Lihat ke Halaman Asli

Prosesi Pembangunan Sa'o Ria Woloara

Diperbarui: 30 Juni 2015   17:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  ilustrasi SEBAGAIMANA daerah lain di Nusa Tenggara Timur (NTT) atau wilayah Indonesia umumnya yang memiliki kekayaan alam dan budaya, Kabupaten Ende juga memiliki khasanah serupa. Hal ini terlihat di Desa Woloara, Kecamatan Kelimutu.

Pos Kupang mendapat kesempatan langka menyaksikan prosesi pembangunan rumah adat yang dalam bahasa daerah setempat disebut Sa'o Ria Woloara. Mosalaki (tetua adat)  Woloara, Don Watu menuturkan, rumah adat Woloara memiliki kesakralan serta nilai-nilai yang harus dipertahankan oleh  masyarakat setempat atau dalam bahasa daerah disebut ana kalo fai walu.

Keberadaan Sa'o Ria saat ini sangat membutuhkan perhatian dari ana kalo fai walu karena dipandang sudah tidak layak lagi untuk ditempati dan menjadi tempat pertemuan mosalaki, atalaki, podoria dan seluruh warga suku.

Oleh karena itu, pada tanggal 30 Mei 2015 Mosalaki Pu'u Tanah Mau Gadho Woloara memanggil Atalaki to'o si'i kuni mbana (petugas mosalaki) dalam struktur adat tana Mau Gadho Woloara yang bertugas menyampaikan dan mengundang seluruh atalaki, podoria dan ana kalo fai walo untuk hadir pada tanggal yang telah ditentukan itu.

Puji Tuhan semua pihak yang berkepentingan hadir pada tanggal tersebut guna membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan Sa'o Ria Woloara.
"Sudah merupakan kebiasaan jika mosalaki pu'u mengundang semua komponen adat maka seluruh persiapan ditanggung  mosalaki pu'u," ujar Don Watu.

Adapun perintah  adat yang harus dilaksanakan adalah pertama penebangan kayu untuk rumah adat dilaksanakan pada tanggal 13 Juni 2015. Kedua, pada saat penebangan kayu, semua ana kalo fai walu mengenakan pakaian adat yakni bersarung Lio. Ketiga, wilayah yang menjadi lokasi penebangan adalah hutan rakyat yang ada di Dusun Woloki, Desa Woloara.

Keempat, mengikuti petunjuk atau arahan dari mosalaki pai nggo niu wani terkait pohon yang akan ditebang.

Kelima, yang menandai kayu (neka kaju) untuk bahan bangunan rumah adat adalah mosalaki kili ndolu wangga taka. Semua pihak yang berkepentingan menaati semua perintah tersebut.

Sisi menjadi menarik dari prosesi penebangan kayu tersebut adalah seluruh ana kalo fai walu menyaksikan dengan seksama. Kendati jaraknya cukup jauh dari kampung, namun ana kalo fai walu tetap setia mengikuti prosesi tersebut.  Setelah tiba di lokasi mosalaki pai nggo niu wani langsung menuju ke pohon kayu yang hendak ditebang. Sebelum ditebang,  mosalaki pai nggo niu wani bersama mosalaki kili ndolu wangga taka melakukan seremonial adat yakni memberikan sesajian kepada tana watu dengan membawa seekor ayam dan mota keu oka (sirih pinang). Setelah itu langsung menandai pohon yang akan ditebang.

Pada hari itu berhasil ditandai tiga pohon kayu. Pohon yang ditandai tersebut masing masing dimiliki podoria atas nama Mathias Gadho, Don Watu (mosalaki pa nggo niu wani) satu  batang) dan satu batang oleh mosalaki dari rumah besar Bhoku Ndolu.  Pohon yang ditandai mosalaki kili ndolu wangga taka menunjukkan kesesuaian, rumah adat tersebut menjadi rumah pertemuan yang ramah dan rukun.

Pohon yang ditebang dan kayunya dibawa ke Sao Ria menandakan bahwa wilayah hukum adat Tana Mau Gadho Woloara sampai di perbatasan hutan negara, kawasan Taman Nasional Kelimutu. Hal ini mempunyai kesesuaian dengan tiga warna Danau Kelimutu yang merupakan keajaiban dunia. "Mudah-mudahan rumah adat Sa'o Ria  mempunyai keajaiban dan sangat istimewa," kata Don Watu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline