Sengkarut penataan PKL di Jakarta sudah menjadi buah bibir khalayak ramai diperbincangkan. Banyak pihak yang menilai PKL Jakarta sudah "offside" dan melanggar batas. Bahkan lebih merajalela jika dibandingkan dengan PKL pada masa pemerintahan yang sebelumnya. Hal ini dipicu dengan kebijakan gubernur Jakarta Anies Baswedan pada PKL yang bisa dinilai salah asuh.
Salah asuh dalam menangani PKL itu dapat terlihat dari kebijakan Anies menutup jalan Jati Baru Raya. Jalan tersebut ditutup agar PKL dapat berjualan di jalan. Selain itu juga pihak Anies memberikan fasilitas berupa tenda orange untuk kepentingan PKL dalam berjualan.
Atas kebijakan ini Anies dilaporkan oleh sekelompok LSM kepada pihak berwajib. Pedagang yang secara resmi menyewa lapak di kios-kios pertokoan Tanah Abang pun menyampaikan keberatan dengan keadaan itu. Kebijakan Anies memperbolehkan PKL berdagang di jalan telah membuat penurunan omset harian mereka, padahal mereka secara legal berjualan.
Seolah mendapatkan angin segar karena kebijakan Anies tersebut, PKL didaerah lain juga menuntut hal yang sama. PKL jakarta yang tadinya takut untuk menggelar dagangan, kini semakin berani berjualan di trotoar. Salah satu contohnya adalah PKL dijalan melawai yang seolah sudah menyulap trotoar menjadi restoran siap saji (Tempo.co).
Tidak cuma itu, PKL sudirman juga terlihat sangat berani melanggar aturan lalu lintas. Mereka menggunakan pembatas jalan sebagai meja untuk berjualan. Mereka mengaku selama melakukan aktifitas jual beli, belum pernah ditertibkan oleh petugas satpol PP (Kumparan.com). Keadaan ini berpotensi akan menambah kesemrawutan wajah Jakarta
Bagaimana dengan wacana penertiban PKL? Tentu saja ada, namun hingga kini belum terlihat realisasinya. Hal ini terlihat pada kasus PKL di Jatinegara yang "katanya" akan ditertibkan. Penertiban ini sudah disetujui oleh Anies, namun dalam praktiknya penertiban baru sebatas mencarikan lahan untuk para PKL. Sekitar 190 PKL akan ditertibkan ke lokasi yang akan disediakan oleh UMKM dan Oke Oce (Detik.com).
Ketidaktegasan Anies dalam menata PKL bukan suatu hal yang tanpa alasan. Mungkin karena ada kepentingan politik populis yang dirinya galang, juga karena janji kampanye saat Pilkada lalu. Keberpihakan Anies terhadap PKL seolah telah menyandra akal sehat Anies sampai pada taraf tidak masuk akal. Sebagai seorang gubernur, tidak seharusnya Anies memihak sekelompok masyarakat dan mengorbankan kepentingan masyarakat yang lain. Setelah ini semua, mungkin Anies bisa dikatakan sebagai Gubernur Para PKL, bukan Gubernur Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H