[caption id="" align="aligncenter" width="435" caption="http://dikmen.kemdiknas.go.id"][/caption]
Berdasarkan berita yang saya baca di kompas.com bahwa ada 10 sekolah yang terpaksa dikenai sanksi tidak boleh mengikuti jalur undangan seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri atau SMPTN, dikarenakan terbukti telah melakukan kecurangan pada nilai raport siswanya. Waduh ternyata bukan cuma anggaran aja yah yang dicurangi, tapi nilai juga bisa.
Mungkin maksud guru atau pihak sekolah adalah untuk membantu siswanya agar bisa masuk di PTN favorit melalui jalur khusus atau undangan ini. Selain itu kalau sudah bisa diterima di salah satu perguruan tinggi negeri favorit tentu ini akan menaikkan pamor dari sekolah itu sendiri. Yah pada akhirnya akan ada banyak kepentingan dalam memalsukan atau menaikkan nilai siswa atau anak didik mereka. Dan tentunya nilai-nilai ini sudah ada dan dibuat sejak mereka semua berada di kelas 1 SMA bukan?
Wah kesannya kok saya menuduh ya? ya maaf sebelumnya, tapi saya sendiri sebenarnya gak tahu persis sih, cuma dulu waktu saya masih duduk di bangku SMA di salah satu SMA swasta di kota saya, guru saya pernah bilang, sebetulnya pihak sekolah bisa saja memalsukan atau membuat nilai "gantungan" . Namun jika nilainya terlihat tidak realistis dengan keadaan yang ada mereka takut saja malah akan merugikan anak-didiknya saat kuliah nanti. Wah guru saya baik ya? ha ha ha gak tahu sih saya, karena saya di sekolah swasta jadi kalo nilainya bagus-bagus kan ya agak lucu juga sih maksud saya kan semua itu dilihat dari inputnya juga. Kalau inputnya aja menengah ke bawah terus nilai raportnya melonjak tinggi padahal begitu pas ujian nasional turun drastis, apa gak jadi masalah? itu sih yang dikatakan guru saya. Kecuali memang sekolah swasta yang inputnya bagus, sudah pasti tanpa dinaikkan pun nilai pasti bagus-bagus .
Yah kita hagai saja maksud baiknya yaitu agar anak didiknya bisa diterima di PTN favorit, namun mereka lupa bahwa ini sama saja mengajarkan anak untuk berbohong dan tidak percaya diri. Kenapa mereka tidak membiarkan siswa atau anak didiknya terbiasa menerima sebuah kenyataan, maksud saya disini adalah kalau dia dapet nilai jelek atau kurang berarti harus diperbaiki, bukan malah dibantu pake nilai "katrolan" atau rekayasa. Jadi yang paling penting adalah anak diajarkan untuk percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki, bukan malah membuatnya jelas-jelas menjadi pecundang karena nilai bagus yang ternyata hanya rekayasa.
Sesungguhnya kalau mau dilihat lagi, maksud dan tujuan dari guru untuk merekayasa nilai ini untuk apa sih? misalaya saja seperti yang saya tuliskan di atas yaitu untuk membantu siswa agar diterima di perguruan tinggi favorit, nah apa iya kalo sudah diterima masalahnya selesai? iya juga sih untuk pihak sekolah selesai karena siswa yang diterima di PTN favorit tentu menjadi prestis tersendiri bagi pihak sekolah. Tapi bagaimana dengan siswanya sendiri? apa mereka gak membayangkan kalau siswanya yang terbiasa dibantu dengan nilai rekayasa atau nilai mark up ini ketika duduk di bangku perkuliahan? Tentu banyak dari mereka yang seperti anak kehilangan induknya. Bagaimana tidak jelas-jelas untuk nilai mereka terbiasa dibantu nah kalo kuliah siapa yang mau bantu? dosen? iya kalo dosennya baik kalo enggak? jelas donk usaha sendiri mengulang lagi semester depan iya kan?
Terkait dengan adanya 10 sekolah yang kena blacklist karena ketahuan telah melakukan kecurangan nilai raport tentu pada akhirnya merugikan siswa itu sendiri bukan? dan tentu ini merugikan pihak sekolah juga. Kalau sudah di blacklist begini akan susah untuk mendapatkan "kepercayan" lagi baik dari PTN dan juga dari masyarakat.
Nah ada baiknya kepada bapak ibu guru dan pihak sekolah, memikirkan tidak hanya saat masuk kuliah saja kemudian urusannya selesai. Akan tetapi juga harus dipikirkan bagaimana agar anak didiknya mampu bersaing dengan siswa lain dari berbagai sekolah di bangku perkuliahan nanti. Jadi berikan pendidikan bukan nilai hasil rekayasa, yang paling penting adalah membuat siswa percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki, cerdas dan tanggap terhadap lingkungannya sehingga dia mampu bersaing dimanapun dia berada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H