yang kuat, namun tidak menutup kemungkinan bahwa orang Sunda mampu melebur bersama budaya-budaya global yang saat ini bertebaran sebagai bentuk modernitas.

Masuknya budaya-budaya nasional yang secara tidak langsung telah diadaptasi dari beberapa budaya asing yang dianggap baik dan dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan ekonomi dalam jangka panjang merupakan hal yang dipertimbangkan orang Sunda dalam pengimplementasian sifat wanter (berani). Meskipun memiliki karakteristik tradisi atau budaya yang kuat, kemajuan zaman juga merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan orang Sunda untuk dapat menjalani kehidupan di masa kini dan masa yang akan datang. 

Namun, menjaga warisan budaya tetap menjadi hal yang paling penting bagi orang Sunda. Maka dari itu, mempertahankan tradisi dengan tetap melihat dan memadukan budaya lain yang dirasa dan dianggap baik bagi keberlangsungan aspek sosial dan ekonomi zaman mendatang merupakan hal yang dapat diterima dan senantiasa dipertahankan bagi orang Sunda saat ini.

Kembali lagi, segala bentuk tindakan tersebut tidak pernah terlepas dari pepatah"Silih asih, silih asah, silih asuh" yang memiliki makna penting dalam memperkuat hubungan sosial dan masyarakat yang harmonis, dan hal tersebut masih merupakan bagian dari filosofi kehidupan tradisional suku Sunda. Secara keseluruhan, pepatah ini mendorong prinsip-prinsip kerjasama, keterlibatan, dan saling mendukung dalam membangun masyarakat Sunda yang harmonis dengan situasi, kondisi, zaman, dan budaya yang telah mengalami fase modernisasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline