Dunia jurnalisme modern berjalan pada kecepatan cahaya dan batas antara pembaca dan pembuat berita semakin kabur, peran konten kreator dalam dunia jurnalisme menjadi semakin menonjol. Tantangan mereka tidak hanya membuat konten yang menarik, tetapi juga menghadapi tekanan waktu untuk menyampaikan informasi yang akurat.
Mereka bukan hanya pencipta konten, tetapi juga arsitek utama dalam membentuk narasi dan memberikan sudut pandang baru terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di seluruh dunia. Dalam usaha untuk memenangkan perhatian pembaca atau penonton, risiko mengutamakan kecepatan daripada keakuratan adalah sesuatu yang harus mereka tangani dengan bijak.
Mereka beroperasi di dunia tanpa batas, di mana segala hal dapat diakses oleh siapa saja, kapan saja. Namun, bersama dengan kebebasan tersebut, datang pula tantangan yang perlu diatasi.
Lalu, tantangan apa saja yang dihadapi oleh konten kreator pada saat ini dalam era jurnalisme? Berikut tantangannya.
1. Kebebasan yang Bertanggung Jawab
Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh konten kreator adalah menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab jurnalistik. Setiap konten kreator dapat dengan bebas membuat sebuah konten jurnalisme.
Kebebasan yang dimaksud bisa dari segi pembuatan konten, audio visual dari konten yang dibuat, materi atau informasi yang dicari, bahkan konten kreator bisa dengan bebas menambahkan opini yang akan diberikan dalam konten tersebut.
Namun, kebebasan yang ada juga harus diimbangi oleh tanggung jawab yang ada di dalam diri para konten kreator. Konten jurnalisme yang dibuat juga harus bisa dipertanggungjawabkan. Apakah konten tersebut memuat informasi yang benar adanya? Atau ternyata hanya sekedar fiktif semata.
Maka dari itu, dibutuhkan yang namanya kebebasan yang bertanggung jawab dalam pembuatan konten oleh konten kreator. Jangan selalu mencari sensasi terhadap isi konten yang ada.
Biasanya ada beberapa konten kreator yang mencari sensasi dengan membuat konten yang isinya kurang dapat dipertanggungjawabkan. Memang, audiensnya banyak, tetapi audiensnya menjadi kurang teredukasi karena selalu diberi "makan" oleh sensasi-sensasi yang ada.