Lihat ke Halaman Asli

Dirham alkayyisa

Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Bahaya Self-diagnosis Hingga Menyebabkan Gangguan Kecemasan

Diperbarui: 3 November 2023   22:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fenomena self-diagnosis, merujuk pada upaya individu dalam mengidentifikasi kondisi medis tanpa supervisi profesional, semakin dikenal dalam masyarakat modern. Terutama dalam era digital saat ini, di mana akses luas ke informasi kesehatan tersedia di internet, individu seringkali tergoda untuk melibatkan diri dalam praktik self-diagnosis. Kendati dilandasi niat baik, praktik ini dapat menghadirkan bahaya serius yang berdampak pada aspek kesejahteraan individu, seperti munculnya gangguan kecemasan yang tidak sepantasnya.

Self diagnose berasal dari bahasa Inggris yakni self yang berarti diri sendiri dan diagnose yang berarti kemampuan untuk menganalisis suatu penyakit yang diderita. Self diagnose sendiri merupakan kondisi dimana seseorang mendiagnosis diri sendiri mengidap sebuah gangguan atau penyakit kejiwaan hanya melalui pengetahuan diri sendiri berdasarkan sumber yang tidak resmi seperti dari teman, keluarga, internet, maupun dari pengalaman diri sendiri pada masa lalu (Annury, 2022). 

Self-diagnosis sering berawal dari penilaian individu terhadap gejala fisik atau emosional yang tak lazim yang mereka alami. Gejala-gejala tersebut kemudian merangsang individu untuk melakukan pencarian informasi kesehatan melalui internet, dengan tujuan memahami lebih lanjut penyebab gejala tersebut. Terlepas dari niat baik, kendala muncul saat individu mencoba mengaitkan gejala tersebut dengan diagnosis medis tanpa panduan profesional yang kompeten.

Bahaya utama yang melekat pada self-diagnosis adalah adanya potensi diseminasi informasi kesehatan yang tidak akurat atau tidak sahih di internet. Situs web dan platform online menyediakan beragam sumber informasi, yang sayangnya tidak selalu diverifikasi atau memadai. Hal ini memungkinkan individu untuk meraih pemahaman yang tidak tepat tentang kondisi kesehatan mereka. Sebagai contoh, individu yang mengalami sakit kepala dapat mencari informasi yang memicu ketakutan terhadap kemungkinan kondisi serius, seperti tumor otak, dengan mengabaikan kemungkinan penyebab sederhana, seperti kurang tidur, stres, atau dehidrasi.

Selain aspek ketidakakuratan, self-diagnosis seringkali mengesampingkan aspek-aspek penting, seperti riwayat medis pribadi dan konteks lingkungan individu. Profesional medis mempertimbangkan elemen-elemen ini dalam proses diagnosis yang komprehensif. Akan tetapi, dalam konteks self-diagnosis, individu mungkin tidak menyelidiki aspek-aspek ini dengan cermat, mengakibatkan potensi kesalahan dalam mengevaluasi kondisi kesehatan mereka.

Lebih jauh, self-diagnosis dapat memicu peningkatan tingkat kecemasan. Pencarian informasi kesehatan di internet seringkali memaparkan individu pada berbagai skenario terburuk yang mungkin terkait dengan gejala yang mereka alami. Hasilnya, ketakutan yang tidak beralasan dapat muncul, terutama pada individu yang memiliki kecenderungan untuk mengkhawatirkan hal-hal kecil. Dalam konteks self-diagnosis, kecemasan dapat membesar-besarkan masalah yang mungkin tidak seserius yang dikhawatirkan oleh individu.

Kemunculan gangguan kecemasan adalah salah satu konsekuensi serius yang kerap muncul akibat praktik self-diagnosis. Proses berkelanjutan dalam mencari informasi kesehatan di internet dan rasa cemas yang semakin meningkat dapat menyebabkan peningkatan tingkat kecemasan yang merugikan. Kecemasan merupakan sesuatu yang normal dalam kehidupan kita sehari-hari karena kecemasan sangat dibutuhkan sebagai pertanda akan bahaya yang mengancam.

Namun ketika kecemasan terjadi terus-menerus, tidak rasional dan intensitasnya meningkat, maka kecemasan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan disebut sebagai gangguan kecemasan (ADAA, 2010). Individu mungkin menjadi obsesif dalam memperdalam pengetahuannya mengenai penyakit yang diduga mereka alami. Gangguan kecemasan semacam ini berpotensi menghambat aktivitas sehari-hari, mengganggu kinerja di tempat kerja, merusak hubungan interpersonal, dan menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Lebih lanjut, self-diagnosis dapat menghalangi individu dalam mencari bantuan medis yang sesuai. Ketika individu telah meyakini bahwa mereka mengalami kondisi medis tertentu, mereka cenderung merasa tidak perlu untuk berkonsultasi dengan dokter atau tenaga medis yang kompeten. Mereka mungkin merasa bahwa mereka memiliki pemahaman yang memadai dan tahu bagaimana mengelola diri mereka sendiri. Pada situasi seperti ini, risiko meningkatnya komplikasi akibat penundaan penanganan medis yang seharusnya tepat dan segera dapat sangat signifikan.

Lebih lanjut, ketika individu mencoba mengobati diri mereka sendiri berdasarkan self-diagnosis, mereka mungkin menggunakan obat-obatan atau metode pengobatan alternatif yang tidak memiliki bukti ilmiah yang memadai atau bahkan berpotensi berbahaya. Penggunaan obat yang salah atau metode pengobatan yang tidak teruji dapat memperburuk kondisi kesehatan individu atau menimbulkan efek samping yang merugikan. Dalam banyak kasus, intervensi medis yang tepat dan waktu yang tepat merupakan faktor penentu dalam pemulihan yang sukses.

Untuk menghindari konsekuensi negatif yang melekat pada self-diagnosis dan mencegah munculnya gangguan kecemasan, penting untuk mengikuti langkah-langkah yang bijak ketika menghadapi kekhawatiran akan kesehatan. Pertama-tama, ketika individu menghadapi gejala yang tidak biasa atau merasa tidak sehat, sangat dianjurkan untuk berkonsultasi dengan profesional medis yang memiliki kompetensi dalam bidangnya. Profesional medis dapat melakukan penilaian fisik dan riwayat medis yang komprehensif untuk memastikan diagnosis yang akurat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline