Lihat ke Halaman Asli

Memadukan Science dan Spirituality

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Memadukan

Science dan Spirituality

untuk

sebuah Masyarakat yang lebih Harmonis dan Damai

by DR. T.D. Singh, Ph.D

Tulisan berikut diambil dari buku "The Science of Interreligious Dialogue".  Sains dan Agama merupakan dua kekuatan utama yang memengaruhi umat manusia, dalam perjalanannya mencari makna kehidupan dan keberadaan alam semesta. Sains telah mengalami perkembangan yang sangat pesat di Abad 21 ini, di Indonesia pun ada berbagai agama besar yang diakui negara. namun masih banyak penyalahgunaan sains dan teknologi oleh para penganut agama dalam rangka korupsi, terorisme, kekerasan atas nama agama dan lain sebagainya. menurut TD singh, hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman agama secara saintifik sehingga menimbulkan fanatisme buta dan kurangnya makna atau value Spiritual dalam aplikasi Sains dan teknologi. untuk lebih lanjut silahkan simak artikel berikut.-dipaEmosi yang paling mendasar dan indah yang dapat kita rasakan/alami adalah sensasi-sensasi sesuatu yang bersifat mistik.” —Albert Einstein If somehow we can bring together the idea of openness present in science with religious thinking that has ideas of love and peace at its base, maybe that is the way. Jika entah bagaimana, kita mampu menggabungkan ide ‘keterbukaan’ yang ada dalam ‘Science’ dengan ide ‘love and peace’ yang merupakan dasar pemahaman relijius, mungkin ini adalah jalan yang lebih baik (untuk pengetahuan yang lebih lengkap-ed). William D. Phillips (Peraih Nobel Fisika) “Individu-individu yang bijak dapat melihat campuran sempurna antara sains dan spiritualitas di dalam laboratorium raksasa alam semesta ini.” – T.D. Singh Kontribusi utama Spirituality (jalan kerohanian) adalah mengakui bahwa Tuhan merupakan fondasi segala realitas yang ada. Tuhan menciptakan objek yang bergerak maupun yang tidak bergerak dengan tujuan rohani. Dan demikianlah objek-objek yang bergerak (para makhluk hidup-ed) bukanlah sekedar produk reaksi-reaksi kimia molekuler kompleks belaka, melainkan, makhluk hidup merupakan sebuah kombinasi antara matter (partikel material)–yang tak bergerak dan partikel spiritual (spiriton, atau atman dalam bahasa sansekerta)–entitas hidup yang kekal. Dengan kata lain, partikel fundamental matter tidak bisa berubah menjadi spiriton (entitas hidup) maupun berevolusi perlahan-lahan menjadi spiriton (partikel spiritual atau kehidupan itu sendiri). Matter dan Spiriton adalah berbeda dan merupakan entitas yang terpisah. Tetapi pada waktu penciptaan alam material ini, spiriton (atma) ini berinteraksi dengan partikel-partikel material, atom dan molekul. Dengan rencana dan hukum Tuhan membentuk entitas bergerak yang disebut para makhluk hidup. Interaksi ini diuraikan di dalam literatur-literatur Veda dan Vedanta India. Atom dan molekul awalnya tidak memiliki makna ‘meaning or values’. Bagaimanapun juga, atom-atom dan molekul ini akan memiliki makna, ketika berhubungan dengan sang daya hidup, sang entitas spiritual ‘spiriton. Sebagai contoh, selembar kertas, yang terbuat dari selulosa, awalnya tidak memiliki nilai “Values”. Namun, ketika pemerintah memberikan nilai-nilai tertentu kepada kertas itu dalam bentuk uang, maka ia akan memiliki makna dan sangat berguna. Demikian pula halnya dengan molekul-molekul (berbagai zat) yang membentuk badan manusia ini akan memiliki makna yang luar biasa sepanjang “sang pribadi di dalam badan”—sang roh (spiriton) itu masih ada. Oleh karena itu, ketika seseorang mati, badan material tidak memiliki nilai begitu pula tanpa makna dan tujuan atom-atom dan molekul tidak memiliki nilai. Lebih lanjut kedamaian merupakan sebuah kunci yang terbuat dari makna, tujuan dan pemenuhan akan kehidupan dan tanpa kedamaian tidak akan pernah ada kebahagiaan dan nilai dalam hidup. Kata “makna” memiliki arti yang spesial dalam setiap dialog perdamaian. Adalah sebuah persepsi yang umum bahwa pendekatan saintifik akan kehidupan bersifat reduksionisme dan materialisme. Di dalam kedua faham ini, tujuan hidup adalah semata untuk mempromosikan kemajuan ekonomi dan sosial dengan memanfaatkan pemikiran (riset) ilmiah. Dalam sudut pandang seperti ini, tujuan dan makna kehidupan manusia adalah untuk memeroleh uang sebanyak mungkin dan menikmati sebanyak mungkin tanpa mempedulikan sisi etis dan makna sejati kehidupan. Para materialis mencoba mengisi kehampaan–yang tercipta akibat pengabaian akan Tuhan dan Jalan Spiritualitas–ini dengan berbagai ideologi ciptaan mereka sendiri, seperti, Rasisme, Komunisme, Nasionalisme, dan berbagai ideologi lainnya. Di dalam peradaban Saintifik Modern dewasa ini, kita sudah melihat bahwa sebagian kelompok manusia, sedang me-materialis-kan (lebih menonjolkan sisi materialistic agama ketimbang sisi spiritual yang universal-ed) Agama mereka, yang merupakan akar pertengkaran global (termasuk kekerasan atas nama agama-ed) dewasa ini. Maka dengan makna kehidupan yang salah atau palsu seperti ini tidak akan membawa kedamaian yang permanen di dunia ini. Solusi atau jawaban atas pertanyaan akan makna kehidupan, sesungguhnya berada pada pendekatan komplementer Sains dan Spiritualitas. Spiritual wordview atau religious worldview, di dalam bentuknya yang paling murni, mengembangkan sifat moral umat manusia dengan memahami dimensi dalam akan realitas (inner dimensions of reality), Sains, di lain pihak membantu umat manusia untuk mengertikan beberapa aspek realitas fisika. Jadi, demikianlah, ketika dipadukan bersama, dua sistem pengetahuan ini, Science dan Spirituality akan  menjadi komplementer satu sama lain. Sebagai contoh, spiritualitas atau bentuk agama paling murni membimbing masyarakat manusia dengan visi yang tepat untuk menciptakan masyarakat yang penuh makna dan adil, sedangkan sains memberikan alat dan keterampilan untuk mencapainya (tujuan agama tadi), demikianah cara menapaki jalan untuk mencapai kedamaian dunia abadi. Menurut tradisi-tradisi spiritual dunia, alam semesta ini bukanlah sebuah produk dari ‘kebetulan yang buta’, melainkan telah diciptakan oleh Tuhan untuk memfasilitasi sebuah evolusi kesadaran bagi para makhluk hidup. Seperti halnya di sekolah-sekolah kita memiliki mainan bagi anak-anak dan buku-buku tentang advanced mathematics and arts bagi murid-murid yang sudah senior dan matang, (demikian) juga Tuhan telah menciptakan alam semesta ini, untuk memfasilitasi evolusi kesadaran bagi para makhluk hidup dari kesadaran yang lebih rendah menuju kesadaran yang lebih tinggi. Tuhan juga menciptakan planet Bumi yang indah ini, sebuah campuran ekselen akan ‘rasa kagum’ dan ‘keindahan.’ Kecerdasan umat manusia dilengkapi dengan kemampuan untuk melihat dunia kuantum partikel-partikel fundamental yang indah dan penuh misteri. Kita dicengangkan oleh jumlah mikroorganisme yang tak terhitung jumlahnya. Semua ini adalah hadiah dari scientific enterprise. Dilain pihak, kita juga dapat menghargai keagungan ciptaan Tuhan seperti gunung-gunung tinggi, air terjun, danau-danau dan samudra luas dengan makhluk-makhluk hidupnya yang besar dan kecil yang berada didalamnya. Kita juga dapat menikmati pemandangan hutan-hutan lebat, berbagai jenis bunga-bunga harum dan banyak burung-burung yang penuh warna warni menyanyi dan bersiul ‘cooing’ di dalam suara mereka yang sangat indah dan merdu, di alam mekar yang penuh damai dan tenang, secara terus menerus mengumandangkan keagungan Yang Kuasa. Individu-individu yang bijak dapat melihat campuran sempurna antara sains dan spiritualitas di dalam laboratorium raksasa alam ini. Einstien melihat sifat-sifat alam ini dalam petualangannya pada jalan sains dan spiritual. Dia berkata, “Emosi yang paling mendasar dan indah yang dapat kita rasakan/alami adalah sensasi-sensasi sesuatu yang bersifat mistik.” Itu merupakan penabur bagi semua sains sejati. Dengan mengetahui bahwa apa yang tak ditembus bagi ikita benar-benar eksis, memanifestasikan dirinya sendiri sebagai kebijaksanaan tertinggi dan keindahan yang cemerlang yang mana dengan alat-alat kita yang tumpul, yang hanya dapat memahami misteri alam ini hanya dalam bentuknya yang paling primitif—pengetahuan ini, perasaan ini berada dalam pusat kesalehan sejati.” Di alam ini, persediaan telah disediakan bagi semua bentuk kehidupan untuk mengangkat kesadaran mereka dari tingkat kesadaran yang lebih rendah kepada kesadaran yang lebih tinggi, lewat proses evolusi spiritual. Seperti halnya elektron tidak dapat dilihat tetapi keberadaannya dapat disimpulkan dengan berbagai gejala atau tanda-tanda, sama halnya secara material kita tidak dapat melihat Tuhan namun eksistentsiNya dapat disimpulkan dari keberadaan ciptaanNya. Tradisi-tradisi spiritual dunia mengajarkan kita tujuan, visi dan rencana Tuhan dibalik ciptaan yang luar biasa ini. Lebih lanjut tradisi-tradisi spiritual ini mengajarkan kita bagaimana bertindak agar sejalan dengan rencana kosmikNya. Bertindak sesuai dengan pemahaman dan pengetahuan spiritual memerlukan kita untuk menginsyafi kesatuan diantara semua makhluk hidup sebagai “anak-anak Tuhan” dan menghargai bahwa Kosmos adalah satu keluarga besar. Demikianlah kita adalah anak-anakNya diikat bersama dengan ikatan persaudaraan yang erat. Seseorang dapat mengamati kecenderungan ini; banyak orang yang memiliki hewan dan burung peliharaan dan mencintai hewan peliharaan ini sebagai anggota keluarga mereka sendiri. Demikianlah spirituality melampaui segala tembok perbedaan. Semakin kita menyadari bahwa kita semua adalah saudara dan saudari, dalam sebuah keluarga spiritual yang sama, maka secara mudah dapat kita pahami hubungan universal antara satu dengan lainnya. Jadi bagian penting dari proses perdamaian adalah menghargai dan mendukung satu sama lain meskipun berbeda budaya dan agama. Dan lagi, kultur persahabatan antara komunitas yang berbeda agama dan bangsa termasuk persahabatan antara sains dan spiritualitas akan mempercepat dan memfasilitasi lebih jauh untuk terbentukya perdamaian. Pada titik kritis sekarang ini, ketika eksistensi umat manusia dihadapkan dengan banyak krisis, satu-satunya jalan untuk bertahan adalah merajut benang-benang pemahaman dan saling pengertian, baik antar individu, komunitas, dan antar Negara, dalam rangka membangun damai dan harmoni di atas sebuah fondasi spiritual. Bagaimanapun juga, mengakui Tuhan sebagai sumber segala ciptaan di dalam sebuah ranah realitas rohani akan memerlukan sebuah pendekatan rasional atau semi rasional, yang masih sangat kurang (diterapkan oleh berbagai agama-ed). Karena kekurangan pemahaman yang tepat akan makna kitab-kitab suci mereka, maka banyak kelompok agama (relijius) sering dikuasai oleh fanatikisme yang berlebihan dan berbagai jenis tujuan-tujuan materialistik. Demikianlah, karena fanatikisme (yang berlebihan), satu agama sering berbenturan dengan agama yang lain sehingga membahayakan bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, atas dasar skenario yang sering terjadi dewasa ini, maka adalah sangat penting bagi berbagai tradisi agama untuk menanamkan semangat ilmiah dan rasional. Di lain pihak, kita semua sadar bahwa meskipun kemajuan dalam sains dan teknologi dewasa ini telah membawa keuntungan yang dahsyat bagi umat manusia, namun kemajuan Sains dan Teknologi modern ini secara terus-menerus meningkatkan masalah-masalah etis. Nilai-nilai etis ‘ethical values’ tidak mampu untuk menjaga kecepatan perkembangan sains dan teknologi yang eksplosif. Tren atau kecenderungan ini secara serius menguji umat manusia. Jadi, sangatlah penting dibutuhkan tuntunan umum etika dalam riset saintifik, yang bergantung pada kebijaksanaan spiritual yang bersifat tak lekang oleh waktu, khususnya dalam bioengineering dan bioteknologi. Sebuah pendekatan yang seimbang antara semangat saintifik dan nilai-nilai spiritual harus dijamin atau dipastikan. Walaupun telah ada berbagai usaha untuk kedamaian dunia dengan tradisi religius, komunitas sains dan perkumpulan politik, perdamaian dunia yang akan datang akan tinggal impian jika usaha kerja sama antara sains dan spiritual tidak mendapat kedudukan. Untuk ikut mewujudkan tujuan luhur ini dan Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Udayana yang ke 49, Universitas Udayana bekerja sama dengan Yayasan Institut Bhaktivedanta Indonesia (YIBI) sebagai pusat kajian Sains dan Spirituality, akan menyelenggarakan Seminar Internasional  "Values of Science and Spirituality in the 21s Century" pada tanggal 3 September 2011, bertempat di Gedung Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Indonesia, Jalan P.B. Sudirman. Tiket terbatas. Harga tiket Cuma Rp. 150.ooo,- (dpt dibeli di Gramedia Denpasar atau hubungi panitia:Dr. Made Wardhana, melalui email: made_wardhana@yahoo.com  Suastawa: 08980717379, Alex: 087860209229Gung De: 081916101691,  Nariata: 081999805458; dipayana : 081237592245, quick reply email to:  dvibhuja.bsds@gmail.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline