Lihat ke Halaman Asli

Boby Lukman Piliang

Penulis, Penyair dan Pemimpi Kawakan

Golput dan Ketakutan Petahana

Diperbarui: 28 Maret 2019   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kampanye ajakan sekelompok masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya pada Pileg dan Pilpres mendatang mendapatkan berbagai reaksi dari pengamat dan pejabat pemerintahan. Menko Polhukam Wiranto menyebutkan pihak yang mengajak golput sebagai pengacau. Bahkan lebih tegas Wiranto mengatakan pihak-pihak itu dapat dikenai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Saya tidak mengerti kenapa Wiranto berubah menjadi sangat sangar seperti itu belakangan ini. Biasanya, Mantan Panglima ABRI (TNI) itu sangat tenang dan kalem serta pandai menyembunyikan emosinya. Wiranto selama ini dikenal sebagai pribadi yang irit bicara bahkan jauh dari kalimat provokatif bernada kemarahan.

Memang, harus diakui, ajakan untuk tidak menggunakan hak pilih pada Pilpres/Pileg belakangan semakin masif di dengungkan. Ruang ruang maya kita yang selama ini sudah hiruk pikuk dengan isu kampanye dua kelompok masyarakat pendukung kedua capres semakin semarak dan riuh dengan ajakan untuk tidak menggunakan hak konstitusional itu.

Selain mengancam akan mengenakan pasal pasal UU UU ITE, Wiranto juga menyebutkan pelaku kampanye Golput bisa dijerat dengan pasal pasal yang ada di UU Terorisme serta KUHAP.

Wiranto dan pemerintah seperti tidak bisa mengendalikan diri akibat kalut pasca menurunya elektabilitas petahana berdasarkan hasil survey yang dilakukan beberapa lembaga survey nasional. Angka angka yang terus menurun serta berbanding terbalik dengan masifnya kampanye yang digelar baik oleh Jokowi dan Maaruf sendiri serta relawan mereka. 

Meminjam istilah Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Siddin saat tampil di acara Indonesian Lawyers Club di TVOne, terlihat jelas pemerintah saat ini kelelahan dan terlihat enggan menertibkan rakyatnya dengan cara yang persuasif.

Pemerintah seperti terus menciptakan ketakutan kepada rakyat dengan mengeluarkan ancaman yang tidak sepatutnya disampaikan.

Sekarang, marilah berpikir sejenak, kenapa Golput menjadi kampanya yang kian hari kian kencang didengungkan baik offline maupun melalui media maya. Alasan yang paling dekat adalah karena pemilih tidak menemukan jawaban atas harapan mereka dari petahana dan penantang.

Banyak alasan yang bisa digali dibalik kampanye golput ini. Salah satu alasan kongkrit adalah semakin tingginya tingkat ketidakpercayaan rakyat kepada elite politik dan para pemimpin, yang mendorong mereka untuk mengabaikan hak pilihnya itu. Angka Golput terus mengalami peningkatan dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Dapat disebutkan bahwa meningkatnya angka golput disebabkan masyarakat mulai gerah terhadap gelaran politik lima tahunan yang terus ini meningkat.

Angka Golput akan semakin bertambah karena hari ke hari kampanye ini semakin masif dan terapi yang diterapkan guna mengatasinya juga salah. Apalagi sikap kubu petahana yang ingin menekan angka golput karena ingin menang mutlak. Jelas strategi ini salah.

Jika berkaca pada Pilpres tahun 2014 silam dimana angka golput yang mencapai 15-20 persen suara adalah angka yang terbilang besar. Jadi wajar saja pada Pilpres kali ini inkumben sangat ingin menekan angka tersebut karena berpotensi membuat mereka kalah, Sebagai catatan, pada Pilpres 2014 silam, selisih angka antara Jokowi dan Prabowo tidak terlaku jauh.

Jadi bisa dimengerti kan kenapa kubu Jokowi paling reaktif menghadapi gelombang golput dibandingkan pihak Prabowo-Sandi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline