Lihat ke Halaman Asli

Didin Zainudin

Didin manusia biasa yang maunya berkarya yang gak biasa.

Tuyul Hitam

Diperbarui: 3 Januari 2023   01:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pekerjaan masih belum beres benar. Tinggal finishing dikit-dikit. Benerin ukuran dan ngeprint. Temanku masih ngelanjutin pekerjaan. Malam sudah makin larut. Aku pamit pulang dulu. Teman saya mengiyakan. Satpam kantor ikut menemani dia sambil ngopi.  Kantor sudah sepi benar. Semua ruangan sudah kosong. Jam di dinding menunjukkan jam 02.00 dini hari. Beneran budak korporat nih, jam segini baru pulang.  

Saya sudah di atas motor. Udara masih berasa dingin. Padahal udah pake jaket. Mungkin karena sejam lalu barusan hujan. Jalan aspal juga masih basah. Mata sudah terasa berat sebenarnya. Kantuk udah mulai menyerang. Tapi aku berusaha mempertahankan kelopak mata untuk membuka. "Ayolah... melek dulu. Bentar lagi juga sampai rumah". Aku membujuk mata. Mata mulai mau kompromi. Punggung juga sudah kepingin rebahan di kasur yang empuk. Pegal dan penat sudah menyerang. Bayangan bantal sudah memanggil-manggil. Katanya, "kangen". "Iya, gw juga udah kangen bantal". Tapi jalan menuju ke rumah  gak dekat juga. Paling tidak kalo ngebut 45 menitan. Untung jalanan udah gak macet. Lagian gila aja, kalo jam segini macet. Eh, pernah sih, waktu itu lagi ada kerjaan proyek pengecoran jalan yang kebetulan saya lewati. Mereka memang kerjanya malam sampai pagi. Jadi sesekali mereka suka menutup jalan.  Terutama bila alat berat mereka mau masuk ke lokasi proyek. Jalanan pasti di stop semua. Akibatnya ya macet lah. Tapi saya sering menghindari jalur tersebut.

Motor melaju dengan kecepatan sedang. Gak mau terlalu kencang. Takut ada apa-apa. Takut bila tiba-tiba ada yang nyebrang atau nyelonong, gak bisa kontrol kecepatan. Takut nabrak. Masih sayang sama anak dan istri soalnya. Jadi sekarang lebih hati-hati.

Motor tiba-tiba melambat. Melambat lagi.. dan berhenti.  Saya kaget. Lho? Saya ternyata tertidur. Micro sleep.Tidur sekejap, tanpa sadar.  Tidur yang cuma sedetik atau dua detik, tapi deep sleep. Saya berhenti sebentar. Mencoba menenangkan diri. Untungnya gak nabrak. Untungnya melambat. Alhamdulillah. Aduuuhhh... mata gak mau diajak kompromi ternyata. "Mat, please deh, mohon kerja samanya.. Bentar lagi sampai rumah kok". Aku membujuk mata lagi. Aku berusaha keras memelototkan mata. Padahal jam 9 an tadi gw udah ngopi, sambil kerja. Ternyata gak ngaruh, kalo kantuk udah menyerang. Kopi bukan jawaban. Bantal adalah solusinya.

Micro sleep memang berbahaya. Kelihatannya cuma sedetik tapi jika lalai, atau kecepatannya tinggi, bisa nabrak. Entah nabrak orang, warung, atau rumah. Sering kan kejadian mobil, atau truk nabrak pembatas jalan, rambu lalu lintas atau rumah. Karena sopir ngantuk, tapi memaksakan jalan. Aku akhirnya menepi lagi. Motor aku parkir. Aku melakukan senam. Ini ilmu dari teman kantor dulu. Kalo ngantuk dia senam. Gerakkan badan. Angkat tangan, jongkok, berdiri. Rentangkan tangan, angkat tangan, gitu aja. Diulang-ulang 3 sampai 6 kali. Tujuannya supaya oksigen ke otak mengalir lagi. Otak kalo kekurangan oksigen, pasti akan ngantuk. Makanya orang menguap itu sebenarnya dia menarik udara atau oksigen tapi lewat mulut.

Setelah merasa badan mulai fit. Saya lanjutin naik motor lagi. Mata bener-bener saya jaga, supaya gak ngantuk. Beberapa kali saya sengaja memelototin jalan. Tujuannya biar gak ngantuk. Akhirnya motor sampai juga, memasuki gerbang perumahan. Perumahan saya memang di pinggiran Jakarta. Daerah Tangerang Selatan. Gerbang ini jalan menuju perumahan.  Jalanannya lebar. Kira-kira 16 meter. Kiri kanannya pohon cemara yang lebat. Cemara glodokan pecut, kata orang situ. Pohonnya lebat-lebat. Batang pohonnya juga besar. Jalanan sepi banget. Udah gak ada tukang ojek. Ini jauh sebelum ada ojek online ya. Masih model ojek pangkalan. Tukang ojek jam 9 an udah pada pulang semua.  Jarak ke rumah masih 2 km lagi. Jalanannya gelap. Lampu jalan lebih sering mati dari pada hidup. Developer perumahan-nya katanya sedang kesulitan dana.

Di jalanan ini ada tikungan yang unik. Tiap kita lewat disitu ada aroma wangi. Entah dari mana. Kadang suka bikin bergidik. Tapi katanya ada tanaman sedap malam di tikungan tersebut. Ada warga kampung situ yang menanamnya katanya. Lampu motor cukup terang. Jadi jalanan masih terlihat jelas. Beberapa sinar dari rumah kampung, masih sedikit memberi cahaya. Mata masih aku paksa untuk melek. Bentar lagi nyampe rumah. Saya berusaha membujuk mata. Tiba-tiba dari atas pohon saya melihat sosok hitam yang besar. Sangat besar untuk ukuran manusia. Dia duduk diatas pohon. Saya kaget setengah mati. Astaghfirullah! Spontan. Jantung langsung berdegup kencang. Deg-deg an. Bulu kuduk langsung berdiri. Sekujur badan tiba merinding. Saya gak tahu makhluk apa itu. Yang jelas tadi badannya besar, sosok nya hitam, seperti berbulu (tapi kurang jelas) tangannya seperti dilipat di depan dadanya. Dia gak ngapa-ngapain cuma duduk aja di atas pohon. Belakangan saya tahu, bahwa sosok hitam besar (berbulu) itu ternyata gendruwo.

Motor saya pacu kecepatannya. Sebisa mungkin saya berdoa. Baca ayat kursi berulang kali. Lama bulu kuduk ini berdiri. Kira-kira 700 meteran baru mulai mereda.  Setelah itu kecepatan motor saya kurangi.

Rumah-rumah kampung yang saya lewati sudah tutup semua. Tak ada satupun warung yang buka. Orang yang ronda juga gak ada. Maklum ini hari kerja, bukan week end. Jadi sepertinya gak ada yang begadang. Jalan menuju komplek perumahan saya masih banyak kebon-kebon kosong. Jalanannya juga belum mulus. Maklum aspalnya kwalitas 2. Ada satu kandang kuda milik pensiunan jendral yang cukup besar di daerah ini yang harus saya lewati. Di dalamnya banyak kuda-kuda bagus. Kuda Australia, Jerman dan Arab. Anak saya paling suka lihat kuda-kuda tersebut. Tiap pagi dan sore kuda-kuda nya suka dilatih. Di kandang kuda ini, tiap malam, suka ada bunyi seperti suara anak ayam. Berkeciap-ciap. Tapi entah itu apa. Karena memang gak ada kandang ayam disitu. Kandang kuda ini menempati tanah hook. Cukup luas. Cahaya penerangannya seadanya.

Saya mengurangi kecepatan di tikungan kandang kuda ini. Tiba-tiba sosok anak kecil, berkepala botak, berkulit hitam menyebrang. Saya hampir menabrak. Tapi untung, bisa mengerem dan  menghindar. Dia sempat menatap saya. Matanya besar. Bola matanya putih, hitam di tengah.  Giginya nyengir, runcing-runcing. Peristiwa ini berjalan dengan cepat. Tapi sepertinya lama. Anak kecil hitam, yang belakangan saya tahu adalah tuyul hitam itu sempat berhenti sejenak. Seperti permisi mau numpang lewat. Tapi di mata gw dia kayak ngeledek, nyengir, sambil menatap saya. Matanya yang besar seperti melotot ke arah gw. Bikin tambah seram. Habis itu dia kabur lari ke arah kebon kosong yang gelap, yang ada di samping kandang kuda. Peristiwa yang tidak lebih dari 5 -- 7  detik ini, beneran bikin jantung mau copot. Deg-degan nya lebih hebat. Sosok makhluk halus ini jaraknya hanya 2 meter dari saya. Mungkin kurang. Karena pas di depan motor banget. Tingginya mungkin setinggi pas di bawah lampu motor vario saya. Kejadiannya gak cuma bikin saya jadi melek, tapi merinding sekujur tubuh, plus deg degan kencang. Bayangan tuyul, dengan sosok anak kecil botak, berkulit hitam yang nyengir masih melekat di ingatan.

Saya pacu lagi motor, sambil terus berdoa. Badan masih merinding. Untung 500 meter lagi sudah masuk komplek perumahan. Satpam yang jaga perumahan masih melek. Dia yang membuka dan menutup portal jalan masuk ke perumahan. Saya udah gak sempet menyapa lagi. Langsung tancap gas lagi, setelah melewati mereka. Pengen cepat sampai rumah aja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline