Lihat ke Halaman Asli

Dion Pardede

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Akan terus dan selalu belajar.

Pidato Macron dan Sentimentalitas adalah Masalah yang Sama Besar

Diperbarui: 2 November 2020   08:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Muslim di Timur Tengah dan sekitarnya pada Senin (26/10) menyerukan boikot produk Perancis dan protes atas karikatur, tetapi Macron telah berjanji negaranya tidak akan mundur dari cita-cita sekuler dan pembelaan kebebasan berbicara.(AP/Mahmud Hossain Opu via Kompas.com)

La république En Marche! merupakan partai yang dipimpin Emmanuel Macron dan menjadi kendaraannya untuk sampai ke kursi presiden Perancis. Partai ini jelas berideologi liberal, bukan hanya ekonomi namun juga sosial.

Semangat liberal dan sekularisme ini jadi pembedanya dengan Marine Le Pen, tokoh konservatif Perancis yang menjadi rivalnya dalam Pilpres 2017 lalu.

Macron dikenal sebagai tokoh muda liberal terkemuka dekade ini. Kebebasan sipil dan berpendapat---yang memang mengakar kuat di Perancis---di tangannya semakin memiliki tempat yang mantap dalam ruang publik Perancis. 

Semangat liberalisme juga tampak dari kebijakan imigrasinya. Emmanuel Macron jauh dari kata proteksionisme dalam kebijakan keimigrasian. Dia tidak terjebak dengan ketakutan-ketakutan penuh sentimen ras.

Dia, selayaknya seorang liberal, percaya akan perlunya distingsi (pemisahan) wilayah publik dan privat antara negara dan masyarakat. Selama menjabat, sangat jarang dia mengintervensi ruang-ruang privat warga negaranya. Dia sangat jauh dari citra pemimpin partisan.

Namun, pernyataannya terkait teror yang berlangsung beberapa waktu lalu agaknya menegasikan semangat dan citra yang ia bangun selama ini. Dalam sebuah pidato, ia menyebut bahwa ajaran islam merupakan sumber krisis global. 

Pernyataan yang diklaim sebagai tindakan proteksi terhadap kebebasan berpendapat---yang juga merupakan salah satu poin liberalisme---tersebut jika kita bedah akan sangat bertentangan dengan pandangan kaum liberal dalam bernegara.

Keadilan liberal
Immanuel Kant (1724-1804) seorang filsuf aufklrung (pencerahan) Jerman pernah membuat sebuah tulisan pendek yang berpengaruh bagi pandangan sekularisme dan liberalisme sampai saat ini. 

Tulisan tersebut berjudul Zum ewigen Frieden (Menuju perdamaian abadi). Kant melontarkan sebuah pertanyaan yang kemudian ia jawab sendiri; 

"Bagaimana tuntutan normatif keadilan dapat dipenuhi oleh fakta kepentingan diri?". Kant menjawab dengan singkat: "Aturlah kepentingan-kepentingan diri itu sehingga tidak bertabrakan satu sama lain".

Jawaban Kant tersebut kemudian menghasilkan sebuah konsep yang dikenal dengan Management of self interest (Manajemen kepentingan diri). Konsep ini menghendaki bahwa negara harus membedakan dua wilayah di dalamnya; wilayah publik, dan wilayah privat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline