Lihat ke Halaman Asli

Versus, Citizen dan Jurnalis

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13008723272044967403

[caption id="attachment_97717" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (shutterstock)"][/caption] Siapa yang berpikir bahwa sebuah berita hanya dikuasai oleh seorang jurnalis? Tentunya tidak. Saat ini didukung pula dengan perkembangan teknologi dan demokrasi modern, terdapat istilah "Semua Orang Bisa Berbicara". Tidak hanya berpengaruh dalam perkembangan komunitas, organisasi masyarakat, ataupun demonstrasi, istilah tersebut berkembang pula dalam ranah jurnalistik. Citizen Journalism, Partisipatory Journalism atau jurnalisme warga, merupakan perkembangan jurnalisme yang bukan berdasar pada pemikiran jurnalis sesungguhnya. Shayne Bowman dan Chris Willis lantas mendefinisikan citizen journalism sebagai '...the act of citizens playing an active role in the process of collecting, reporting, analyzing, and disseminating news and information". "Semua Orang Bisa berbicara" merupakan esensi dari Citizen Journalism dengan mempunyai banyak alternatif berita dan perspektif tentang sebuah hal dari berbagai pihak. Perkembangan kemajuan dan tantangan global mendorong kita untuk selalu giat dalam mencari informasi dari dunia luar. Oleh karena itu perkembangan teknologi jurnalistik inilah yang mendukung untuk mendapatkan informasi mulai dari berita kecil hingga yang umum dibicarakan orang. Terdapat pertanyaan yang sering terlontar apakah citizen journalism (blog, youtube, twitter, dll) bisa disebut dengan jurnalis? Jawabannya adalah belum tentu. Sebuah blog atau microblog (twitter misalnya), penulis hanya menulis apa yang mereka ingin tulis dan terkadang tidak berdasarkan fakta. Sebagian pendapat, citizen journalism memang belum bisa disebut sebagai jurnalis. Selain memang tidak mengatasnamakan sebuah media, penulis juga tidak berdasarkan pada Kode Etik Jurnalistik, baik dalam teknik pencarian berita hingga penyampaian berita, yang menjadi pegangan para wartawan. Selain itu, menjadi seorang jurnalis juga bukan sekedar mengumpulkan dan menyebarkan berita seperti yang dikatakan oleh Garnham (1986) "The journalists are not only collector and disseminators of information, they also guarantee a forum for the public debate essential to the functioning of the social order. (dalam Dahlgren, Peter dan Colin Sparks, 1997) Jika kita mendengar kata "Blog", maka terlintas di bayangan kita adalah sebuah situs internet yang dimiliki oleh perseorangan dengan memuat informasi ataupun tulisan pribadi didalamnya. Blog merupakan salah satu bentuk citizen journalism walaupun bukan jurnalis. Seperti ungkap Enda Nasution lewat karangan Apakah Blogger = Jurnalis?, Enda memutuskan, "Tidak semua blogger adalah jurnalis dan tidak semua jurnalis adalah blogger." Dalam menyampaikan sebuah berita, para jurnalis pasti dipengaruhi oleh ideologi media atau sisi pragmatisme media. Hal inilah yang sering membatasi para jurnalis untuk berkreasi menyampaikan berita. Berbeda dengan blogger yang tidak mempunyai batasan apapun juga dalam menyampaikan berita. Pendapat lain menyampaian bahwa, secara profesional, citizen journalism (dalam konteks blog) memang tidak bisa disebut sebagai jurnalis, mengingat bahwa blog bukan dibawahi media, merupakan milik perseorangan serta tidak ada kode etik didalamnya. Akan tetapi jika melihat dari sisi fungsinya, beberapa blog memang bisa disebut sebagai jurnalis. Mereka menulis dari warga untuk warga dan oleh warga. Jika dilihat dari definisi jurnalis yang merupakan kegiatan mengumpulkan, menulis, mengedit, menerbitkan berita melalui koran dan  majalah atau memancarkan berita melalui radio dan televisi, beberapa blogger juga sudah melakukan hal itu. Hanya saja tampilan dalam menyajikan beritanya berbeda dengan para jurnalis. Citizen journalism telihat lebih santai dan mempunyai banyak variasi dalam menyajikannya. Sebuah blog bisa saja disebut sebagai jurnalis jika memang isi atau kontent memang sarat dengan kontent jurnalistik dan berita tersebut dapat menjadi refrensi bagi warga untuk bertindak. Melihat bahwa tidak semua berita dapat diinformasikan oleh media konvensional, maka dalam hal ini lah blog diperlukan. Seperti pendapat Didiet Adiputro yang mengatakan bahwa semua orang biasapun bisa menjadi jurnalis dengan menulis blog atau memuat gambar di flickr yang terkadang justru memuat peristiwa - peristiwa yang tidak terlacak oleh para jurnalis konvensional Sebut saja video amatir tentang tsunami Jepang ataupun bencana lain yang terdapat dalam youtube. Video tersebut memang bukan karya seorang jurnalis resmi, akan tetapi video tersebut cukup memberikan refrensi kepada warga atau bahkan sebagai sumber refrensi beberapa media televisi. Contoh lain adalah situs panyingkul.com dengan tagline nya "Jurnalisme Orang Biasa". Web berbasis internet tersebut memang menjadi sarana untuk para citizen reporter yang ingin menyajikan berita-beritanya. Panyingkul! ini dibentuk dengan bertujuan menjadi bagian dari ekosistem media secara keseluruhan dan mengharapkan terjadinya dialog dinamis dengan melibatkan masyarakat biasa dalam proses lahirnya sebuah berita. Ia ingin mendekati peristiwa, yang juga didekati oleh media mainstream, dengan sudut pandang orang biasa. Berbeda dengan situs Kompasiana.com yang merupakan satu bagian dari media massa KOMPAS. Dalam situs ini, dapat digunakan untuk mempublikasikan apa saja yang ditulis oleh penulis. Jika Panyingkul! merupakan sebuah situs citizen yang berdasarkan kontent jurnalistik, Kompasiana lebih bebas dalam menyampaikan tulisan. Tidak hanya sebuah reportase, bahkan puisi, cerita pribadi, cerita fiksi dapat dimasukkan di situs tersebut. Dengan hanya log in dan mendaftar menjadi anggota Kompasiana, para citizen reporter bisa memberikan tulisan kedalamnya. Masih banyak lagi situs-situs citizen seperti suarakomunitas.net, inilah.com dan sebagainya. Dengan adanya informasi-informasi mengenai jurnalis dan citizen tersebut bukan berarti mereka sangat berbeda dan dapat dibandingkan. Bukan berarti pula bahwa jurnalis sesungguhnya lebih baik dari pada jurnalisme warga (citizen). Jika terdapat satu peristiwa yang diberitakan oleh jurnalis dan citizen reporter, belum tentu berita jurnalis akan lebih banyak mengandung news value karena salah satu andalan media adalah kecepatan dalam menyajikan berita, sehingga tidak jarang pula berita yang disajikan kurang tepat atau bahkan berlebihan. Walaupun tidak berpegang dengan Kode Etik Jurnalistik, jika para citizen melanggar atau melakukan kesalahan terhadap yang di-posting-nya, mereka tetap akan terkena hukuman yang berlaku. Jika mereka menyampaikan sajian berita ataupun tulisan melalui internet atau berbasis online maka hukum yang menyertainya adalah Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Sehingga harus tetap berhati-hati dan mempertimbangkan etika bahasa jurnalistik bagi para citizen reporter ataupun blogger dalam menyajikan sajian berita ataupun tulisan. Dalam buku Bahasa Jurnalistik, Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis karangan Haris Sumadiria (2006), etika bahasa jurnalistik dapat diartikan sebagai pedoman etis dalam penulisan dan penyajian semua jenis dan bentuk karya jurnalistik. Pedoman etis tersebut sangat penting jika kita sudah masuk ke dalam dunia jurnalistik dan ranah publik agar tidak terjadi kesalahpahaman.. Untuk komunitasnya sendiri, di Indonesia mempunyai Komunitas Citizen Jurnalist dengan penciptanya bernama Imam Suwandi. Komunitas yang berdiri pada tahun 2009 ini dapat diikuti oleh semua warga yang memang berniat menjadi citizen reporter yang berkualitas. Semoga dengan adanya komunitas ini, citizen journalism di Indonesia dapat semakin berkembang dengan lebih profesional. Dengan demikian, jika menengok kembali dalam bahasan citizen journalism termasuk jurnalis atau tidak, memang belum ada yang menegaskan mereka jurnalis atau bukan. Tetapi mereka tetap dalam ranah jurnalisme, hanya saja tetap disertai dengan kata citizen untuk menunjukkan bahwa mereka bukan jurnalis media. Selain itu diharapkan agar para penulis citizen dan jurnalis media tetap dapat hidup bersama seperti dalam pesan Lukas Suwarso selaku Sekretaris Dewan Pers, yang mengatakan dalam hal ini ini juga percaya bahwa perkembangan pesat citizen journalism bukan berarti akan mengubur media konvensional. Justru akan terjadi konvergensi dimana media tradisional dan citizen media akan hidup bersama dengan bentuk dan cara penyampaian informasi yang berbeda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline