Lihat ke Halaman Asli

Benci Itu Buta

Diperbarui: 19 Maret 2021   16:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bacaan:

Barang siapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan. Tetapi barang siapa membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan. Ia tidak tahu kemana ia pergi, karena kegelapan itu telah membutakan matanya (1 Yohanes 2:10-11).

Dalam lirik sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Agnes Mo, terdapat kalimat "Cinta ini kadang-kadang tak ada logika". Itu fakta yang sering dialami oleh orang yang sedang jatuh cinta, bahkan ada pepatah mengatakan "cinta itu buta". Namun di dalam Tuhan, justru yang terjadi sebaliknya.  Di dalam 1 Yohanes 2:10-11, menegaskan bahwa cinta itu tidak buta, cinta itu terang, benci itu yang buta.

Kebencian merupakan emosi yang pasti dialami oleh setiap manusia. Pendeta Stephen Tong mengatakan bahwa Tuhan Allah pun sendiri mempunyai emosi benci dan kasih serta aspek emosi yang lain. Namun kebencian Tuhan adalah kebencian yang suci.  Manusia sering terjebak dalam kebencian yang tidak kudus. 

Ada yang membenci anggota keluarganya karena berbagai alasan, ada yang membenci tetangganya karena tetangga lebih kaya, ada yang membenci bos di kantor karena dianggap tidak adil, ada yang membenci rekan pelayan di gereja karena perbedaan pendapat dalam rapat, ada yang membenci sesama jemaat karena dianggap terlalu lebay. Beragam alasan yang bisa membuat kita membenci sesama. Apakah hal itu dibenarkan? Tidak. Yang dibenarkan oleh Tuhan hanyalah membenci kefasikan atau membenci dosa.

Mungkin awalnya rasa benci hanya dipendam saja di dalam hati, lama-lama berakar, bertumbuh subur dan berbuah menjadi tindakan yang sangat sadis. Andar Ismail mengatakan, "Apa yang awalnya hanya soal like and dislike tentang perkara sepele, dalam jangka panjang hal itu membuat kita berpola pikir benci secara menetap atau kronis. Proses jangka panjang ini berlangusng dalam diri kita tanpa kita sadari." 

Hal senada dijelaskan juga oleh pendeta Stephen Tong, beliau mengatakan, "Kebencian bertumbuh di dalam hati sebagai bibit yang terus menjadi besar, berakar, dan akhirnya mungkin menjadikan kita orang yang sangat kejam, tidak berperikemanusiaan, dan akhirnya menjadi perusak hidup sendiri, perusak hidup orang lain, perusak masyarakat, bahkan perusak komunitas gereja yang seharusnya penuh cinta kasih." 

Segala macam kejahatan dapat dilakukan karena kebencian. Kain membunuh Habel, Yusuf dimasukkan ke dalam sumur dan dijual oleh saudara-saudaranya, Saul melempar tombak kepada Daud semua karena benci. 

Berita Kompas 30/04/2019, Harris mengaku sudah membenci abang iparnya, rasa benci itu dia pendam sejak lama dan akhirnya dia membunuh abang iparnya dan kakaknya sendiri. 15/03/2021, di Bogor terjadi pembunuhan berantai karena rasa benci dan masih begitu banyak kasus kekejaman lain yang terjadi akibat kebencian.

Terbukti firman yang tertulis di dalam Alkitab, bahwa kebencian membawa manusia hidup dalam kegelapan, buta akan kebaikan, buta akan kasih, tidak dapat melihat dan melakukan hal-hal yang benar, dia bertindak dalam kegelapan yang menghasilkan kejahatan dan kekejaman, benci itu buta. 

Bila seseorang menyimpan rasa benci itu sama dengan pelan-pelan menyerahkan hidup dalam kegelapan, dan bila kegelapan sudah menguasai maka pikiran, penilaian, dan hati nuraninya akan gelap dan perbuatan-perbuatannya jahat (Yohanes 3:19). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline