Lihat ke Halaman Asli

Dionisius Herucakra

Mahasiswa Bimbingan Konseling UKSW

Manusia yang Buta Kemanusiaannya

Diperbarui: 28 April 2023   10:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bhinneka Tunggal Ika, tentu Anda sudah tidak asing dengan semboyan yang tertulis di lambang negara kita ini. Indonesia yang memiliki beragam ras, suku, agama, dan budaya tentu harus memegang erat persatuan. Kita diharapkan bersatu di dalam perbedaan untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia dan memelihara hasil perjuangan para pahlawan. Menjaga persatuan dan kesatuan tentu bukanlah hal yang mudah, apalagi terdapat oknum pemecah belah dan sebagian manusia yang tidak memiliki kemampuan berfikir secara luas.

Isu perpecahan karena perbedaan berkali-kali muncul di dalam berita, dan mungkin salah satu dari Anda pernah merasakannya secara langsung bagaimana perbedaan ini justru semakin mempertebal dinding pembatas antara satu golongan dengan yang lain. Kita semua mengenal apa itu Pancasila, toleransi, dan bunyi sila ke tiga yang seharusnya diterapkan  dalam kehidupan sehari-hari. Menerapkan teori persatuan dan toleransi mungkin tidak semudah yang kita bayangkan. Sebagian orang belum bisa menerapkannya karena dipengaruhi banyak hal seperti didikan orang tua, pengaruh lingkungan, gengsi, fanatisme, konservatisme, bahkan sikap separatisme karena dipengaruhi ideologi yang menyimpang.

Terdapat banyak faktor eksternal yang membuat konflik sesama manusia ini akan terus ada. Namun ada baiknya kita memperbaiki diri terlebih dahulu sebelum bertindak tanpa pikir panjang. Kita perbaiki apa yang ada di dalam diri kita, manakah sikap yang benar dan yang salah, bagaimana sebaiknya kita memperlakukan orang lain, bagaimana kita ingin diperlakukan orang lain, eksistensi hukum karma, dan yang terpenting yaitu kemanusiaan. 

Seseorang yang melalukan refleksi diri perlu memiliki kerendahan hati, rasa bersalah, keluasan pikiran, dan kemampuan olah rasa yang baik. Tidak semua orang memiliki bekal-bekal untuk melakukan hal ini, seperti mereka yang selalu berpikir sempit, tidak memiliki rasa bersalah, dan buta akan kemanusiaan.

“Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?” begitulah bunyi kutipan Injil Matius 7:3 yang cocok untuk menggambarkan seseorang dengan pikiran sempit dan tidak mau mengkoreksi diri sendiri. Seseorang yang memiliki sifat kebencian selalu menilai orang lain sebagai sosok yang negatif, pikirannya keras seperti batu sehingga tidak mau menerima pendapat atau mungkin fakta di luar cakupan pengetahuannya. Lucunya ada beberapa kasus di Indonesia, seseorang yang ilmu agamanya tinggi, fasih berbicara mengenai agama, namun buta kemanusiaan. Apakah ada agama yang tidak mengajarkan kemanusiaan? Bukankah seharusnya malu jika seseorang dinilai sebagai petinggi agama, cakap urusan Ketuhanan namun buta kemanusiaan? Oleh karena itu olah rasa harus dilakukan secara bertahap dimulai dari diri sendiri, sesama manusia, kemudian Tuhan. Jangan lakukan aturan agama yang menyimpang  dari sikap kemanusiaan.

Indonesia sudah kenyang dengan berita kejahatan kemanusiaan berkedok agama. Di luar negeri sendiri masih banyak terjadi rasisme antara orang kulit putih dan kulit hitam. Dalam kasus ini lebih parah lagi, karena hanya perbedaan fisik (warna kulit) seseorang menjadi dikucilkan di kelompok masyarakatnya. Hal ini sangat tidak mencerminkan kemanusiaan.

Manusia sebagai ciptaan Tuhan, diberikan bumi dan segala isinya untuk dijaga dan dilestarikan. Sesama manusia harus saling mengasihi dan paham akan hak maupun kewajibannya. Jangan biarkan perbedaan menjadi sumber perpecahan, jadikanlah ajang untuk saling memperbaiki diri menuju pemikiran yang lebih maju. Apabila dengan beragama masih belum menyadarkanmu tentang kemanusiaan, buanglah jubahmu dan kitab sucimu, turunkanlah kepalamu dan capailah suatu kesadaran akan eksistensi manusia, alam semesta, dan sang pencipta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline