Lihat ke Halaman Asli

Boby Lukman Piliang

Penulis, Penyair dan Pemimpi Kawakan

Dukungan Pejabat ke Petahana, Efektifkah untuk Mendulang Suara?

Diperbarui: 2 Oktober 2018   17:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bulan September lalu menjadi bulan yang sangat sibuk dengan aktifitas politik. Pemberitaan terkait deklarasi dukung mendukung telah menjadi menu sehari hari yang disajikan media massa kepada kita.

Sebenarnya, soal dukung mendukung ini tidak perlu terlalu kita pikirkan dengan serius. Tokh namanya deklarasi ya segitu saja. Pengalaman juga mengajarkan, setelah deklarasi nyaris tak ada sama sekali tindak lanjut dari peristiwa tersebut. Saya mencatat beberapa kali pengalaman ikut deklarasi ini dan itu. Setelah pembacaan ikrar, makan makan dan dialog, maka selesai pula sampai disana.

Sejatinya, dukungan politik harus dipahami sebagai sebuah kesepakatan bersama kedua belah pihak dalam hal ini kandidat sebagai pihak yang didukung dengan kelompok yang menyarakan dukungan. Di ranah politik praktis, kesamaan visi dan misi kedua belah pihak menjadi landasan untuk menyatakan dukungan selain kesepahaman tentunya.

Namun, tak jarang pula, dukung mendukung ini dilakukan karena adanya tekanan. Bisa jadi tekanan politik yang disampaikan salah satu pihak kepada pihak lainnya atau tekanan lain. Sebab dalam politik dewasa ini, kesamaan visi dan misi saja adalah hal yang nomor kesekian setelah adanya (dugaan) transaksi atau politik bagi bagi kekuasaan dan kesempatan.

Di Sumatera Barat misalnya, tercatat sebanyak puluhan walinagari (setingkat kepala desa) mendeklarasikan diri untuk mendukung kandidat presiden petahana. Saya memahami hal itu dari dua sisi yang berbeda.

Pertama, memang dukungan lahir dari kesadaran dan keinginan untuk harapan yang lebih baik di masa depan. Dan Kedua adalah dorongan politik yang berbasis kesamaan irisan dalam sebuah kelompok politik.

Sebagaimana yang terjadi di Sumbar, alasan kedua menjadi alasan yang paling rasional untuk diterima. Sebanyak sepuluh kepala daerah yang menyatakan dukungan kepada calon petahana adalah para kepala daerah yang beririsan langsung dengan petahana. Sutan Riska Tuanku Karajaan (Bupati Dharmasraya) adalah kader PDI-P, hal yang sama juga berlaku pada Bupati 50 Kota, Irfendi Arbi yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPC PDI-P kabupaten setempat.

Hampir kesemua kepala daerah yang menyatakan dukungan adalah kader atau bupati yang maju di pemilihan tahun 2015 silam dan diusung oleh partai koalisi petahana (PDI-P, Golkar, NasDem, PKB, PPP ) kecuali Hendra Joni yang saat ini menjabat sebagai ketua DPD II Partai Amanat Nasional di Pesisir Selatan.

Namun, keikutsertaan Hendra Joni dimaklumi karena dia bukan kader murni PAN dan isterinya adalah caleg DPR RI dari Partai NasDem.

Politik hari ini tidak bisa dipahami sebagai kebutuhan ideologis untuk sebuah tujuan pengabdian. Politik saat ini adalah sebuah sikap pragmatis. Partai politik hanyalah menjadi kendaraan semata untuk tujuan berkuasa. Tidak ada tali ideologis yang kuat yang mengikat kuat rasa sebagai kader.

Kita tidak bisa larut atau sekaligus terpesona dengan romantika politik. Hari ini semua hal itu tidak semuanya benar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline